Aku (Tidak) Gila

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada: 16 April 2014

“hey.. ini sudah gelas kelima” pekik Badi, bola matanya membulat utuh, membelalak, gelas itu cepat diraihnya dari tangan ku. Aku tersenyum kecut melihat reaksinya, tak ku hiraukan ucapannya, kembali kuisi gelas kosong di hadapanku, wine yang bisa membuatku tenang… sungguh, berapa banyak aku meneguknya, tak membuatku mabuk, hanya sedikit halusinasi saja, malah itu yang kuharapkan, aku bisa bertemu dengannya, menatap wajahnya atau bahkan merasa dipeluknya…

“cukup Netha, kali ini aku benar-benar muak, kita pulang sekarang” Badi menarik tanganku, sontak kami jadi tontonan pengunjung café. Aku berjalan terhunyung, sambil terus terkekeh, tertawai kelakuan Badi adikku. “Kak, aku tidak mau mengantar lagi kakak minum-minum seperti ini” ujarnya sambil membopongku, “ini yang terakhir” lanjutnya. Aku tak menanggapi Badi yang terus meracau, benar-benar tak ada yang bisa mengerti aku, biarkan aku begini, aku nyaman seperti ini.

Semua orang memperlakukan aku berlebihan, pergi ke kantor diantar jemput, selalu diingatkan makan, dan perhatian ekstra lainnya, seolah-olah aku akan mati esok harinya, apa karena aku tak jadi menikah, dan calon mempelai laki-laki ku, meninggal satu hari sebelum hari H, lalu semua orang berhak mengatur hidupku, supaya aku tak jadi perempuan yang gila karena ditinggal calon suaminya, sungguh, kalianlah yang membuatku gila! Aku tak mau diperlakukan seistimewa apapun, biarkan aku menghadapinya dengan caraku sendiri.

Bersenandung, berteriak atau tertawa sekerasnya, bisa membuatku merasa bebas, terlepas dari belenggu kerapuhan hatiku, aku bisa tenang setelahnya, bukan butiran obat penenang dari Dokter yang biasa Ibu berikan, asal Ibu tau, pil-pil itu cuma bikin aku jadi pelupa, aku jadi lupa wajah calon suamiku, dan itu menyiksaku. Tak perlu juga seisi rumah khawatir ketika aku berdiam diri di kamar, satu hari, dua hari, berapa hari pun aku di dalam kamar, tidak membuatku mati bukan? Tapi selalu saja kalian panik, menggangu keheninganku yang sedang kuciptakan, di kamar inilah aku merasa tenang, hening, damai dan aku bisa melihat “nya” menemuiku disini, jadi kalian tak perlu mengganggu ku!

Tapi Ibu, Ayah dan yang lainya kerap mengganggu ketenanganku, sekarang, malah Badi adikku yang kupikir paling mengerti aku, ikut-ikutan mengganggu ku, kenapa kalian tak biarkan aku bahagia, aku bahagia bertemu calon suamiku walau sebatas halusinasi, bukan bertemu psikiater atau serangkaian terapi mingguan ala Ibu, kalau saja Ibu tak membujukku bisa bertemu “dengan nya” aku tak akan mau datang ke tempat terapi, sampai detik ini aku tak pernah “bertemu” lewat terapi-terapi itu, kalian bohong, aku hanya bisa bertemu dengannya, saat aku meminum wine kesukaan ku sebanyak banyaknya, atau ketika aku berdiam di kamar, kalian tau itulah kebahagiaanku, itulah cara aku bahagia.

Badi merebahkan tubuhku di pembaringan, “maafkan Badi kak” ucapnya bergetar, seolah menahan sesuatu, tangannya mengusap keningku, menatap wajahku, kemudian cepat-cepat meninggalkan kamarku, aku tak terlalu menghiraukannya, lagipula kepalaku terasa berat sekali, seperti biasanya kalau aku “on” begini “dia” menghampiriku, aku menunggunya, namun sosok itu tak muncul, sebotol wine yang sengaja ku simpan di kamar, seperempatnya telah kuminum, namun sosok itu tetap tak ada, aku mulai tak tahan, aku luapkan emosiku pada botol itu, aku lempar sekuatnya, pecahan kaca bercampur alkohol berserakan di lantai, aku gelisah dan sakit hati, dia tak mau lagi menemuiku! aku berteriak sejadinya, airmata yang terbendung di kedua pelupuk mata, mengalir hangat di kedua pipiku, tak pelak kegaduhan yang kuciptakan membuat seisi rumah menghampiri kamarku, Ibu memburu tubuhku kemudian memeluku erat “lepaskan nak, biarkan dia pergi” ucapnya lirih, aku berontak dari pelukan Ibu “tidak! harusnya dia menemuiku bu” aku masih berteriak. Kulihat Badi mematung di pintu, matanya berkaca-kaca, begitu juga Ayah, aku pandangi mereka, berharap menemukan jawaban, semua hanya diam, emosiku semakin menjadi, kulemparkan apa saja yang ada di hadapanku sambil berteriak, memaki dan apapun yang bisa meluapkan emosiku. Setelahnya, aku tak mengingat apa-apa lagi, selain jarum suntikan yang menusuk tanganku lalu membuatku tertidur sampai siang ini.

Aku terbangun kepalaku masih sedikit terasa pening, kupandangi sekeliling ruangan, aku merasa asing di sini, aku tak mengenal tempat ini, aku beranjak dari tempat tidur, membuka pintu, kulangkahkan kaki menuju taman, ada beberapa orang disana tak satu pun yang aku kenali, kulihat pakaiannya sama persis, seperti yang kupakai saat ini, tiba-tiba muncul dari belakang Ibu, Badi dan Ayah, “kau sudah bangun Netha” Tanya Ibu sambil mengusap kepalaku, aku hanya terdiam, “hari ini terapinya di sini dulu ya” ibu menghela nafas sejenak, “mungkin hanya satu atau dua hari, nanti kita tiap hari akan menjengukmu nak” ibu masih membelai rambutku, terlihat bulir-bulir air matanya berjatuhan, aku tetap membisu sampai mereka pamit.

Aku tak beranjak dari tempatku berdiri, hatiku semakin teriris, aku tatap Ayah, Ibu dan Badi sampai ujung penglihatanku, kesepian itu semakin membungkus tubuhku, kesedihan yang kurasakan sejak hari tunanganku meninggal, semakin terasa menyakitkan, ingin aku berteriak memanggil Ibu, namun bibirku membungkam terbalut kecewa, tak sepatah kata yang sanggup aku ucapkan, membiarkanku sendiri di tempat ini lebih menyakitkan, “supaya aku kembali normal” itukah alasannya, seperti yang kalian inginkan, definisi ambigu menurut versi kalian, ini hidupku, ini caraku, mengapa kalian merampasnya, memaksa aku menjadi seperti yang kalian ingini.

Aku tak perlu berada di sini, kalian malah lebih membuatku sakit, kalau saja kalian memberiku ruang, membiarkan aku melakukan apa yang aku inginkan, biarkan saja mengalir sampai aku menemukan sendiri muaranya…
Aku (tidak) gila kan Ibu, Ayah, Badi? kenapa kalian menghukumku seperti ini?

Cerpen Karangan: Lee
Facebook: Lely Amelia
seorang perempuan berparas ayu, punya kesenangan menuliskan baik itu unek-unek, keinginan, curhatan, apapun itu yang berasal dari ide, pemikiran, hitungan, rangkaian kata, otak kanan dan kirinya seorang “lely Amelia” berpadu dengan intuisi sedikit feminis dan agresif dengan gaya melankolis namun tetap segar untuk di cerna, menarik untuk di simak… hehehe
Me is inspiring me…

ADVERTISEMENT

Cerpen Aku (Tidak) Gila merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Iris (Part 3)

Oleh:
“And I don’t want the world to see me.” Kubanting setir mobilku menuju ke arah yang berlawanan. Menuju rumah sakit. Kenapa aku baru mengingatnya? Kenapa aku baru ingat segalanya

Terseret Gelombang

Oleh:
Dani berusaha melawan hempasan gelombang laut yang menggulung tubuhnya. Tapi dia tetap tak kuasa berkelahi dengan gulungan ombak yang secara beruntun berdatangan, walaupun dia bisa berenang. Dia mulai kesulitan

Love You Till The End

Oleh:
Dua minggu aku merasakan hari hari tanpamu seakan aku kehilangan mu. Yah… Aku yang selalu merasakan itu dan mungkin kamu tidak. Dua hari sebelum masuk sekolah aku merasakan yang

Di Antara Dua Bunga Yang Memabukkan

Oleh:
Beberapa hari telah berlalu, sebelumnya hanya dirimulah seorang wanita yang kucinta, jika aku lebahnya maka dirimulah bunga yang sungguh membuatku terpana. Namun kini, seiring berjalannya waktu, di antara sekian

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *