Dua Doa

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Cinta Segitiga
Lolos moderasi pada: 19 July 2014

“Kau lah wanita yang selama ini ku cari dalam hidupku, kau yang kembalikan iman dalam dada ini, hati ini ingin memilihmu namun apalah daya jika kesempatan itu tiada” kata-kata itu selalu terngiang dalam pikiranku.
Aku yakinkan diri ini, kata-kata itu hanya untuk menghiburku agar aku tidak larut dalam kepedihan yang berkepanjangan. Kututup ceritaku, lima bulan cerita cinta ini, namun tunas itu tumbuh dari masa lalu. Manis pahit bersamamu, Rangga Adi Putra. Kisah Cinta terlarang ini hanya akan menyakiti hati orang-orang di sekitar kita nanti.

Empat belas tahun yang lalu, Rangga adalah teman kecilku, pendiam dan pintar. Seperti layaknya anak kecil lainnya, kami pun bercanda tawa dan bertengkar. sampai cinta monyet itu menghampiri kita, ya, Rangga adalah cinta monyetku di bangku sekolah dulu. Namun, kebersamaan kita tak cukup lama cuma sampai di bangku SMP, selepas itu kita hilang kontak, sampai takdir mempertemukan kita di satu kampus yang sama, fakultas dan jurusan yang sama, hanya beda angkatan. Ternyata tidak sampai disitu, garis Tuhan mempertemukan kita lagi, sekarang aku dan Rangga kerja dalam satu kantor yang sama.

“Eh, pak Rangga, selamat datang di tempat kerja yang baru” sapaku kepada Rangga.
“makasih bu, mohon bantuannya” jawab Rangga dengan polosnya.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, tak terasa kebersamaan sebagai rekan kerja telah berjalan dua tahun. Kita semakin akrab.

“Pak Rangga sama Bulan kok akrab banget ya? Jangan-jangan ada yang udah jalan bareng nih?” kata Bu Resti meledek.
“O, iya, tiap hari kita udah jalan bareng kok bu ya?” Rangga menjawab dengan candanya sambil melihat ke arahku.
Aku hanya tersenyum simpul mendengar gurauan mereka. Aku sudah punya calon suami, Rangga pun demikian, dia sudah punya tunangan, nggak mungkin cinta itu akan tumbuh lagi.

Layaknya sebuah tunas yang tertinggal, tersiram air hujan, maka akan tumbuh dengan suburnya, begitu pula perasaan yang dulu kurasakan yang kunamakan “cinta monyet” ini ternyata tumbuh memunculkan tunas baru yang lebih indah. Namun, rasa itu masih punya batasan, aku sudah punya seseorang yang mencintaiku, nggak mungkin aku mencintai Rangga. Kalimat itu yang selalu menjadi pedomanku untuk menghapus rasaku ke Rangga.

Rencana itu kita yang rancang namun keputusan semuanya kita kembalikan pada Sang Maha Hidup. Tuhan menakdirkan aku tuk pisah dengan calon suamiku, entah rahasia apa yang tersirat dari kisah yang harus kandas di tengah jalan. Aku terjatuh dan terjerembab dalam kesedihan. Saat kita jatuh, baru ingat dan mencoba tuk mendekati Sang Penguasa Hati. “ya Tuhan, Rahasia apa yang Engkau tuliskan untukku, aku tak sekuat batu karang di lautan, Mengapa Engkau berikan ujian seberat ini, aku harus pisah dengan orang yang kucintai demi orang yang kusayangi” doaku dalam sujud di malam yang hening.

Kini aku berjalan sendiri, tertatih mencoba bangkit tanpa seseorang di sampingku. Kekuatan itu hanya bertumpu pada hati yang pasrah atas takdir yang harus kujalani. Dalam kepedihanku, ternyata Tuhan memberikan kesempatan tuk menenangkan fikiran. Kita dapat liburan dari tempat kerja. Kepedihanku, kesedihanku sedikit berkurang. Bahkan aku sudah bangkit kembali setelah menenangkan pikiran dan hatiku. Membiasakan diri tuk jalan sendiri, kumpul sahabat, kembali mencurahkan hati pada Sang Illahi untuk lebih kuat menghadapi ujianNya.

Perjalanan waktu menumbuhkan rasa yang pernah ada. Rasa yang terkubur ternyata memunculkan tunas-tunas baru. Kini aku tak punya pedoman tuk membatasi rasa ini, karena aku sendiri. Kita jalan. Tak pernah menyatakan rasa seperti anak muda pada umumnya “I LOVE YOU” atau apalah namun Kita hanya menjalani kehidupan dimana Kita bisa berjalan bersama, bercanda, bahkan mungkin bertengkar. Kesalahannya Cuma satu, mungkin Kita terlalu akrab sampai lupa diri bahwa Kita bukan satu. Kita berbeda namun, jiwa muda Kitalah yang menginginkan kita lebih dari sahabat. Tak ada kata cinta namun kita jalani kisah terlarang ini.

Terik matahari di siang ini serasa membakar kulit tak ku pedulikan lagi. Aku tetap tancap gas sepeda motor kesayanganku menyibak macetnya kota kelahiranku, kota Rembang tercinta. Aku sandarkan motorku di tempat parkir swalayan terbesar di kota itu, “nitip pak” kataku menggoda tukang parkirnya. “iya neng sayang” tutur tukang parkir ikut menggoda. Ah, inilah rasanya jadi orang yang bersalah, mengendap-ngendap seperti maling di siang hari, “oh My God, apa yang aku lakukan” kata hati kecilku. Itulah godaan dan ujian cinta yang terjadi dalam hidupku. Setelah aku terjatuh dari kisahku dulu kini Aku mencintai tunangan orang lain.

ADVERTISEMENT

Aq sudah di tempat parkir, kamu dimana?
Satu pesan terkirim ke nomor Rangga, selang dua menit, ada sms masuk dari Rangga
Aq sudah di depan, kamu keluar dulu

Kita pun meluncur menuju pantai. Di perjalanan menuju pantai itu terasa jauh, air mata tak bisa dibendung. Tuhan, ujian ini begitu berat untukku. Aku menangisi kesalahanku. Kesalahanku karena tidak mau bergaul dengan orang-orang di sekitarku. Aku lebih asyik dengan kegiatanku sendiri, Tak mendengar kabar dari orang-orang sekitarku tentang Rangga. Aku lebih suka mengisi kegiatanku dengan hal-hal yang lebih bermanfaat dari pada mendengarkan celoteh orang-orang di sekitarku. Kini rasaku seakan menusukku sendiri, meracuni indahnya cinta seperti apa yang dikatakan para penyair cinta. Sampai juga kita di tepi pantai.

“kemarin katanya mau ngomong sesuatu?” Tanya Rangga
“ngomong nggak ya?” kataku menggoda
“kalau nggak mau ngomong kita pulang saja” Rangga menimpali dengan membuang muka
“he he he, iya, iya pak Rangga sayang, nggak usah ngambek nanti cakepnya hilang lho” jawabku kembali menggodanya.
Aku terdiam, menarik nafas panjang, mencoba mengatur nafas, aku takut nanti saat aku cerita air mata itu akan jatuh.
“Aku memang salah, aku yang sombong, terlalu angkuh, cuek terhadap orang-orang di sekitarku. Aku tak pernah mau tau dan mendengar cerita tunanganmu, aku terlalu asyik dengan kegiatanku sendiri, aku tak pernah mendengar omongan mereka. Kalau saja aku lebih peka, mungkin rasa ini tidak akan terlalu dalam. Kejadian-kejadian itu telah memberikan jawaban buat aku, wirausaha yang kau jalani, sumbangan yang masuk ke kantor, aku semakin jelas menemukan jawaban itu. Tuhan, Kenapa? kamu sudah berjalan di atas jalan yang serius, kenapa aku harus hadir di antara kalian, aku hanyalah kerikil tajam dalam hidupmu, singkirkan aku dalam hidupmu, buang rasa itu”. Kataku menjelaskan dengan berurai air mata yang tak dapat dibendung. Rangga mencoba menenangkan aku dengan mendekapku di pelukkannya.
“Aku kira kamu sudah tau semuanya, karena orang-orang di sekitar kita juga sudah mendengar kalau aku tunangan dengan dia, awalnya aku kira kamu hanya pura-pura tidak tahu, ternyata memang benar-benar tidak tahu. Kamu orang baik. Itu bukan sebuah kesalahan tapi itulah sikap yang benar, mengisi hari-hari kita dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, bukan malah ngomongin orang lain, lebih suka berkumpul dengan mengisi kegiatan yang bermanfaat, kau imbangi kegiatan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. sifat ini yang selama ini aku cari sebagai pendampingku kelak, namun kenapa kau hadir dalam hidupku saat aku sudah memutuskan berjalan serius dengan orang lain?” suara Rangga menenangkanku dalam pelukkannya.
Namun setelah ku dengarkan kalimat yang terakhirnya, serasa Tuhan tidak Adil padaku. Tangisku semakin pecah, mendengar kalimat yang telah diucapkan Rangga.
“Bulan Pramesthi Alam, kaulah wanita yang selama ini kucari dalam hidupku, namun kenapa? Kau hadir setelah aku memilih orang lain, Tuhan, kenapa? Kenapa cinta ini harus hadir kembali? Cinta yang dulu telah terkubur di tengah kesibukan kita, kini harus tumbuh kembali? kenapa harus sekarang?” kata Rangga menambahi sambil mengusap air mataku.
“Pak Rangga sayang, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok namun aku berharap dan berdoa yang terbaik buat kita, kita kembalikan lagi semua padaNya. Dialah yang Menciptakan rasa ini, padaNya pula kita kembalikan. Aku pernah dengar, Tuhan memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Mungkin hari ini kamu menginginkan aku namun di tahun yang akan datang tunanganmulah yang kau butuhkan. Aku yakin dia lebih baik dari pada aku. Dia pasti lebih cantik, pintar, sholihah juga. Kalau dia tidak seperti itu, aku yakin kamu nggak kan memilihnya.” Kataku mencoba mencairkan suasana.
“Dua doa untuk kita, semoga aku menemukan penggantimu dan pak Rangga hidup bahagia dengan dia, Amin ya Robb” kataku menambahi.
“Amin, semoga doa kita didengar olehNya” kata Rangga mengamini.
“Lan, wanita sepertimu itu satu banding seribu di dunia ini, itu yang buat aku berat melepasmu… kecantikan itu nggak ada di rupa namun cantik itu ada dalam diri kita, hati kita. Aku tahu kamu karena kita bertemu tidak hanya hari ini, kita sudah mengenal dari sekolah dasar sampai sekarang. Siapa sih yang tidak kenal Bulan Pramesthi Alam? Wanita sholihah, taat pada Tuhannya, agamanya, orangtuanya, bahkan orang-orang di sekitarnya, wanita yang pintar dengan segudang kegiatan baik di bidang agama maupun masyarakat, dibutuhkan semua orang, menjadi kebanggaan orang tua” kata Rangga mencoba menambahi agar keadaan kembali normal.
“Udahlah Ngga, nggak usah mengeluarkan kata-kata manis buatku, aku nggak sebaik yang kamu kira. Itu Cuma pandangan sekilas saja, kamu salah Ngga” kataku mencoba menjawab kata-kata Rangga yang begitu menyakitkan bagiku. Aku nggak sebaik yang kamu kira.
“Lho itu kenyataan Lan” kata Rangga
“Udahlah, nggak usah dibahas masalah itu, semoga aku bisa melepasmu dengan ikhlas, aku nggak mau jadi perusak, aku nggak pernah memikirkan bagaimana hati tunanganmu namun satu yang menjadi beban buatku, orangtua dia. Karena aku juga punya orangtua, aku mencintai mereka. Aku mengikhlaskanmu karena aku sayang sama orangtuaku. Biarlah kisah ini menjadi cerita kita, kisah dalam perjalanan hidup kita, aku belajar banyak dari kisah terlarang kita. Lebih dewasa dalam berpikir dan menghadapi semua dengan tetap ingat pada Maha Pencipta cinta di hati ini” jelasku panjang lebar.

Tak terasa hari sudah sore, kami pun meninggalkan pantai itu dengan sejuta kenangan yang menyakitkan dan segenggam tanda tanya yang melekat pada hati kita. Hanya deburan ombak yang menjadi saksi kebersamaan kita. Kutemukan dan kusimpan sesuatu yang berharga dalam hidupku, cinta tak harus memiliki dan menyakiti. Mungkin kebersamaan kita harus berakhir seiring dengan berjalannya waktu, Jalan kita sudah berbeda. Namun kisah ini tak kan mungkin hilang dalam kehidupan kita. Tuhan memberikan perjalanan yang begitu terjal dan curam untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik. Cinta buatmu Rangga, ku lantunkan lewat syair puisiku…

Hembusanmu,
Ketika angin berada di sisiku..
Terkadang tak kusadari
Karena ia berhembus dengan kasihnya hingga ku terbuai..
Ketika angin itu beranjak dariku,
Kusadari betapa ia ku butuhkan
Kini ku rindukan ia dengan segala keterbatasanku
Dan ketika mentari ku lihat..
Sampai senja datang,
Hingga bulan dan bintang
Rukun hiasi langit malam
Ku yakin ia akan datang
Hembuskan kasihnya kembali
Andai saja dia tahu,
Betapa menumpuknya rasa cinta ini,
Rindu yang tak terbendungkan dalam sanubari…
Kan kutitipkan seluruh rasa di pundak burung cicit
Bersemangatlah menerima rindu yang selalu bangkit,

Cinta ini akan jadi kenangan buat hidupku.
Maaf, aku mencintaimu, Rangga …

Cerpen Karangan: Saidatin Muniroh
Facebook: Moon Sailor

Cerpen Dua Doa merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Aku Dan Air Mata

Oleh:
“Aku mengenal luka lebih dulu sejak mengenalmu, dan kau pun merasa sakit setelah aku tak ingin mengenalmu,” Hari ini adalah hari dimana aku dengan Erwin tepatnya 3 tahun berpacaran

Terimakasih Motivatorku

Oleh:
“Besok aku berangkat” ucapku seraya menundukkan kepala, “Kapan kamu kembali?” ucap Irma sahabatku sambil menepuk bahuku yang lesu, “Mungkin 6 tahun lagi” jawabku pelan “Lama ya, bukannya saat itu

Peri Cintaku

Oleh:
Akhirnya sampai juga, batinku. Dalam perjalanan tadi sungguh menyebalkan. Seperti biasa, di tengah senja jalanan ibu kota pasti ramai dipadati pengunjung. Pengunjungnya bukan sembarang pengunjung, tapi pengunjung yang antri

Membuang Lembar Kelabu

Oleh:
Dicky “… dia… gadis yang baik” tertatih, “aku yakin dia yang terbaik, dan… dapat menjadikanmu lebih baik…” itulah kata-kata terakhir dari Syira untukku. “Tit……….” “sayang…” bisikku dengan mengelus rambutnya.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *