Jodoh Tak Akan Tertukar
Cerpen Karangan: Andromeda ALKategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 22 November 2017
Sejauh apapun terpisahkan, jika jodoh tetaplah jodoh. Akan selalu ada takdir yang mempertemukan. Tak pernah bisa mengelak, jika Allah yang berkehendak. Jodoh akan tetap bersatu. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar.
Juli 2006
Berbeda dari biasanya. Malam minggu ini, Nana hanya berdiam diri di dalam kamar. Ini pertama kalinya ia tak diajak berkencan oleh kekasihnya, Aziz. Bahkan, lelaki itu tak ada kabar sejak pagi.
Hatinya resah menunggu. Kegalauan menimpa dirinya. Banyak pesan ia kirim ke nomor lelaki itu, tapi tak ada satu pun yang mendapat balasan darinya. Berulang kali ia meneleponnya, tapi tak ada jawaban.
Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Tapi, matanya tak jua bisa terpejam. Ia mengambil ponselnya. Lalu ia ketikkan pesan yang akan ia kirim ke nomor kekasihnya.
“Sayang, kamu kenapa? Jangan mendiamkanku seperti ini. Jika ada masalah, kita bicarakan baik-baik. Good night, sayangku. Tidur yang nyenyak ya!”
Send. Pesan itu terkirim. Ia kembali mencoba memejamkan matanya. Hatinya yang sudah sedikit damai, membuatnya bisa tertidur.
Sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Nana berjalan di koridor sekolah dengan kepala menunduk. Ia tak mau orang lain melihat keadaan cukup aneh di matanya yang tertutup kacamata. Menangis semalaman hingga tertidur membuat matanya berkantong hitam. Meski ia mengenakan kacamata, kantong hitam di matanya tetap nampak.
“Na,” panggil sahabatnya, Vina begitu ia masuk ke dalam kelas.
Ia mendongakkan kepalanya. “Na, astaga Nana! Kau baik-baik saja kan?” Seru Vina -terkejut saat melihat matanya.
“Ya. Lebih baik dari kemarin,” ujarnya singkat.
Vina mengangkat alisnya -tak percaya.
“Bagaimana dengan matamu itu?” Tanya gadis itu khawatir.
“Mataku memang tak baik-baik saja. Tapi, percayalah! Ini jauh lebih baik dari kemarin,” jawab Nana sedikit sebal dengan pertanyaan sahabatnya.
“Baiklah. Apa kau ada masalah dengan kak Aziz?” Tanya sahabatnya pelan.
Oh no! Ya Tuhan! Mengapa nama lelaki itu diungkit-ungkit lagi?
“Aish! Aku sudah putus dengannya,” jawabnya ketus.
“Kok bisa?” Vina menatapnya tak percaya.
“Ya, bisalah! Orang idup aja bisa mati,” jawabnya asal.
Vina berdecak kesal mendengar jawabannya.
“Itu kan takdir!”
“Nah, yang ini juga takdir!” Serunya tak mau kalah.
Oktober 2013
Seorang gadis berjalan di trotoar, dengan jilbab putihnya yang berkibar tertiup angin. Ia baru saja pulang dari kantor tempatnya bekerja. Di tengah perjalanan, tiba-tiba handphonenya berdering.
My Mom is calling …!
Ia langsung menerima telepon dari ibunya.
“Ya, Ma? Apa? Sekarang? Nana masih di jalan nih, Ma. Tunggu sebentar lagi tak apa kan? Oke. Waalaikumsalam.”
Klik. Telepon dimatikan oleh ibunya. Ia mempercepat langkahnya, agar segera tiba di rumah. Mama memberitahu ada tamu yang memiliki sedikit urusan dengannya.
Tampak di halaman rumahnya ada sebuah mobil yang asing di matanya. Ia yakin itu adalah mobil tamu yang dikatakan Mama-nya di telepon.
“Assalamualaikum,” salamnya sebelum masuk.
Napasnya tercekat melihat tamu yang datang. Buru-buru ia masuk dan menaiki tangga -kabur menuju kamarnya. Tapi, terlambat. Mamanya sudah terlanjur menangkap basah kehadirannya.
“Waalaikum salam. Eh, Nana-nya udah datang. Gabung sini dulu, Na!” Panggil Mama-nya sambil melambaikan tangan.
Mau tak mau, ia mendekat dengan kepala tertunduk -malu melihat mereka.
“Na, kenalin ini Tante Intan, temennya Mama. Yang itu Om Reza, suaminya Tante Intan. Dan yang paling ganteng itu Aziz, anak pertama mereka,” Mama menunjuk tamunya satu persatu.
Ia menyalami Tante Intan, dan Om Reza. Lalu menangkupkan tangannya pada Aziz. Jangan tanya, Aziz ini adalah mantan pacarnya saat SMA dulu. Dan apa kata Mamanya tadi? Aziz yang paling ganteng? Hatinya tak bisa mengelak pernyataan itu. Ia akui, Aziz memang tampan.
“Saya Nana, Om, Tante,” ujarnya -memperkenalkan diri.
Ya, gadis itu adalah Nana. Ia sengaja tak menyebut Aziz saat memperkenalkan dirinya. Ia yakin, lelaki sudah mengenalnya.
Ia menoel-noel lengan Mamanya -memberi isyarat bahwa dirinya ingin segera pergi dari sana. Namun rupanya, kode itu tak bisa diartikan oleh sang Mama.
“Kau ini kenapa sih, Na? Dari tadi kok tak bisa diam. Malu dikit kek, sama tamu kita tuh,” Mama menatapnya bingung.
Ia menepuk dahinya.
‘Mama gagal paham.’ Ia membatin.
Dapat ia lihat, di seberang sana, bibir Aziz berkedut-kedut menahan tawa. Ia yakin lelaki itu sudah memperhatikan dirinya sejak tadi. Matanya melotot tajam menatap lelaki itu. Berhasil. Lelaki itu bungkam seketika. Bibirnya tak lagi berkedut. Ia kembali menatap Mamanya.
“Ma, Nana ke atas dulu ya!” Pamitnya lalu ngacir menaiki tangga -kabur- menuju kamarnya.
Mama beserta para tamu melongo dibuatnya. Kemudian, mereka kompak terkekeh geli melihat kelakuan anak gadis Azzalea.
Nana kembali dalam keadaan yang lebih segar dari sebelumnya. Pakaian kerjanya sudah berganti dengan gamis ungu, dengan jilbab yang senada. Ia kembali duduk di samping Mamanya. Sedangkan Papanya masih berada di Amerika.
“Baiklah. Untuk mempersingkat waktu, akan segera kami sampaikan tujuan kami bertamu pada kalian,” Om Reza menatap Nana dan Mamanya satu per satu. Lalu menatap anaknya sendiri yang tampak gugup.
“Sebelumnya, saya meminta maaf bila kedatangan saya beserta orangtua saya membuat Tante dan Nana terkejut.” Aziz menghela napasnya sebelum melanjutkan.
“Tujuan utama saya dan orangtua saya datang adalah untuk melamar anak gadis Tante Azza yang bernama Nasya Abira Zahida atau Nana,” Aziz sukses mengucapkan kalimat itu dalam satu tarikan napas.
Nana? Jangan tanya. Gadis itu sudah panas dingin di tempatnya. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya meremas gamis yang ia kenakan. Kepalanya tertunduk. Keringat dingin mengucur di keningnya. Gugup melandanya.
“Saya serahkan semua keputusan pada anak saya,” ujar Mama lalu meraih tangannya dan menggenggamnya–memberi kekuatan -seolah mengerti kegugupan yang sedang melandanya.
Ia menarik napasnya dalam-dalam. Lalu menghembuskannya perlahan untuk mengurangi kegugupannya. Ia mengangkat kepalanya perlahan. Lalu kembali menunduk saat Aziz menatapnya.
“Bagaimana, nak?” Tanya Om Reza–meminta jawaban.
Ia kembali mengangkat kepalanya.
“Bismillah. Lamaran ini, tidak saya tolak.” Ujarnya tegas dan mantap.
Dapat ia lihat, semua orang -termasuk lelaki itu- sempat menahan napas mendengar kata ‘tidak’ terucap dari bibirnya. Namun detik berikutnya, mereka kompak bersyukur dan bernapas lega mendengar jawabannya.
September 2015
Tak terasa, sudah hampir dua tahun usia pernikahannya dengan Aziz. Hari ini, ia beserta suami dan anaknya, akan pindah ke rumah baru mereka. Rumah mereka sudah selesai dibangun sejak seminggu yang lalu. Tapi, mereka baru pindah hari ini, dikarenakan Mamanya yang masih ingin bersamanya lebih lama.
Ia membuka lemari bukunya. Mencari-cari buku yang penting untuk dibawa ke rumah baru. Namun, pandangannya tertuju pada sebuah amplop yang berada di bagian tersembunyi dalam lemarinya. Bagian yang hanya berisi dokumen-dokumen rahasia miliknya. Ia teringat, amplop ini berisi surat dari Aziz saat memutuskan hubungan mereka.
Ia membaca kembali surat dari lelaki itu. Sudut bibirnya terangkat saat membaca tiga paragraf terakhir yang ditulis suaminya.
“Jangan menangis. Aku tak suka ada air mata yang mengotori wajah cantikmu. Aku melepasmu bukan berarti aku tak mencintaimu. Tapi, karena aku terlampau mencintaimu, aku tak ingin cinta ini menyesatkan kita berdua.
Percayalah. Sejauh apapun terpisahkan, jika jodoh tetaplah jodoh. Akan selalu ada takdir yang mempertemukan. Tak pernah bisa mengelak, jika Allah yang berkehendak. Jodoh akan tetap bersatu. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar.
Jika memang kau mencintaiku, maka bersabarlah. Jikalau Allah menghendaki pertemuan kita kembali, maka aku akan datang untuk melamarmu tujuh tahun lagi. Di saat aku telah memantaskan diri menjadi pendampingmu.”
Ia masukkan kembali surat itu ke dalam amplopnya. Lalu, ia masukkan ke dalam koper yang akan dibawanya ke rumah baru.
“Kau benar,” ujar Nana sambil menyandarkan kepala di dada suaminya. “Jodoh tetaplah jodoh. Karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar,” lanjutnya mengulang kalimat dalam surat itu sambil menatap Aziz yang tersenyum manis padanya.
Lelaki itu mengecup keningnya. Sedangkan anak mereka sudah tertidur sejak tadi. Dan tentu saja, itu membuat Aziz bahagia, karena ia mempunyai waktu untuk berduaan bersama istri tercintanya.
“Ya. Dan aku katakan sekali lagi. Bukan aku yang memilihmu, tapi Allah memilihmu untuk aku cintai,” ujarnya sambil menatap wajah cantik istrinya tanpa merasa bosan.
“Aku sangat bersyukur ketika Allah memilihmu untuk menjadi imamku,” wajah istrinya terlihat berseri-seri ketika mengatakannya.
“Aku pun sangat bahagia dengan wanita shalihah pilihan-Nya,” wajahnya sendiri tak kalah berseri-seri dari wajah istrinya.
Kedua insan itu tersenyum dan bertatapan dengan tatapan penuh cinta, yang mengundang Allah untuk menurunkan rahmat-Nya kepada mereka.
Cerpen Karangan: Andromeda AL
Facebook: Alesha Andromeda
Cerpen Jodoh Tak Akan Tertukar merupakan cerita pendek karangan Andromeda AL, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Suratan Takdir Allah Untuk Ku
Oleh: Ranita Nurul LailySendiri aku malam ini bagai bintang tak menemani rembulan. Ku bersandar di batu nisan yang akan menuliskan namaku esok nanti. Ku menatap langit, “Subhanallah begitu indah ciptaanmu ini.” Ku
Love You Good Bye
Oleh: Prapti Ayu NingrumAku merindukanmu Hanya itu yang ingin gadis itu sampaikan. Gadis yang kini berdiri dengan mata nanar di koridor sekolahnya, membiarkan rambut tergerainya berantakan akibat terpaan angin yang berlalu lalang
Antara Adik dan Calon Istriku
Oleh: Choirul ImroatinAku sudah menjalin hubungan yang serius dengan Rio. Dia berjanji akan menikahiku jika aku sudah wisuda nanti. Dia sangat serius ingin menjadikanku istrinya. Aku pun bersyukur bisa mengenalnya dekat.
Love Is Hurricane
Oleh: JejeKetika doa-doa lirih menguap, menuju arasy dari hati Aslan, ia menatap bulan dan pernak-pernik langit yang sempurna itu, mengagumi betapa Allah piawai menciptakan sesuatu. Namun tiba-tiba alam pikirannya dibuyarkan
Separuh
Oleh: Miga Imaniyati“Malam ini hari lahirmu..” Katamu mangingatkan bahwa usiaku telah tepat 21 tahun. “Kita akan melakukan seperti biasanya.” Katamu lagi memancingku untuk bersuara. Aku hanya tertunduk seolah memandang kue kecil
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply