Haruskah Aku Menunggu?

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam)
Lolos moderasi pada: 25 March 2015

Aku berjalan ke arah barat, menuju gedung besar yang merupakan perpustakaan di kampus itu. Dengan fasilitas yang dilengkapi dengan internet itu. Lalu kumasuki ruangan itu, aku langsung menuju lantai dua untuk menyelesaikan tugasku yang begitu menumpuk. Kepalaku terasa berat. Tidak mudah memang menjadi seorang mahasiswa dengan jurusanku ini. Teknik Informatika. Ingin mengikuti jejak si pakar Bill Gates. Hmm… Sungguh mengagumkan.

Aku masih memandangi kode-kode aneh yang ada di buku itu. Sesuatu yang aneh, tapi sangat menakjubkan. Tetapi juga kadang otakku buntu karena kode-kode itu.
Selesai tugasku ku kerjakan, aku lalu beranjak menuju fakultasku. Waktu yang menunjukkan pukul 11.45 itu membuatku dengan cepat melangkahkan kakiku. Ingin segera kuselesaikan Asistensi laporanku yang kubuat dengan penuh perjuangan dan kerja keras, sampai-sampai terkadang aku tidak tidur semalaman. Ya, begitulah caraku, begitulah yang aku lakukan agar mendapatkan nilai IPK yang memenuhi syarat.

Aku sampai di halaman fakultasku. Dengan terburu-buru kulangkahkan kakiku, ada rasa bersemangat dalam hatiku. Ya, karena laporanku sudah kuselesaikan. Meski aku tahu, masih banyak laporan-laporan selanjutnya. Dan, saat itu aku melihat seseorang. Tidak asing. Ya, aku mengenalnya. Dari jauh ada goresan senyum yang terpancar dari wajahnya. Membuatku membalasnya dengan senyumku. Seseorang yang kadang membuatku tersenyum sendiri. Tapi, juga menggores dilema di hatiku. Aku hanya merasa tidak pantas untuk mengagumi orang ini. Hmm… Lucu ya hidupku? Penuh dengan kebimbangan. Tapi tetap kuhadapi dengan suatu keyakinan bahwa rencana Allah itu selalu indah.
“Waahh… sudah terlambat?”. Ucapnya yang mungkin mengira aku terburu-buru karena terlambat masuk kelas.
“Tidak, terlalu bersemangat untuk asistensi”. Ucapku.
“Oh ya? Sudah yakin akan diasistensi?”. Tanyanya lagi.
“Tentu saja…”. Ucapku sambil berlalu.
Langkahku semakin jauh darinya.

Oh ya, orang ini. Yang kadang aku juga tidak mengerti keadaan hatinya.
Sulit ditebak, karena terkadang dia membuatku selalu tertawa, tapi terkadang dia juga seperti lukisan yang diam tidak bersuara dan hanya bisa dilihat. Sulit sekali mengetahui sesuatu tentang dirinya. Begitulah dia, tidak pernah mau bercerita tentang hati dan hidupnya. Si tertutup.
Seperti kisah perahu kertas, dia memberikan inspirasi untuk radar. Haha… Kuberi nama “Radar Gumiho” dengan menaikkan dua jari, telunjuk dan tengah. Sungguh sebuah lelucon. Ya, dia memang dekat, tapi aku merasa dia sangat jauh. Bahkan aku bisa melihat senyumnya setiap hari, tapi semakin aku melihatnya dia serasa semakin jauh. Mungkin aku hanya merasa tidak penting untuknya. Kini aku sedang memikirkannya, dia sedang apa ya? Oh ya? Apa dia masih penasaran dengan cerpenku lagi? Hmm… aku tidak tahu. Tapi, kurasa cerpen ini tidak perlu untuk dibaca. Aku hanya takut dia tidak merasa nyaman nanti. Ya Tuhan… aku harus apa? Aku harus bagaimana?

“Selamat datang di Indomaret… Selamat belanja…!!”. Itu kata yang selalu dia ucapkan ketika aku datang. Hmm… dasar si pelawak, apa dia pikir dia itu kasir Indomaret yang tiap hari selalu menunggu pelanggan yang datang?

Hari ini aku melihatnya lagi. Dengan jas almamternya itu. Sebelumnnya aku tidak melihatnya, tapi ada seseorang yang memanggil namanya. Ku palingkan wajahku ke arah suara itu, dan ternyata itu memang dia. Hmm… senyumnya itu, aku menjadi seperti orang gila yang tertawa sendiri saat mengingatnya, aku seperti punya hidup sendiri. Menyukainya? Ya, sepertinya aku benar-benar menyukainya. Sudah kusadari, tapi sepertinya baru kali ini aku merasakannya begitu… hmm, aku tak tahu. Tapi, aku sangat senang melihatnya, seperti semua masalah-masalahku hilang dan sirna begitu saja hanya dengan goresan senyumnya. Aneh, tapi itulah yang aku rasakan. Tapi, apakah dia sama denganku? Apakah dia juga merasakan hal yang sama? Dan apakah aku pantas untuk ini? Dilema, aku benar-benar dilema dengan perasaanku sendiri.

Di dalam angkutan umum, ketika aku duduk di tempat paling belakang dan memandangi jalan raya dan pengendara motor dan mobil itulah aku mengingatnya lagi. Disaat dia pernah duduk di tempat paling belakang waktu itu, memandangi jalan raya dan pengendara motor dan mobil yang ada di belakang dengan tatapan kosong.

Sepatu nomor 42? atau 43? aku sudah sedikit lupa dengan ini. Warna hitam dengan corak biru, dan biru adalah warna kesukaanku.
“Bagaimana dengan yang ini? Apakah bagus?”. Tanyanya padaku.
“Ya, itu bagus. Warna biru itu, aku suka”. Kataku
Hari itu, aku hanya kebetulan pergi dengannya, membeli sesuatu yang penting untukku. Dan hari itu dia juga ingin membelinya, membeli sepatu itu.

Lagi-lagi ketika aku memasuki Indomaret, aku juga teringat padanya saat si kasir disitu berucap “Selamat Datang di Indomaret…! Selamat Belanja…!”. sungguh perasaanku yang rumit ini. Saat aku keluar dari tempat itu, aku juga melihat penjual martabak bandung yang lagi-lagi membuatku mengingatnya. Dia sepertinya sangat menyukai makanan itu. Seperti semuanya mengingatkanku padanya. Entahlah, tapi semakin aku mengingatnya, sepertinya aku merasa semakin ingin melupakan semua ini. Tapi aku tidak bisa… Ya Tuhan, apakah aku terlalu jujur? Password handphone-ku sekarang dengan namanya, password Laptop-ku juga namanya yang kubuat dalam bahasa Jepang, password facebook-ku juga dengan tanggal lahirnya? Ya Allah, apa aku telalu berlebihan? Dasar bodoh memang aku ini, pikirku.

Bahkan, aku ingat, aku pernah memikirkannya hari itu. Yang membingungkan bukannya kenapa aku memikirkannya? Tapi pukul berapa aku memikirkannya? Pukul 00.23, aku tiba-tiba seperti merindukannya. Aku terus mengingatnya, apa dia tahu? Aku merindukannya saat ini. Kukirimkan pesan singkat untuknya, tapi dia tak membalasnya… Apa dia tahu? Sekali saja, cukup sekali saja dia membalas pesanku aku bisa tersenyum sepanjang hari. Dan pada saat aku membuka kunci tombol handphoneku, orang yang aku ingat adalah dia. Aku ingat ketika dia mencoba membukanya, padahal aku tidak pernah memberitahunya password-nya yang berbentuk pola segi empat itu. tapi aku begitu kaget ketika tiba-tiba dia bisa membukanya. Hmm… aku juga teringat padanya ketika aku lewat di depan gang kontrakannya saat akan pergi atau pulang kampus. Itu pasti lucu ya? Tapi, aku benar-benar sedang memikirkan dia sekarang. Dan aku tidak tahu, apa dia memikirkanku atau tidak?

ADVERTISEMENT

Yang aku ingat ketika hari itu, aku bertemu dengannya di fakultas. Dia tersenyum lagi ke arahku. Hatiku bergumam, seakan mendapati sesuatu yang berharga.
“Masuk ujian jam berapa?” Tanyanya.
“Baru saja keluar”. Jawabku.
“Oh, sudah keluar ternyata”.
“Iya”.

Kata-katanya selalu kuingat, hmm… betapa anehnya aku. Tapi, apakah aku harus terus begini? Mengagumi seseorang hanya dalam diamku. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Mencintaimu apakah harus menunggu?

Cerpen Karangan: Nurul Hidayah
Blog: nurul_hidayah29.blog.com

Cerpen Haruskah Aku Menunggu? merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Bintang Tak Tergapai

Oleh:
Langit. Langit biru cerah di pagi hari ini menyambutmu dengan harap bahagia. Awan. Awan putih suci menggambarkan suasanamu hari ini. Mentari yang bersinar pun kini telah menaungi segala cerita

Cinta Yang Tak Terbalaskan

Oleh:
Nama saya indah saya kelas 2 sma 2. Cerita ini bermulai sewaktu pramuka wajib kelas 11 hari sabtu setelah pulang sekolah, sewaktu pramuka itu kami murid kelas memasuki kelas

Maafkan Kecuranganku Dalam Friendzone

Oleh:
Duapuluh tahun bukan kurun waktu yang singkat dalam pertemanan. Antara aku dan dia teman masa kecilku, Projo. Dari masa taman kanak-kanak sampai saat ini usia seperempat abad kami masih

Feelings Are Not Delivered

Oleh:
Bel pulang sekolah pun berbunyi “kringgg…”, semua murid berteriak dengan girang. Tetapi aku hanya terdiam karena gugup. Entah kenapa, jantung ini terasa berdebar sangat kencang, dan Ingin rasanya untuk

Tolong Matikan Perasaan Ini

Oleh:
“Tolong matikan perasaan ini” Aku mengucapkan kalimat itu kepada orang yang sudah MENGHIDUPKAN PERASAAN. Aku bisa melihat saat ini dia bingung tidak mengerti, wajar dia sendiri tidak tahu dengan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Haruskah Aku Menunggu?”

  1. Mega Ranisa says:

    izin share ya cerpennya karena bagus :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *