Ingatan Yang Pertama (Part 3)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Romantis
Lolos moderasi pada: 23 June 2016

Semester enam ini, Ribka cuti kuliah sehingga lulusnya menjadi mundur. Aku melakukan tugas mahasiswaku seperti biasa. Mengalihkan pikiranku sebisa mungkin untuk tidak memikirkan Ribka. Bagaimanpun dia sudah punya calon tunangan.
Tetapi, kenapa ketika hilang ingatan dia malah ingat aku? Tidak terjawab.
Hingga suatu sabtu pagi seorang remaja yang sepertinya masih SMA muncul di depan rumahku dengan sepeda motor. Aku membuka pintu pagar.
“Halo, cari siapa dek?” tanyaku sambil tersenyum.
“Apa benar ini rumah kak Reza?” tanyanya sambil ngos-ngosan.
“Iya, adek siapa ya?”
“Saya Matthew. Adiknya kak Ribka.”
Ini adiknya Ribka. Jantungku berdetak kencang, dia bawa kabar apa ya?
“Mami Papi saya pengen ketemu sama kak Reza. Matthew mohon, kakak ikut Matthew ya. Saya bawa helm kok.” Kata Matthew dengan wajah penuh permohonan.
“Naik mobil kakak aja gimana? Kasihan kamu naik motor.” kataku
“Gapapa kalau kakak mau naik mobil. Nanti saya pulangnya ribet kak.” katanya sambil tersenyum lagi. Persis senyuman Ribka.
“Ya udah, kakak ikut kamu aja deh naik motor. Hehehe..” aku merasa tidak enak membiarkan adik Ribka ini naik motor sendirian.

Sepanjang perjalanan, Matthew bercerita kalau Ribka belum ingat apa-apa lagi selain ingatan tentang Reza waktu lalu. Kata dokter, ingatan Ribka tentang Reza itu terjadi karena memang Ribka sangat menyimpannya di dalam pikirannya, dalam arti ingatan itu tahan lama. Ribka, mungkinkah?

Suasana ruangan inap Ribka masih sama, hanya tidak ada Jeremy dan sahabat-sahabatku disitu. Ribka dan keluarganya memandangku.
“Kami membutuhkanmu, nak. Untuk memulihkan ingatan Ribka, kata dokter harus dimulai dari ingatan dia yang pertama, yaitu kamu.” Kata papa Ribka.
“Semua terserah kamu. Sekarang kami serahkan Ribka sementara ke kamu.” Kata-kata mama Ribka ini membuat jantungku berdetak kencang. Ribka? Sementara milikku?
Ribka yang di atas kursi roda tersenyum kepadaku. Ya, Tuhan.

Aku pun membawa Ribka berjalan-jalan di taman rumah sakit. Aku tidak berani memulai pembicaraan, sampai Ribka sendiri yang memulainya.
“Jadi, siapakah kamu ini? Mengapa ingatan pertamaku adalah kamu? Kamu pasti pacarku ya?” Ribka mengeluarkan kata-kata yang menusuk-nusuk hatiku. Mimpi apa aku Ribka mengatakan kalau aku ini pacarnya. Sisi badboyku mulai muncul lagi.
“Iya, aku pacarmu.” Berani-beraninya aku mengatakan kebohongan besar itu.
“Kalau begitu, aku mau lihat dong wajah pacarku yang ganteng ini.” Sungguh hari yang indah!
Aku pun mendekatkan kepalaku ke arahnya. Dia memerhatikan aku, lalu mencium pipiku.
Begitulah hari demi hari aku membantu ingatannya dengan kebohongan besar yang terlibat di dalamnya.

Ingatannya hari demi hari semakin maju. Mamanya adalah seorang dokter anak yang membuka klinik di rumahnya, sementara papanya adalah seorang arsitek yang kebanyakan menggambar di rumah. Keluarganya betul-betul hangat. Aku kini tahu mengapa Ribka suka langsung pulang begitu kuliah. Dia selalu rindu keluarganya.

Suatu malam di balkon rumah sakit, aku dan Ribka melihat bintang-bintang.
“Ribka, kalau kamu sedih, kamu gerakin tangan kamu seolah kamu menggambar bintang di langit. Bintang itu pasti meneduhkan hatimu.” kataku sambil membelai rambutnya.

Sepulang kuliah pagi hari ini, aku buru-buru ingin ke rumah sakit. Ribkaku selalu membuatku rindu.
“Eh, mau kemana loe? Jangan lupa kerjain tugas jembatan aja sih. Haha..” tiba-tiba Andy teriak ke arahku.
“Iya, Andy, nanti aku kerjain. Makasih ya kamu udah ingetin” kataku sambil menunjukkan jempol ke arahnya.
“Eh, gue ga salah dengar loe pake ‘aku-kamu’? Hahaha.. Loe udah kena virus Ribka ya.” Iya, benar juga bahasaku jadi berubah begini karena Ribka.

ADVERTISEMENT

Aku melihat Ribka sendirian di kamar. Mungkin mama papanya lagi sibuk mengurus administrasi karena kabarnya Ribka pulang ke rumah hari ini.
“Ribka sayang…” kataku sambil duduk di dekatnya.
“Kamu itu pembohong besar. Berani-beraninya kamu bohongin aku.” aku kaget bukan main melihat akhir kebohonganku menjadi begini. Aku diam tak bisa berkata apa-apa.
“Kasihan kak Jeremy. Aku udah lupain dia. Dia yang selalu bersamaku. Dia yang selalu menjagaku. Dia yang selalu mencintaiku.” aku benar-benar terpukul sekarang mendengar perkataannya itu.
Tiba-tiba Jeremy masuk ke kamar lalu memeluk Ribka. Aku berdiri dan menjauh dari mereka. Ternyata dari tadi Jeremy mendengar pembicaraan kami.
“Ribka, jangan pernah lupain aku lagi. Kamu tahu kan, aku ga bisa hidup tanpa kamu.” aku bisa melihat pelukan itu erat sekali.
Aku pelan-pelan keluar dari kamar itu. Di luar aku bertemu dengan mama Ribka.
“Tante, tugasku sudah selesai membantu ingatan Ribka. Semoga Ribka tetap bahagia.” Aku pergi setengah berlari, lalu menumpahkan air mataku di dalam mobil.

“Bro, loe gak mau salam Ribka? Setidaknya yang terakhir.” Tiba-tiba Gary menghampiriku di tengah kerumunan pesta pertunangan Ribka dan Jeremy.
“Iya, entaran aja bro.” Aku mengamati Ribka dari kejauhan. Sangat cantik.
Tiba-tiba dia melihatku, lalu tersenyum. Kemudian menggambarkan bintang dengan tangannya ke arahku. Aku tersenyum padanya, dari kejauhan hatiku cuma bisa menjerit. Kemudian, aku melihat Jeremy di sebelahnya yang sadar kalau Ribka melihat ke arahku. Dia pun merangkul Ribka dan membawa Ribka agar tidak melihatku lagi.

Fresh graduate yang berprestasi membuatku dengan mudahnya memperoleh pekerjaan di negeri ini. Aku mendapatkan pekerjaan di Batam. Hari-hari aku lalui dengan mencari, mencari apakah ada Ribka lainnya? Senyum yang sama?
Keliling dunia membuatku banyak bertemu dengan wanita selain Ribka. Tidak ada, tidak ada yang seperti Ribka. Kemanakah senyum itu hilang?

Prestasi kerjaku meningkat, kini aku sudah menjadi kepercayaan direktur perusahaanku. Aku selalu dikenalkan oleh teman-teman perusahaanku, bahkan oleh direktur perusahaanku itu dengan banyak perempuan. Tidak ada, tidak ada yang seperti Ribka.

Keenam sahabatku sudah ada yang menikah atau bertunangan. Tinggal aku yang masih sendiri. Mereka khawatir denganku, karena itu mereka rajin mengunjungiku. Hingga suatu hari pertemuanku dengan seseorang yang tak terduga memecahkan hari-hari yang monoton ini.
“Ada apa pak, tiba-tiba mengajak saya meeting?” tanyaku pada pak direktur.
“Perusahaan kita akan mendapatkan arsitek baru yang berprestasi. Katanya dia dari Jakarta juga sama kayak kamu. Mungkin kalian kenal. Jadi, mungkin kamu bisa membantu dia beradaptasi dengan lingkungan kerja kita.” Kata pak direktur.
“Oh, begitu pak.” Kataku

Arsitek ini terlambat sampai lima belas menit. Keterlaluan sekali, padahal dia yang membutuhkan perusahaan ini.
“Maaf, pak saya terlambat. Tadi saya tersesat di lantai 2.” Wajah yang tidak asing lagi.
“Jeremy!” aku setengah berteriak.
Meskipun awal pertemuan terasa tidak enak, tetapi dengan profesional kami tetap berkomunikasi layaknya rekan kerja.
Ketika Jeremy keluar, pak direktur buru-buru bertanya padaku, “Siapa dia?”
“Orang yang merebut gadis yang kucintai, pak.” Mendadak aku pun curhat kepada pak direktur ini.
“Loh, dari data yang saya punya dia masih single, kok.” Pak direktur ini membangkitkan semangatku.
“Pak, bisakah saya minta kontaknya?” Pak Direktur langsung memberikan pada saya nomor telepon Jeremy. Buru-buru saya meneleponnya dan mengatur jam ketemuan.

“Hubungan kami hanya sampai pertunangan.” Bisa kulihat Jeremy begitu sedih dan terpukul menceritakan hal ini. “Ingatannya suatu ketika pulih seutuhnya, dan katanya sebenarnya dia tidak mencintaiku.”
“Aku mengerti.” Aku bisa bayangkan kalau aku di posisi Jeremy. Kami mungkin sama, sama-sama tidak ingin kehilangan Ribka, tidak ingin kehilangan senyum itu. “Lalu, siapa laki-laki yang beruntung mendapatkan Ribka?”
“Ribka masih sendiri, katanya dia sudah memilih. Tetapi dia masih menunggu laki-laki itu. Mungkin itu kamu. Kalau aku jadi kamu, aku akan segera pulang ke Jakarta dan menemuinya.” Aku bisa melihat pandangan jelekku yang dulu tentang Jeremy menghilang. Ketika Jeremy mengikhlaskan Ribka menjadi milkku, itu sudah cukup menjadikan kami rekanan kerja di perusahaanku sekarang.

Ribka, tunggu aku…

Aku melihat Ribka di antara anak-anak kecil di klinik mamanya. Ketika melihatku, dia langsung menghampiriku sambil tersenyum.
“Halo, Reza” Ribka memelukku. Terasa hangat.
“Kamu udah makan? Mau makan di luar?” kataku sambil menatap mata indahnya.
“Boleh, bentar ya, izin sama mami dulu.”

“Aku ketemu Jeremy di Batam.” Kataku sambil berjalan ke parkiran mobil.
“Oh, itu yang membuatmu datang kemari?” Ribka berkata sambil tertawa geli.
“Jeremy bilang kamu sekarang masih sendiri dan udah menetapkan hatimu ke seorang lelaki. Siapa ya lelaki yang beruntung itu?” sebenarnya ini pertanyaan paling to the point yang pernah aku lontarkan ke Ribka. Aku bisa menghancurkan makan siang hari ini.
“Dulu, ketika aku mahasiswa. Ketika ada jadwal kuliah lapangan, seorang laki-laki tiba-tiba duduk di dekatku.”
Kami masuk ke dalam mobilku dengan perasaanku yang tak karuan.
“Laki-laki itu memaksa aku memegang tangannya. Kemudian menyanyikan lagu Christian Bautista kepadaku.”
Aku terdiam duduk di mobil.
“Entah kenapa sejak saat itu aku selalu memikirkannya. Suatu perasaan yang tak pernah aku rasakan ketika bersama Jeremy.”
Aku sekarang menatapnya sambil menangis. Aku menangis. Bisa-bisanya.

“Lelaki itu adalah…”

Kuhentikan perkataannya dengan satu kecupan di bibirnya. Ribka!
“Kamu tahu, aku ga bisa katakan hal lain selain, aku cinta kamu Ribka…” aku menangis bahagia. Tidak ada, tidak ada yang seperti Ribka. Sebab Ribka adalah milikku.

“Buset, Za. Bajingan kayak loe jadi juga nikahin Ribka. Tunggu gue di Jakarta!” suara Gary memekakkan telingaku dari telepon.
Ya. Semua orang pasti kaget. Badboy seperti aku mendapatkan malaikat seperti Ribka. Peduli apa? Seperti yang aku katakan di awal, cinta kan tidak membutuhkan alasan.

SELESAI

Cerpen Karangan: Rosa D S
Blog: morningdew95.wordpress.com

Cerpen Ingatan Yang Pertama (Part 3) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cowok Gila Satu Itu

Oleh:
“Ren, jalanmu terlalu cepat”, Andre berteriak sambil menguap karena mengantuk. Mendengar teriakan Andre, Reni menjawabnya dengan sewot, “EGP”. Kruuyuuk… kruuyuuk… “A… aduh… perutku lapar, aku belum sempat sarapan” “Huh!

Lavender and Blood

Oleh:
Panasnya terik mentari terasa membunuh di siang ini, keringat yang membasahi tubuhku terasa mengalir. “haaahh.. panasnya..” keluhku sambil mengipas-ngipaskan tangan yang tak akan menghilangkan rasa panas. tiba-tiba saja terdengar

Aku Tak Seperti Yang Lain

Oleh:
Aku memang remaja yang berbeda dari remaja lainnya. Aku yang tidak punya banyak teman, yang mungkin sulit bergaul, dan bahkan belum pernah punya pacar seperti remaja lainnya. Aku memang

Akibat Cinta yang Terpendam

Oleh:
Saat Hima duduk di bangku kelas VIII SMP, dia sering memandangi salah seorang temannya yang bernama Ari. Hima begitu memperhatikannya, Hingga ia bertanya pada dirinya sendiri “Kenapa ya hatiku

Rasa ini (Part 2)

Oleh:
Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk fokus belajar dan tidak terlalu memikirkan hal yang tidak penting seperti itu. Toh, perjalananku masih panjang. Namun, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *