Simfoni Dari Sudut Desa Kecil Anambas

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Budaya
Lolos moderasi pada: 16 December 2016

Hilir mudik kerumunan masyarakat bercerai berai di sisi mulut pantai. Tawa yang diperlihatkan dengan mimik wajah yang sumringah bahagia. Diiringi dengan semilir angin pantai yang kian berhembus dari arah laut ke sisi daratan. Terilihat mesra, dedauan kelapa yang bergoyang menari-nari dari sisi kanan ke kiri. Kemudian, pasir putih kembali tehempas oleh ombak pantai yang semakin pecah memukul bebatuan kerikil yang berbaris rapi di mulut pantai. Aku, Karina, berdiri di sekeliling rumah-rumah beratapkan rumbia yang tampak asri dan damai. Terlihat kerumunan anak-anak kecil yang sembari melepas senyum gembira sembari menari-nari bersama permainan rakyat melayu gasing dengan wajah penuh kebahagiaan. Tampak pula ibu-ibu yang mengenakan baju kurung bernuansa merah marun sedang bersendau gurau bersama sembari bercerita tentang anak-anak mereka yang sedang riangnya bersantai memainkan gasing dengan tangan mereka yang bergitu cekatannya.

“Karina?”, tiba-tiba saja aku tersentak, terdengar jelas namaku dipanggil dari arah punggungku. Aku berbalik badan, jelas kulihat seseorang berlari dengan terburu-buru sembari tersenyum lebar membawa sebuah kamera di lehernya. “Karina??, akhirnya aku menemukanmu”, katanya kepadaku, seketika saja dia terlihat di depan wajahku dan tersenyum lebar. Aku memandangnya dengan senyum dan tanpa berfikir panjang, segera aku memeluknya dengan erat. Dia adalah sahabat terbaikku, dia adalah Anita sahabat terbaikku dari luar kota, yang berkunjung ke kampung dalam liburan akhir pekan.

“Hai Anita. Sungguh aku bahagia akhirnya sampai juga kamu di sini, di Desa Kecil Kepulauan Anambas. Bagaimana, berbeda bukan dengan di kota?, ya beginilah desaku Anita. Desa yang senantiasa damai dan menjaga kerukunan antar sesamanya. Selalu berpegang teguh kepada rasa persaudaraan. Bukan hanya itu, tradisi budaya melayu yang selalu senantiasa dilestarikan, dari semenjak kedua orangtuaku masih diusia anak-anak, hingga dimasa modern seperti sekarang ini. Sungguh, kampungku layaknya suatu nirwana yang indah sampai kapanpun”, kataku sembari tersenyum lebar dan memandang lepas kearah pantai seraya mengenggam tangan sahabatku Anita. “Iya Karina. Kamu benar sekali. Aku begitu bahagia bertemu dengan masyarakat yang berada di Desa Kecil Kepulauan Anambas ini. Mereka sangatlah ramah dan berkeluarga. Mereka tidak sombong dan begitu bersahabat. Di sepanjang perjalanan, mereka senantiasa menyapaku dengan ramah. Dan kamu tahu, ada satu hal yang menjadi pertanyaan di otakku. Aku, begitu tertarik dengan suatu permainan tradisi yang dimainkan oleh anak-anak di Desi Kecil Kepulauan Anambas. Permainan yang sangat unik dan sangat membuatku jadi penasaran. Permainan itu terus berputar, dengan sebuah tali yang digenggam di tangan kiri. Lihat Karin, aku sudah mengambil beberapa gambar mereka yang sedang gembiranya memainkan permainan itu”, kata Anita sembari menunjukkan sebuah gambar anak kecil yang sedang dengan bersahabatnya memainkan gasing dengan tawa mereka yang begitu lugu dan ramah. “Ohhhh, ini namanya permainan gasing Anita. Permainan ini adalah permainan asli dari budaya melayu. Dan kamu tahu, banyak para turis dari mancanegara yang ketika mereka berkunjung kemari, mereka memainkan permainan gasing ini dengan dibantu oleh para pembimbing adat dari desa ini. Bukan hanya itu, ada juga permainan adat lainnya serta budaya yang sudah mulai dikenal oleh para turis lokal maupun mancanegara. Diantaranya dari sisi budaya seninya, terdapat alat seni berupa Kompang dan Gambus. Kemudian dari permainan rakyat itu sendiri, yang mana sampai saat ini masih sangat dilestarikan oleh masyarakat di desaku, yaitu, Layangan, Congkak, dan masih banyak lagi Anita. Pokoknya, aku janji, aku akan memberikan suatu pengalaman yang indah untuk kamu, selama kamu berada di desaku”, aku berkata kepada Anita sembari tersenyum lebar dan meyakinkan dirinya.

Ketika hendak berjalan menuju ke sekitaran pantai, tiba-tiba saja, aku melihat Pak Rohim, kepala desa di desaku yang sedang dengan bahagianya berbincang-bincang bersama salah satu wisatawan asing yang sepertinya untuk pertama kalinya mengunjungi wilayah desaku, yaitu Desi Kecil Kepuluan Anambas. Beliau tampak dengan akrabnya menceritakan segala sisi yang dimiliki oleh desaku. Baik itu keseniannya, dan juga beberapa permainan rakyatnya. Aku bersama Anita mencoba melangkahkan kaki, dan menghampiri Pak Rohim dan wisatawan asing tersebut.
“Assalamualaikum Pak Rohim?, kabar baik ke?”, aku menyapa pak Rohim dengan ramah seraya bersalaman sebagai tanda hormat.
“Waalaikum salam. Sangat baik kabar bapak Karina. Sudah lama tidak berjumpe. Alhamdulillah, sebentar lagi kamu akan menjadi sarjana ye?, semoga segala ilmu yang kamu miliki, nantinya akan bermanfaat untuk kemajuan desa kita ya Karina”, kata Pak Rohim dengan semangat.
“Insyaallah, mudah-mudahan saya bisa melaksanakan amanah tersebut pak. Oh, ya pak kenalkan ini sahabat saya dari kota, dia merupakan seorang fotografer di kampus saya, sekaligus, seseorang yang akan membantu saya, untuk melaksanakan program kerja saya di dalam mewujudkan kemajuan bagi desa kita ini”, kataku dengan semangat kepada Pak Rohim. “Assalamualaikum pak. Perkenalkan saya Anita. Betul sekali kata Karina pak, insyaallah saya dan Karina berencana untuk memperkenalkan berbagai destinasi wisata yang berada di Desa Kecil Kepulauan Anambas ini agar dapat dikenal oleh masyarakat luar”.
“Wah, bagus program itu sepertinya. Bila saya boleh tahu, ape gerangan program itu nak Karin?”, Pak Rohim mencoba bertanya kepadaku, dan jelas terlihat mimik wajahnya yang begitu penasaran.
“Begini pak, program yang akan saya lakukan nantinya selama liburan semester ini, adalah pengenalan Desa Kecil Kepulauan Anambas sebagai Desa Budaya. Tentunya, saya akan memprioritaskan berbagai bentuk kesenian, makanan khas, permainan rakyat, dan juga berbagai alat kesenian tradisional yang berada di Desa kita, dan ini semua tidak akan lari dari unsur Melayu. Bagaimana bapak setuju?”, aku kembali bertanya kepada Pak Rohim, dan mencoba meminta pendapatnya.
“Saya setuju sekali dengan ide kamu nak. Dan, saya bersyukur, dikarenakan di Desa kita ini, telah muncul generasi yang beride brilliant seperti kamu. Namun, apa daya nak, ini tidak akan terwujud dengan dana yang sangat minim di Desa kita. Kamu kan tahu, anggaran dana yang dimiliki desa kita, sangatlah terbatas nak”. Benar sekali, sungguh, jikalau berkata mengenai anggaran, begitu sangatlah menyayat hatiku dan juga beberapa masyarakat di desaku. Kepedullian pemerintah yang sangatlah minim terhadap desaku, yang sampai saat ini sangatlah sulit diatasi. Belum lagi, kesejahteraan masyarakat di desaku, yang hanya bersahaja dengan hasil tangkapan lautnya yang hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Inilah yang menyebabkan, mengapa banyak sekali anak-anak di desaku, yang hanya berakhir pada jenjang SMP, dan hanya beberapa saja yang kemudian melanjutkan pada jenjang SMA. Dan, aku adalah salah satu dari sekian banyaknya anak-anak di Desa Kecil Anambas, yang kemudian melanjutkan belajar hingga di jenjang perguruan tinggi di Pekanbaru. Aku bersyukur dengan semua ini. Dengan demikian, aku dapat mewujudkan mimpi desaku, menjadi desa yang maju. “Pak Rohim, tidak usah risau. Insy allah, saya dan Anita yang akan mencari dananya untuk menyelenggarakan Pengenalan Budaya Desa Kecil Anambas. Jadi, yang harus bapak lakukan dan masyarakat disini adalah, mempersiapkan beberapa kesenian dan keperluan yang nantinya akan kita gunakan didalam mengadakan acara ini pak”, kataku dengan yakin kepada pak Rohim sembari meyakinkan beliau. Terlihat jelas, wajah pak Rohim, yang awalnya tampak risau tidak bersemangat, kemudian terlihat memerah bahagia. Dengan senyum tulusnya, Pak Rohim menyalamiku dan mengucapkan terimakasih kepadaku dan Anita.

Tepat, ketika pergantian bulan April, 1 Mei 2016. Hari yang begitu sejarah tentunya bagi aku dan juga beberapa masyarakat Desa Kecil Kepulauan Anambas. Hari dimana, berlangsungnya acara “Pengenalan Budaya Dari Desa Kecil Kepulauan Anambas”. Aku melihat, keceriaan dan kebahagiaan setia terpancar dari setiap tawa masyarakat Desa Kecil Kepulauan Anambas. Dengan penuh ramah, beberapa masyarakat Desa Kecil Kepulauan Anambas, berjoget ria sembari bersama para wisatawan lokal, dan beberapa wisatawan mancanegara, serta beberapa pejabat penting, yang hadir dalam acara pengenalan budaya di desaku. Tidak lupa pula, lagu melayu asli dari Desa Kecil Kepulauan Anambas, mereka senandungkan bersama wajah yang penuh keramahan.

3 Menit kemudian…
“Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, tentunya acara Pengenalan Budaya Desa Kecil Kepulauan Anambas, tidak akan terselenggara, jika bukan karena perjuangan dari nak Karina, dan rekannya nak Anita. Mereka berdua merupakan mahasiswi yang sedang berkuliah di jurusan pariwisata yang ada di salah satu perguruan tinggi negeri di Pekanbaru. Atas ide-ide cemerlang mereka berdualah, pada akhirnya Destinasi wisata yang selama ini ternyata telah tersimpan di Desa Kecil di Kepuluan Anambas, akhirnya telah banyak dikenal oleh beberapa masyarakat di luar, dan para wisatawan lokal maupun mancanegara. Saya sangatlah bersyukur sekali selaku Kepala Desa Kecil Kepulauan Anambas. Dan, saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Bupati, yang telah hadir untuk menyemarakkan acara ini serta terimakasih kepada para donatur dari luar kota yang telah membantu kami, didalam mewjudkan Desa Kecil Kepuluan Anambas, agar keesokan harinya, dapat terwujud menjadi Desa Wisata di Provinsi Riau.
Dan, terakhir, berdasarkan kesepakatan bersama yang telah saya lakukan bersama nak Anita, nak Karina, dan juga masyarakat di Desa Kecil Kepulauan Anambas, saya ingin menjadikan hari ini tepatnya tanggal 1 Mei 2016, sebagai (Hari Ulang Tahun Desa Kecil Kepulauan Anambas)”. Setelah Pak Rohim menyampaikan kata sambutan yang diiringi oleh beberapa ucapan terimakasih, terdengar jelas riuhan tepuk tangan dari beberapa tamu dan juga masyarakat Desa Kecil Kepulauan Anambas yang terlihat bahagia. Inilah kisah dari desaku, Desa Kecil Kepuluan Anambas yang banyak menyimpan beberapa Simfoni yang begitu indah dan penuh makna kehidupan di dalamnya.

SELESAI

Cerpen Karangan: Aisyah Nur Hanifah
Facebook: Aisyah Nur Hanifah (nur)
Hy salam kenal ya, ini sekilas tentang cerita fiksi yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat di pulau anambas. Semoga menjadi inspirasi 🙂

Cerpen Simfoni Dari Sudut Desa Kecil Anambas merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Agungnya Desaku

Oleh:
Hidup di tengah-tengah desa yang masyarakatnya masih memegang teguh kepercayaan sejak dulu, yang masih kental kebudayaannya sampai sekarang tidaklah luntur membuat Dhuan harus mengikuti semua peraturan-peraturan, mitos atau kebiasaan

Siti Nurbaya Hidup Lagi

Oleh:
40 tahun yang lalu, ada gadis bernama Siti. Nama panjangnya Marsiti. Satu kata saja. Menurutnya, dia rupawan. Dan itu memang benar. Dia kembang desa. Banyak orang terpesona dengan wajahnya

Marwah Negeri Tanah Melayu

Oleh:
Manusia tamsilkan panas dan hujan permainkan hari suka dan duka permaianan hidup akhirnya tiada daya menentang maut, rusa mati rumput subur namun patah tumbuh hilang berganti, kayu-kayu besar-kecil terhampar

Perubahan Key

Oleh:
Tinggalah dua orang gadis kembar bernama Rey dan Key namun mereka berbeda sifat. Rey memiliki sifat yang ramah sedangkan Key tidak. Orangtuanya meninggal satu tahun yang lalu, sejak saat

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *