Sepenggal Kisah di Mekarsari

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 14 October 2013

Gema adzan subuh menggema meneyelimuti seluruh perkampungan Mekarsari, mataku perlahan terbuka dengan lantunan ajakan kemenangan tersebut… aku sendiri merasa tenang-tenang saja karena saat ini aku sedang libur dari kewajibanku. “Nur, cepat bangunkan ifal” suara ibu terdengar dari ruangan depan. “ya bu” sahutku sembari segera ke kamar ifal. Kulihat ifal masih berada di alam mimpinya. “fal bangun”, kataku sembari membuka selimutnya. Setelah bersusah payah akhirnya ifal segera ke kamar mandi dengan mata yang masih terkantuk-kantuk. Inilah kegiatan kami sehari-hari, Setelah bapak meninggal 4 tahun lalu, ibu dan aku lah yang berusaha keras mendidik Ifal terutama pendidikan agamanya.

“ibu sudah selesai solatnya?” tanyaku yang sedang menyiapkan sayur lontong seperti biasa. Ibu hanya tersenyum simpul dan mengambil alih pekerjaanku. “ibu mau minta tolong sekalian kamu berangkat ke sekolah, ibu titip ini untuk bu RW ya!” ucap ibu sambil menyiapkan beberapa bungkus sayur lontong lengkap dengan kerupuknya. “ya bu, tapi kenapa hari ini pesenan bu RW lebih dari biasanya?” tanyaku penasaran. “entahlah, kemarin kata bu RW aka nada tamu di rumahnya, sepertinya tamu dari jauh karena sampainya pagi sekali”. Tutur ibu panjang lebar, aku hanya mengangguk-anggukkan kepala.

Aku berangkat dengan keranjang lontong yang cukup besar di tanganku, semilir angin mempermainkan jilbab ku ke kanan dan ke kiri, sesekali menghalangi pandangan ku. Cuaca dingin pagi hari di Mekarsari menusuk tulangku, sengaja ku berlari lari kecil menelusuri parit yang cukup lebar untuk menghangatkan badan. “Subhanallah” betapa sejuknya gumamku dalam hati sembari memandang Ciptaan Rabb yang begitu indah di mataku. Samar-samar rumah bu Rw terlihat dari kejauhan, benar saja ada satu mobil yang terparkir di depan rumahnya. “tamu dari kota rupanya” gumamku dan sengaja memacu langkahku lebih cepat.

“Assalamu’alaikuum! Bu” sapaku sesampainya di sana. Bu RW tersenyum ramah menghampiriku, “wa’alaikum salam neng Nur sudah datang”. Sapanya. Aku hanya tersenyum dan menyalami bu RW. Kulihat di dalam ada Ida dan Ibunya yang sedang bersilaturahmi, “ayo neng masuk dulu, silaturahmi dulu ada anak ibu yang baru datang dari kota bersama keponakan-keponakan ibu” ajak bu RW. Aku masuk ke dalam dan langsung menghampiri Ida. “Ida juga disini?” tanyaku ramah. Ida hanya tersenyum.. Bu RW segera mengenalkanku dengan putra dan keponakan-keponakannya. “ini Andi anak Ibu dan mereka adalah keponakan-keponakan ibu, kata bu RW memperkenalkan mereka semua. Segera kutundukan mataku ketika sadar laki-laki itu memandangku, hal sama pun ternyata sedang dilakukan Andi. Kami hanya bersalaman dari jauh, “Alhamdulillah ternyata di dunia ini masih ada seorang ikhwan yang masih memegang teguh syari’at islam” gumamku dalam hati.

Aku segera pamit dari rumah bu RW karena harus segera pergi ke sekolah tempat ku mengajar. Dan Ida juga menyusulku. 2 tahun ini al hamdulillah aku sudah menjadi SUKWAN di SMP Mekarsari II, berkat usahaku yang sederhana ini aku bisa membantu keuangan di keluargaku terutama kebutuhan Ifal adik semata wayangku.

Aku pun berangkat bareng ida ke Sekolah karena kami sama-sama menjadi Sukwan disana. Sepenjang perjalanan Ida tak henti-hentinya memuji kang Andi. “ukhti, kang Andi ganteng juga ya” ucap Ida melirikku. “Alhamdulillah ukhti” ucapku singkat tanpa tahu maksud ucapan Ida, “bagaimana menurut ukhti kang andi cocok gak ya dengan Ida?” Tanya Ida lagi, aku hanya tersenyum mendengarnya. “insya Allah, jika Allah menakdirkan kang Andi dengan Ida pasti cocok” jawabku tersenyum. Ida terlihat senang dengan jawabanku.

Setelah upacara selesai, Pak Badrun Kepala sekolah mengumpulkan semua guru di ruang kantor, termasuk aku dan juga Ida. Kami semua penasaran dengan pengumuman Kepala Sekolah. Ternyata pak kepala mengumumkan kalau mulai hari besok akan ada guru baru dari kota yang di alih tugaskan ke sekolah ini, yakni sekolah SMP MekarSari II. Semua pun merasa penasaran siapa guru tersebut.

Seperti biasa, pukul 15 sore aku pergi ke masjid untuk mengajar mengaji sekalian salat ashar berjama’ah di sana. Kegiatan Ini sudah berlangsung kurang lebih 5 tahun. Yah, itung-itung bersodakoh jariah dengan ilmu yang kupunya. Anak didik pengajianku Alhamdulillah ada 15 orang, dan terkadang Ida juga datang untuk membantu. Waktu Ashar pun tiba, suara Adzan perlahan mulai berkumandang, suara nan merdu menghipnotis setiap pendengar yang ada, suara yang masih asing di telingaku. “Ya Allah Maha Sempurna Engkau dengan segala ciptaanmu.” Gumamku perlahan dalam hati. Rasa penasaran menuntunku untuk melihat sosok yang sedang mengalunkan suara merdunya itu, hatiku terpana karena ternyata itu adalah suaranya kang Andi. Ida yang baru datang langsung nyerocos. “kang andi itu ya, udah pinter, tampan, soleh, suaranya bagus lagi”. Ucapnya terpesona. Hatiku membenarkan kata kata Ida, tapi segera kutepis perasaan itu, “astagfirullah ini adalah RumahMu ya Allah tapi hatiku malah bermaksiat KepadaMu”. Aku segera menepis pengaruh ucapan Ida jauh-jauh.

Hari rasa penasaran seakan merayapi setiap hati orang-orang di Sekolah Mekarsari, termasuk aku dan juga Ida. Alangkah terpananya aku bahwa ternyata guru baru yang di maksud itu adalah kang Andi, ya kang Andi tersenyum kepada kami berdua. “bagaimana kabarnya kang andi?” sapa Ida tiba-tiba. “Alhamdulillah baik, sebaliknya kabar neng Ida dan juga neng Nur bagaimana?” jawab Kang Andi. “Alhamdulillah baik” jawabku dan Ida hampir berbarengan.

Ada sesuatu yang merasuki hatiku, ya perasaan yang tak menentu serta gemuruh yang begitu dahsyat menghujam jantungku, hanya istighfar yang mampu aku lakukan dalam hati yang masih bergejolak ini. “Ya Rabb bimbinglah hatiku agar tak terpedaya dengan semuanya ini, hamba hanya ingin mencintai sesuatu karenaMu dan ingin membenci sesuatu juga karenaMu, Ya Rabb jika memang Engkau menakdirkan kang Andi menjadi Imamku hamba mohon jagalah ia untuk tetap taat kepadaMu serta janganlah biarkan perasaan ini menjadikan hamba lalai dariMu ya Rabb..” begitulah sepenggal do’a yang selalu ku lantunkan dalam setiap sujud malamku.

ADVERTISEMENT

Setelah kang Andi mengajar di SMP Mekarsari, banyak guru-guru wanita baik yang masih lajang atau yang sudah berkeluarga pun sangat menyukai kang Andi, hampir semuanya mencoba kenal dekat dengan kang Andi. Namun, karena Kang Andi cukup kuat memegang syari’at agama, hal itu tidak menjadikkan imannya Andi lemah, cinta kang Andi kepada Rabbnya begitu kuat, dan hal itulah yang sangat kusukai darinya. Ida merasa sudah kehilangan ide untuk mendekati kang Andi, ia bercerita kalau kang Andi susah sekali untuk diajak berteman, dan alasan yang sama yang selalu dilontarkannya, yaitu “bukan mahrom”. Aku hanya tersenyum mendengar penuturan Ida.

Hari ini seperti biasa aku mengantarkan lontong sayur pesanan bu RW. Ku tetapkan niat dalam hati kalau aku datang hanya untuk membantu ibu dan segera menepis keinginan untuk melihat kang Andi. “assalamu’alaikum” ucapku setelah tiba di depan pintu rumah bu RW. “wa’alaikum salam” sebuah suara yang tak asing terdengar dari dalam. ternyata kang Andi yang membuka pintu, hatiku terkesiap namun aku berusaha menepis perasaan itu saat ini. “Apa bu RW ada?” tanyaku pada kang Andi. “ibu sedang ke pasar, ada perlu apa neng?” ucap kang Andi ramah, aku menyerahkan lontong sayur ke kang andi dan bilang kalau itu adalah pesanan bu RW, “terimakasih neng” Kang Andi menerima kresek lontong tersebut. Aku segera pamit dari rumah kang Andi karena tidak enak kalau hanya berdua saja dengan kang Andi, dan kelihatannya kang Andi mengerti kesungkananku berada di sana.

Malam harinya aku kembali memohon kepada Rabbku, tentang jodohku, yah inilah ikhtiarku, berdo’a dan memperbaiki diri untuk lebih dekat dengan Rabbku. Semoga dengan ini Allah akan memberikan pendamping yang mampu membimbingku di jalanNya untuk menuju JannahNya yang Mulia. Dan setiap kali aku berdo’a sosok kang Andi selalu saja muncul dalam benakku.

Pagi-pagi sekali Ida menelpon ku sembari menangis, ia curhat kalau lamarannya di tolak oleh kang Andi, aku sedikit kaget mendengar Ida dan keluarganya senekat itu. Ida bilang sepertinya kang Andi menyukai Ida tapi ternyata tidak, suara Ida begitu pilu di ujung telpon sana. Ada sesuatu yang melegakan dalam hatiku ketika mendengarnya, tapi aku juga merasa tak enak kepada Ida dengan munculnya perasaan itu. “wanita secantik dan sebaik Ida saja tidak mampu merebut hati kang Andi, apalagi aku yang hanya wanita sederhana ini” gumamku dalam hati.

Aku kembali berpapasan dengan kang Andi di mesjid, seusai salat ashar berjama’ah. kami hanya bersalaman dari jauh. “Neng Nur masih rajin saja ya” ucap kang Andi sembari tersenyum. “terimakasih kang, ini bukan apa-apa kang kalau dibandingkan dengan ibadahnya para sahabat Rasul dulu” jawabku malu. Kang Andi hanya tersenyum mendengar penuturanku, sebelum pergi kang Andi berpesan kalau mengajar anak-anak memang membutuhkan kesabaran yang ekstra, “insya Allah, neng Nur bisa mengatasinya” ucap kang Andi kemudian pamit. Entah mengapa ucapan kang Andi menambah semangatku untuk mengajar ngaji anak-anak, bukan hanya karena Kang Andi yang mengucapkannya tapi karena aku merasa ini adalah Perintah dari Allah lewat kang Andi.

Hari ini aku bertemu dengan Ida untuk terakhir kalinya, ida dan keluarganya akan pindah ke Bekasi di kediaman lamanya dulu, aku merasa cukup sedih karena Ida memang satu-satunya temen dekatku. Setelah mendapat ijin dari ibu, aku mengantar Ida sampai ke terminal tak jauh dari kampungku. Aku membonceng Ida dengan sepedah lamaku. Aku berpesan kalau Ida jangan sampai lupa untuk menelponku, Ida hanya mengangguk saja. Aku tahu Ida pasti trauma dengan kejadian waktu lalu, saat ia di tolak oleh kang Andi. Namun aku tak ingin mengungkit kembali masalah itu dan membuat Ida semakin sedih. Aku pun hanya memandang bus yang di tumpangi Ida dan keluarganya menjauh dari tempatku berdiri.

Ku bonceng kembali sepeda lamaku, menelusuri jalan yang tidak terlalu lebar dan berbatu, jilbab merah mudaku menari-nari seolah menghibur hatiku yang gundah, kupandang langit yang tak lagi menampakkan cerah birunya, hanya mendung yang terlihat seakan mengerti perasaanku. Tiba-tiba saja sesuatu menghantam sepedaku dengan sangat keras, aku terpental ke pingir jalan, kurasakan lemas di sekujur tubuhku, samar-samar kulihat sebuah motor yang tergelatak bersama pengemudinya, dengan tertih-tatih orang itu menghampiriku, tapi tubuhku terasa sangat lemah dan yang tersisa hanyalah gelap pekat.

Kubuka kedua mataku, ku lirik ibu, dan juga ifal di sebelah kiriku mengucap Al hamdulillah berbarengan… ku lirik kembali ke sebelah kananku, aku kaget karena ternyata di sana ada kang Andi di perban kepalanya, Bu RW dan juga pak RW sama-sama mengucap Alhamdulillah berbarengan, Ibu bilang kalau aku koma 2 hari, dan kecelakaan itu terjadi karena motor kang Andi rem nya blong.. dan tak sengaja menghantam sepedaku. “neng kang Andi minta maaf karena telah buat neng seperti ini, dan insya Allah kang Andi akan menanggung semua pengobatan neng Nur” ucap kang Andi panjang lebar. “tidak apa-apa kang, ini bukan salah kang Andi, ini sudah menjadi takdir Allah, Nur sudah maafkan kang Andi”, jawab ku ikhlas. Kang Andi terlihat sangat lega. “apa kang Andi juga terluka?” tanyaku memberanikan diri, kang Andi tersenyum dan berterimakasih atas perhatianku. Setelah ashar kang Andi dan keluarganya pamit pulang, begitu juga dengan ifal karena harus mengaji. “siapa yang ngajar ngaji anak-anak bu?” tanyaku karena aku tahu aku tak mampu mengajar saat inidan Ida juga sudah tak berada disini lagi. “kang Andi yang menggantikkan Nur sementara” jawab ibu sambil meraih mukena di kursi dan memberikannya padaku. “Subhanallah, kang Andi benar-benar orang yang bertanggung jawab ya bu” pujiku padanya yang semakin yakin kalau orang seperti kang Andilah yang pantas menjadi imamku. Aku pun salat berjama’ah dengan ibu. Selesai salat ibu duduk merapat ke arahku, ibu bilang kalau selama 2 hari ini kang Andilah yang menjaga Nur di rumah sakit, ibu juga bilang kalau kang Andi sangat khawatir keadaan ku. Aku senang mendengar ucapan ibu, tapi aku tak menyimpan harapan terlalu besar pada kang Andi, karena aku tahu kang Andi akan melakukan hal yang sama pada siapapun.

Pagi sekali kang Andi sudah datang ke rumah sakit, “assalamu’alaikum, bagaimana kabar neng Nur, sudah baikan?” Tanya kang Andi sambil menyimpan keranjang buah di meja. “wa’alaikumussalam, Alhamdulillah kang rasanya Nur lebih segar sekarang.” Jawabku pelan. “syukurlah, akang harap Neng bisa cepat pulih dan bisa mengajar kembali seperti biasa” jawab kang Andi sembari duduk di di kursi yang cukup jauh dariku. “aamiin terima kasih atas do’a dan perhatian kang Andi ke Nur, Nur ngerasa tak pantas mendapat perhatian sebesar ini dari kang Andi” jawab ku merasa bersalah. “neng nur jangan sungkan ini memang sudah menjadi tanggung jawab saya” jawab kang Andi kemudian kembali pamit untuk ke sekolah.

Hari ini aku sudah di perbolehkan pulang oleh dokter, aku sangat bersyukur karena Allah sudah memberi kesembuhan kepadaku, terlihat kang Andi sudah stanby dengan mobilnya di luar, kang Andi bilang kalau ia akan mengantar kami ke rumah. Ibu terlihat senang pada kang Andi… dengan segala kebaikan dan tanggung jawab kang Andi yang sampai tuntas ini. Kecelakaan waktu lalu membuat hubungan keluargaku dengan keluarga kang Andi semakin dekat, aku rasa ini adalah kehendak Allah untuk kami.

Seminggu pasca kecelakaan, keluarga kang Andi datang ke rumah. Hal yang mengejutkanpun terjadi, kang Andi ingin mengkhitbahku, untuk menjadi makmun dan ibu dari anak-anaknya. “subhanallah inikah jawaban atas do’a ku ya Rabb”, air mata menetes penuh keharuan saat ini, ya air mata kebahagiaan yang di perkenankan oleh Allah untuk hambaNya yang selalu bergantung dan berserah diri kepadanya. Yang mana Allah tidak akan pernah melanggar janji untuk hambaNya yang beriman..

Cerpen Karangan: Tita Agustina
Facebook: Tha Agustina

Cerpen Sepenggal Kisah di Mekarsari merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Inikah Hadiah Karena Keikhlasanku?

Oleh:
Malam ini Bulan terasa lebih Indah. Ia mulai memancarkan sinarnya hingga awan pun tak berani untuk menutupi kilaunya yang megah. Suara binatang malam pun ikut menari menambah lengkapnya suasana

Dia Pergi Kau Kembali

Oleh:
Hari-hari terlewati bersama lirihnya air mata dalam batin. Ketaksanggupan mata menangis membuat batin semakin tersiksa. Mengingat kembali betapa besar karunia Tuhan karena pernah menghadirkannya dalam hidupku. Teralun gending suara

Sarwani

Oleh:
“Afwan akh, ana tidak bisa menerima khitbahnya. Ana…” Sarwani tak mampu lagi melanjutkan membaca pesan itu. Membaca awalnya saja sudah membuat hatinya remuk redam tak karuan. Dia menghela napas

Sungguh Aku Percaya

Oleh:
Malam menyelimuti sepinya hari yang merubah segala keceriaan menjadi sejuknya ketenangan jiwa dalam peristirahatan. Indahnya rembulan bak bunga yang mekar di taman dan bintang bagaikan kumbangnya. Namun semua itu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *