Puisi Tentang Kita

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Galau, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 14 April 2014

SMA Negeri 13 yang semula terkesan damai, tiba-tiba pecah oleh hiruk pikuk para siswa. Semua pintu kelas telah terbuka lebar untuk siswa-siswi yang akan kembali ke rumah. Di bawah kanopi sekolah, Amel sedang menunggu Bian, pujaan hatinya. Dua tahun mereka telah bersama, dua tahun pula Amel setia menunggu Bian yang super sibuk. Tetapi, Amel tidak pernah mengeluh. Bagi Amel, menemani Bian adalah kesenangan tersendiri baginya.

Namun pada suatu hari, teman-teman Amel merasa Amel hanya dipermainkan oleh Bian dan menyuruh Amel untuk memutuskan hubungannya dengan Bian. Tak lain alasannya karena Bian yang begitu sibuk dan hampir tidak memiliki waktu untuk Amel. Awalnya, kicauan teman-temannya tidak Amel dengar. Tapi, semakin lama, semakin Amel merasa teman-temannya benar akan hal itu. Amel termenung dalam sepinya. Tiba-tiba Bian datang menghampiri Amel.
“Eh, bengong aja. Ada apa sih?” tanya Bian.
“Eng… enggak apa-apa ko” jawab Amel gugup.
“Ah masa sih? Cerita dong ke aku” bujuk Bian.
“Bian, sebenarnya kamu sayang gak sih sama aku? Aku capek nunggu kamu terus” rengek Amel tiba-tiba.
“Mel… Sumpah! Bukan karena aku gak sayang kamu, tapi banyak banget urusan yang harus aku selesaiin. Kok kamu bisa berpikir kaya gini sih?”
“Kata teman-temanku, kamu…”
“Kamu harus percaya sama aku. Jangan terpengaruh sama kata-kata orang. Toh, kan kita yang jalanin” jawab Bian yang tadi memotong pembicaraan Amel.
Sejak ucapan tadi, Amel merasa lebih baik. Tapi ternyata rasa itu tidak bertahan lama. Bian semakin sibuk dan selalu pulang malam. Sudah jelas, sudah tidak ada waktu lagi untuk Amel menunggu Bian. Akhirnya Amel pun pulang sendiri, memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Bian.

Beberapa hari kemudian, Amel datang menemui Bian di kelasnya. Bian terlihat sedang bercanda dengan teman-temannya. Mereka sadar akan hadirnya Amel dan langsung memberi ruang untuk Amel.
“Kita PUTUS!” teriak Amel kencang.
Hening! Semua orang di kelas melihat ke arah Amel. Namun, Amel langsung pergi dari kelas. Bian? Bian terdiam. Dia malu. Dia marah. Dia sama sekali tidak mengejar Amel.

Acara kelulusan pun tiba, semua murid kelas 3 berkumpul di Balai Samudra. Amel yang sudah datang sedari tadi, menunggu kedatangan Bian. Sungguh, sebenarnya Amel masih sangat mencintai Bian. Namun sayang, Bian tidak mengejar Amel disaat Amel ingin dikejar.

Bian akhirnya datang. Tapi, Amel hanya bisa memandanginya dan berharap Bian yang datang menghampirinya. Seperti halnya langit biru yang berharap lautan datang untuk bersatu dengannya. Keinginan yang tak mungkin akan terwujud kan?
Acara pun dimulai dan berjalan dengan sangat baik. Hingga akhirnya pada penutupan, seorang guru meminta salah satu murid menampilkan sesuatu di depan teman-temannya. Tanpa ragu, Amel langsung mengangkat tangannya, berniat membacakan puisi untuk Bian. Tapi sayang, batang hidung Bian tidak terlihat sama sekali. Meskipun begitu, Amel tetap maju dan membacakan puisi karangannya.

Retak… terserak sudah
Andai waktu bisa kembali… hmm andai…
Cukupkah anggukan itu?
Hitam… Kelam… Semua menjadi gelap
Mati… ya, gambaranku kini…
Wahai cahaya… sinari aku…
Aku rindu… rindu akan warna warni pelangimu…
Tuhan…
Yang ini sungguh ku tak mau…
Entahlah…
Ku terus berharap… berharap… dan berharap…
Akan kembalinya sinaran…
Putus…
Ucapku…
Tidak… tidak… tidak… ku sesalkan semua
Retak… terserah sudah
Inginku… cintamu… kembali kini…

Semua orang bertepuk tangan, bahkan ada yang menangis setelah mendengar puisi Amel. Namun sayang seribu sayang, Bian tidak mendengarnya. Amel pasrah, dia tahu Bian tidak mau mendengarnya bahkan melihatnya lagi. Penyesalan Amel memutuskan Bian mungkin akan selamanya Amel rasakan. Amel menganggap dirinya terlalu bodoh memutuskan Bian di depan teman-temannya. Menganggap dirinya terlalu egois karena tidak bisa mengerti kesibukan Bian.

Detik berubah menjadi menit, menit berubah menjadi jam, namun Amel tetaplah Amel. Cinta yang ada di hatinya tetaplah Bian. Amel selalu yakin suatu saat nanti dia dan Bian akan bersama lagi, entah kapan.

Hari-hari di kampus baru Amel tidak ada yang spesial, tidak ada yang dapat mengisi ruang hatinya selain Bian. Padahal, sudah tiga pria yang menembaknya. Hari-harinya hanya di isi oleh kegiatan kampus, setelah itu dia langsung pulang ke rumah.
“Hufttt..”
“Ini non, tehnya” kata bibinya Amel sambil meletakkan secangkir teh untuk Amel.
“Terima kasih bi…” jawab Amel terdengar lelah.
“Maaf non.. anu… kok non udah gak pernah bawa pacar lagi sih non? Non kan cantik, jangan di sia-siain atuh non…”
“Aku masih sayang sama mantan aku bii.. gak tau sampai kapan”
“Aduh maaf nih ya non, memangnya mantan non masih suka ngasih kabar ke non?” tanya bibi agak pelan.
Amel hanya tersenyum kecut, malu untuk menjawab.
“Oya bi, itu bunga dari siapa?” Tanya Amel mengalihkan pembicaraan.
“Ohh itu… bibi juga kurang tau sih non, tapi sih kayaknya dari pembantu sebelah yang naksir sama bibi. Hihihi..” jawab si bibi malu.

Amel hanya tersenyum, namun senyumnya tak sekecut tadi. Dia tersenyum, membayangkan betapa bahagianya bila ia jatuh cinta lagi. Meskipun bukan jatuh cinta dengan Bian. Tampaknya Amel memang sudah seharusnya move on dari Bian dan memberikan celah untuk laki-laki lain masuk ke dalam hatinya.

ADVERTISEMENT

Ya, sekali lagi. Detik berubah menjadi menit, menit berubah menjadi jam, dan kini Amel yang selalu mencintai Bian berubah menjadi Amel yang mencintai laki-laki lain. Memang, cinta yang ada di hatinya tetaplah Bian, namun kini cintanya pada Bian tak sebesar dulu. Amel sudah tidak yakin akan adanya hari dia dan Bian akan bersama lagi.

Sudah dua tahun. Dua tahun Amel menjalani kisah barunya dengan laki-laki bernama Rico yang ternyata sekarang adalah calon suami Amel. Keputusan Amel bersama Rico sudah bulat, bahkan Amel mengirimkan surat pertunangannya ke alamat lama Bian yang entah masih di tinggali Bian atau tidak.

Ting.. tong.. ting.. tong…
Bunyi pintu rumah Amel.
Tidak ada siapa pun di luar, tapi Amel melihat sepucuk mawar yang selalu dipajang oleh bibinya. Amel mengambilnya, membaca pesan kecilnya, penasaran dengan siapa pengirimnya.

Amel meneteskan air mata, dia berlari ke arah vas bunga yang selama ini di rawat bibinya yang ternyata dari cintanya yang selalu dia harapkan, tak lain adalah Bian. Di setiap bunga terdapat tulisan kecil, dimulai dari “Hai, apa kabar?” “Mel, I love you” “Mel, ternyata hidupku lebih indah dengan adanya dirimu” “Mel, kemana saja kamu?” “Amel, tolong balas”.

Sungguh hati Amel seperti disayat pisau tajam. Dia tidak sadar, setiap bulan Bian memberinya bunga. Dua tahun, ya sudah dua puluh empat bunga disana. Namun surat kecil yang paling membuatnya menangis adalah surat hari ini. Surat itu mengatakan bahwa Bian kecewa dengan pernikahannya dengan Rico. Apalah perasaan Bian yang dari dulu suratnya tidak terbalas kecuali undangan pernikahan yang Amel beri.

Acara pernikahan pun tiba, tamu-tamu berkumpul. Amel yang sudah siap sedari tadi, menunggu kedatangan Bian. Sungguh persis! Perasaan gelisah yang Amel tunjukkan sama persis seperti perasaannya ketika menunggu Bian di perpisahan kelas 3 dulu. Dan ya! Bian datang. Bian tak banyak berubah bahkan hatinya untuk Amel, hanya kerut di dahinya yang sudah mulai muncul.

Di tengah meriahnya acara, Bian menghilang. Menghilangnya Bian membuat Amel takut, dia sungguh takut Bian pergi begitu saja. Amel ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya terjadi, Amel tidak ingin ada kesalahpahaman di antara dirinya dan Bian.
Cek.. satu.. dua.. tiga..
Tiba-tiba terdengar suara Bian di mic, semua tamu langsung mengalihkan perhatiannya ke Bian.

Retak… terserak sudah
Andai waktu bisa kembali… hmm andai…
Cukupkah anggukan itu?
Hitam… Kelam… Semua menjadi gelap
Mati… ya, gambaranku kini…
Wahai cahaya… sinari aku…
Aku rindu… rindu akan warna warni pelangimu…
Tuhan…
Yang ini sungguh ku tak mau…
Entahlah…
Ku terus berharap… berharap… dan berharap…
Akan kembalinya sinaran…
Putus…
Ucapku…
Tidak… tidak… tidak… ku sesalkan semua
Retak… terserah sudah
Inginku… puisi ini… menjadi… saksi…
Akan cinta… kita…

Semua tamu langsung terharu menatap Bian. Terlihat beberapa tamu menahan air matanya, terutama Amel. Ia ingat sekali, itu adalah puisi buatannya untuk Bian. Puisi yang Amel bacakan untuk Bian, puisi yang Amel kira Bian tidak ketahui, dan puisi yang masih ada meskipun Amel sudah tidak ada untuk Bian.

Bian melangkah meninggalkan tempat. Para tamu yang masih terharu oleh Bian, langsung memberi kesempatan padanya untuk melangkah, melangkah ke panggung pernikahan.
“Selamat ya, bro. Jagain temen gue baik-baik” kata Bian sok kenal.
Rico hanya tersenyum bingung.
“Mel…” panggil Bian menahan tangis.
Amel tidak mampu menjawab, ia masih meneteskan air mata. Namun tiba-tiba Bian memeluknya. Memeluknya erat sekali.
“Melihatmu bahagia, sudah cukup” bisik Bian.
Lalu Bian melepaskan pelukannya dan pergi tak pernah kembali sejak saat itu.
“Akan selalu ku bacakan puisi tentang kita pada anak-anakku” janji Amel dalam hati.

Cerpen Karangan: Rachmawaty Eka Putri
Facebook: Rahmawati Eka Putri
Anak bapak Agus dan ibu Nova

Cerpen Puisi Tentang Kita merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Harapan

Oleh:
Keringat keringat sebesar biji jagung mulai diproduksi tubuhku. Mengalir dari dahi ke pipi, dari tangan berjatuhan dan tertiup angin, mengalir di kaki yang tertutup celana panjang sekolah. Dengan sekuat

Lemah (Sebuah Permulaan)

Oleh:
Subuh itu, matanya tak sanggup lagi terbuka mengingat kejadian yang paling menyesakkan jiwanya, saat ramai tawaan tertuju padanya kemarin dan itu terasa persis seperti tertimpa ombak yang datang menghempasnya

Tinggal Kenangan

Oleh:
Seorang gadis berlari dengan berurai air mata. Hatinya terasa sakit setelah berkali-kali dikhianati kekasihnya, “Selly, tunggu. Dengerin penjelasan aku dulu…” Ucap seorang lelaki bertubuh tinggi dengan nafas terengah. Selly

Change

Oleh:
Suaranya parau akibat flu yang dideritanya sejak salju pertama turun. Jari jarinya terus saja bergerak di atas layar ponsel yang menjadi satu satunya penerangan di ruangan ini, bibirnya yang

Cinta Nggak Bisu

Oleh:
“kita putus!!!“ “ya sudah. Aku akan cari yang lain!” “hah?” Pinkan adalah gadis super cuek dan dia pun paling gensi jika menangis di depan cowok. Bagi dia cewek yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *