1 Bunga Yang Layu (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada: 16 May 2016

“Aku takut! Aku takut! Aku takuuuttt!!!” Dia menggelengkan kepalanya dengan penuh rasa cemas.

Aku ikut juga menangis melihatnya menderita seperti ini, aku peluk dia dengan eratnya sembari aku berucap, “Tidak, kau itu adalah sosok perempuan sangat kuat yang pernah ku kenal. Jangan takut, aku ada di sini bersamamu selalu,” ku biarkan dia menangis di pundakku yang penuh dengan air matanya. Semakin erat aku memeluknya, semakin nangislah dirinya. Aku juga mencium rambutnya itu dengan tetesan mataku, sesekali ku usap rambutnya juga.

Suara ketukan dari balik pintu yang lumayan nyaring membuatku harus melepaskan dirinya yang terkulai lemah tak berdaya itu untuk menuju pintu dan membukanya dengan rasa penasaran, bahkan itu membuat diriku bertanya-tanya, “Siapakah gerangan di balik ini?” lalu aku buka dan ternyata dia adalah orang yang sangat ku kenal dengan senyumnya yang entah mengapa membuatku merasa jijik.

“Waaaahhhh!!… kayaknya aku datang di saat yang tidak tepat nih.” perkatannya membuatku tersipu malu. Dia masuk dengan sesuka hatinya dan benda yang dia genggam tidak sewajarnya. 2 tangkai yang masih memiliki duri walaupun tidak terlalu banyak dan warna mahkotanya yang seperti darah itulah yang menjadi titik perhatianku sekarang. Yang dilapisi dengan plastik tembus pandang, diletakkannya di atas meja bersebelahan dengan Android yang aku beli tadi.

“Ini, aku sudah membelikan apa yang kau pinta,” dia langsung duduk di sampingku, “Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang?” Matanya masih bengkak karena tangisnya tadi, “Sudah lebih baikan sekarang. Makasih ya sudah mau jenguk dan maaf ya karena sudah merepotkanmu,” senyumnya yang riang kembali lagi dari kesedihan. “Kalau aku boleh tahu, itu untuk apa?” jawaban itu dibalas dengan senyumnya, berbeda dengan yang tadi. Yang ini seperti memiliki pesan tersembunyi dengan ditandai oleh matanya yang tertutup tersenyum sembari memiringkan kepalanya ke arah kanan.

Jujur, kerahasiaannya ini membuatku tambah penasaran. Kenapa dia meminta 2 buah tangkai mawar merah ini? itu masih berputar-putar di benakku. Namun, rasa itu tersampingkan dengan perbincangan kami bertiga. Aku, Said, dan dia yang terbaring di ranjang tertawa bersama-sama karena topik yang kami bincangkan. Tak terasa kami berbincang harus mengakhirinya karena sebentar lagi dunia akan gelap. Aku dan Said terpaksa harus meninggalkan dirinya seorang diri. Mukanya mulai memancarkan rautan sedih, kepalanya ditundukkannya. Sejenak aku berhenti di depan pintu karena dirinya. Lalu kepalanya diangkatkannya lagi dan murungnya tersebut hilang seperti angin. Senyum, itulah sekarang dia lakukan yang tertuju hanya kepada diriku seorang, bukan kawanku Said.

Sakit hatiku melihat senyumnya. Aku tahu bahwa itu adalah senyum palsu yang hanya menunjukkan bahwa dirinya bisa menahan rasa kesepian dirinya. Bohong. Dia pembohong besar, air matanyalah yang membuktikan segalanya. Senyumnya itu tidak berarti apa-apa. justru air matanya yang sangat berarti. “Sayang, besok kan hari libur. Bisakah kau datang ke sini pagi-pagi sekali atau kalau perlu bisakah besok nginap saja di sini?” perlahan-lahan, semakin banyaklah air mata yang dia keluarkan.

Aku membalikkan badanku dan bergegas pergi meninggalkannya. Aku tidak menjawab pertanyaanya yang membuat hatiku tersayat-sayat. Ku tutup langsung pintu ruangannya, di balik pintu itu aku mendengar dirinya menangis sejadi-jadinya. Tanpa disadarinya aku masih berada di luar ruangannya dan tanpa disadarinya juga diriku menangis sama seperti dirinya. Mulutku ku tutup agar suara dari tangisanku tak didengar olehnya. Said yang berada di sampingku melihat diriku seperti orang yang paling lemah. Said hanya diam berdiri pasti juga mendengar tangisan yang ada di balik dinding.

Dalam tangisan dan di lubuk hatiku yang paling dalam menjawab pertanyaannya yang tertunda, “Besok. Tanpa kau suruh pun aku akan datang. Bahkan aku rela di situ selamanya asalkan kau bahagia.” Aku bergegas pergi menuju dirinya yang membutuhkan seseorang yang bisa membuatnya tidak kesepian di pagi hari saat sinar mentari belum keluar, tiba-tiba aku melihat di depan rumahku motor antik vespa yang sangat ku kenal ditambah seseorang yang menaikinya, tidak asing lagi.

“Cepat!” teriaknya di dalam kebisingan motornya.

ADVERTISEMENT

Aku tersenyum kecil melihatnya seperti itu. Sungguh tidak bisa ditebak apa yang ada di dalam kepalanya itu. Kemarin dia menyuruhku untuk putus saja, sekarang dia malah peduli kepadaku. Walaupun dia tidak berkata-kata, namun sikpanya sekarang mengatakan bahwa aku harus berjuang demi dirinya di rumah sakit, aneh memang. Sesampainya di sana aku tidak sabar menemuinya. Aku berlari meninggalkan Said dan langsung masuk ke rumah sakit. Saat di koridor, aku melihat ramai sekali orang ke luar dari ruangan yang hendak aku masuki.

“Bertahanlah kau Nak!”

Aku berhenti sejenak melihat apa yang sedang aku saksikan ini. Seseorang yang aku sayangi lagi digiring oleh orang-orang yang berpakaian hijau dan memakai masker. Hanya 2 orang yang berbeda di situ, yang memakai jas kantoran sangat rapi. Aku mengenal betul 2 orang itu, mereka adalah orang yang sangat mementingkan pekerjaan mereka daripada anaknya yang sangat membutuhkan kasih sayang orangtua saat sekarat. Baru kali ini aku melihat mereka selama aku berada di samping kekasihku itu. Semakin jauh dan jauh mereka pergi dari mataku ini. Aku yakin, siapa yang melihat mataku ini pasti mereka melihatku berkaca-kaca kasihan.

Tubuhku bergerak sendiri melangkah demi langkah berlari menuju ke ruangan darurat. Sayang sekali, dia sudah memasuki ruangan itu. Hanya aku dan kedua orangtuanya yang berada di luar. Ku lihat orangtuanya duduk menangis dengan penuh sesal. Seketika pandanganku ku alih ke dalam kaca pintu. Orang-orang yang berpakaian hijau tadi dengan sibuknya menyelamatkan nyawa seseorang yang sedang aku lihat sekarang. Tapi, ada satu yang menjadi titik pandanganku. Tangannya gemetar memegang sebuah besi, mulutnya terbuka lebar-lebar, kaki dan badannya gemetar seperti orang kejang. Tak berselang lama kejangan itu tidak ada lagi. Yang ada hanyalah seseorang yang diam membatu.

Tangannya yang sangat kuat memegang besi itu pun terlepas. Sekumpulan orang yang tadinya sibuk menyelamatkan malah sekarang diam menunduk seraya melepaskan masker yang mereka pakai. Tidak! aku pasti tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Aku yakin mereka hanya istirahat sebentar untuk menyelamatkan orang yang paling aku sayangi. Aku yakin mereka menunduk seperti itu hanya kewalahan semata. Dan aku yakin sayangku di sana diam karena tertidur pulas seperti kucing yang imutnya tidur. Aku kembali menoleh ke kedua orang yang duduk itu dan aku mendekati mereka.

“Siapa kalian! Mengapa kalian di sini saat waktu seperti ini saja. Pantaskah kalian disebut dan menyandang nama orangtua?! Tak ada gunanya kalian di sini. Urus saja urusan kalian di kantor sana,” mereka berdua hanya terdiam melihatku membentak, “kalian tahu, anak kalian kesepian membutuhkan kehangatan kalian. Hanya berada di sampingnya saat seperti itu saja aku yakin dia yang ada di dalam tersenyum. Aku tahu kalian kaya. Aku tahu kalian orang penting. Tapi bergunakah harta kalian di saat genting ini? tidak, tidak sama sekali. Menyesalkah kalian. Aku ulangi menyesalkah kaliaaaannn?!!” tiba-tiba ada seseorang yang menarikku dari belakang dengan kencangnya menyeretku menjauhi mereka berdua yang masih menunduk.

Bersambung

Cerpen Karangan: M. Fauzan Delfani
Facebook: Muhammad Fauzan Delfani

Cerpen 1 Bunga Yang Layu (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Penantian Di Ayunan Waktu

Oleh:
“Ciee.. Hari ini ada yang mau ketemu sama pangerannya nih,” Raeka hanya tersenyum. Naina, terus saja menggodanya hari ini. Lagi pula, Naina berkata benar. Raeka lagi-lagi tersenyum mengingatnya. “Kamu

I Will Always Love You

Oleh:
Pagi yang cerah terdengar suara burung yang berkicau membuat tidurku yang indah terbangun dalam suasana duka sudah sehari aku hidup tanpanya seketika aku mengingat cerita cinta kita… “agass tungguin

Mawar itu

Oleh:
Fajar Nugraha terlihat membawa sesuatu di tangan kanannya. Pria yang kerap disapa Fanu itu ada janji dengan pacarnya, Echy, di sebuah restoran. Fanu terlihat gagah dengan kaos putih dan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *