Akhir 29 Agustusku

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada: 30 December 2016

Kriing.. Kriing..
Suara yang sangat ditunggu oleh aku dan teman-temanku. Ya, itu suara bel pulang. Aku tau teman-temanku jenuh dan mengantuk menghadapi guru Biologi itu pada jam terakhir di sekolah karena aku juga merasakan itu. Begitu lega perasaanku ketika guru Biologi itu keluar dari ruang kelas ini. Aku dan teman-temanku langsung mengemasi buku kami masing-masing. Satu per satu mereka keluar setelah berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas. Aku pun berjalan menuju ruang kelas Sisi, teman akrabku.

“Diii, Irdinaa! Heii, kamu mau kemanaa?” mendengar suaranya yang keras itu, aku bingung dengan refleks membalikkan tubuhku menghadap kepada datangnya suara yang ternyata milik Sisi.
“Eh? Iya. Aku mau ke kelasmu. Tapi ternyata kelewat ya” candaku kebingungan.
“Ha? Terus ngapain kamu kesana? Kelasku itu disini. Kamu itu pelupa atau gimana sih?” sungutnya sedikit sewot. Aku hanya diam karena aku juga bingung. Kami masuk ke kelasnya dan aku mulai mendengarnya bicara lagi dengan teman-temannya. Fara, temannya yang cukup cerewet itu terdengar mengundangku untuk bermain ke rumahnya siang ini. Ah, aku sungguh lelah, tapi jika aku pulang ke rumah aku akan sangat jenuh.
“Afza. Kamu mau main ke rumahku kan? Rumahku hari ini sepi banget. Sisi, Mira, dan Sifa juga sudah setuju akan main kerumahku siang ini. Kamu mau ikut kan?” rayu Fara dengan memanggil nama depanku yang membuatku bergidik. Baru dia yang memanggilku dengan nama depanku disekolah baruku ini. Aku segera membuang jauh sebuah pikiran yang sepertinya akan muncul dalam ingatanku saat itu. Lalu aku kembali fokus dengan tawarannya, jika aku ikut mereka, aku tidak akan jenuh seperti di rumah. Lagipula dirumah tidak akan ada yang mengkhawatirkanku. Aku pun mengangguk setuju dengan menunjukkan senyum simpulku kepada mereka.

Aku dan Sisi yang memang satu komplek, saat ini tidak bawa motor. Akhirnya aku membonceng Fara. Sampai di rumahnya, aku dan yang lain sudah disuguhi minuman oleh pembantunya. Kami menghabiskan banyak sekali waktu kami untuk selfie yang saat ini memang sedang menjadi trend di kalangan kami. Setelah lelah selfie, aku duduk di taman depan rumah Fara yang kebetulan ada bapak penjual susu murni lewat. Kami membelinya. Tak lama setelah itu, Mira pulang karena sudah dijemput Abinya. Sekarang adalah tugas Fara dan Sifa mengantar aku dan Sisi sampai ke halte untuk menunggu bus.

“Far, kita lewat mana nih?” tanya Sifa saat memakai helmnya.
“Lewat jembatan merah, jadi kita gak muter” jawab Fara dengan cepat. Sedetik setelah itu aku memang tidak terkejut. Tetapi setelah 5 detik, aku setengah berteriak yang membuat mereka agak terkejut. “Haa? Apa? Tadi? Kita lewat mana?”
“Lewat jembatan merah, Di. Itu bukan yang kayak di film horror yang biasa kamu tonton kok. Itu gak berhantu. Disebut gitu kan soalnya emang dicat merah jembatannya. Kamu tenang aja. Gak usah parno gitu” jelas Sifa panjang lebar yang diikuti tawa kecil Sisi dan Fara.
“Oh gitu ya. Apa gak ada jalan lain yang dekat?” aku mencoba menghindari tempat-tempat itu karena aku tau apa yang akan terjadi setelah aku melewati itu.
“Ada kok. Jembatan panjang. Kamu mau lewat situ?” Fara menawarkan dengan menahan tawanya.
“Itu berarti kita harus tetap melewati taman Kanal?”
“Yap.”
“Apa gak ada jalan lain lagi?”
“Kamu jadi parno gitu ya abis kejadian mati lampu itu? Biasanya berani-berani aja tuh” ejek Sisi yang membuat Fara dan Sifa kembali menahan tawa mereka. Aku mulai menggaruk-garuk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal. Aku lelah berargumen dengan mereka. Akhirnya aku menyetujui untuk melewati Jembatan Merah. karena itu memang jalan alternatif satu-satunya. Di awal perjalanan, aku mulai risau, gelisah, dan takut. Sampai di Jembatan Merah, aku mulai was-was, jantungku mulai berdegup kencang. Fikiranku kacau, airmataku menetes perlahan menuruni pipi tembemku. Akhirnya, taman itu tepat di depan mataku saat ini. Tepat di bangku panjang itu mataku tertuju. Airmataku terasa panas mengalir semakin deras di pipiku, bibirku kukatupkan agar tak bersuara. Fikiranku mulai terisi potongan masa laluku.

Flashback ON
“Seakan mataku tertutup, kuingin cinta ini dapat kau sambut. Harapkan perasaan ini kau tau. Sungguh kuingin kau jadi milikku” alunan nyanyian mulai tedengar dari bibir tipismu dengan lembut. “Afza, aku sayang kamu. Kamu mau jadi milikku? Menjadi pacarku? Menjadi bidadari hatiku?”

“Afza. Aku menyayangimu, memang” katanya yang kemudian diam sejenak.
“Lalu?”
“Aku harus pergi” ucapnya membuatku kaget.
“Apa? Apa ada yang salah dengan aku? Dengan hubungan kita? Apa alasanmu pergi begitu saja?” airmataku mulai menetes tak percaya.
“Tak ada, Za. Aku hanya ingin pergi.”
“Tetapi apa salahku? Aku menyakitimu? Yang mana? Kapan? Perlakuan yang mana?” tanya ku runtut masih tak percaya.
“AKU HARUS PERGI! KAMU GAK PERLU TAU ALASANKU! LEBIH BAIK KAMU MENGHAPUS SEMUA KENANGAN KITA!” bentaknya yang membuatku takut. karena baru kali pertama ini, dia membentakku. Lalu dia berjalan cepat menjauh meninggalkanku. Aku berteriak memanggil-manggil namanya di taman itu. “Andiiii. Andi Rahirdaaan. Ku mohooon. Kembali Andi Rahirdaan!! Kumohon” tangisku terus memangil namanya. Tak perduli berapa banyak orang yang melihatku kacau seperti ini, aku hanya ingin dia kembali menghampiriku. Tak perduli berapa banyak orang mengiraku gila atau stres. Aku hanya ingin dia mengatakan kalau ini hanya drama.
Flashback END

“Di, turun. Udah sampe loh ini. Kamu kenapa nangis?” tanya Fara khawatir.
“Eh, iya. Gapapa kok aku tadi kelilipan. Yaudah makasih ya. Maaf ngerepotin. Take care ya Sifa, Fara. Bye.”
Aku dan Sisi duduk di halte yang saat ini sepi.
“Kamu kenapa nangis sih Din?” tanya Sisi sedikit manyun tanda mengejekku.
“Takut hantu” jawabku ketus.
“Ini siang loh Din, jadi gak akan ada hantu.”
“Hantu itu mungkin memang gak muncul saat ini. Tapi emang kamu tau kalo kamu diikutin hantu itu? Terus nanti malem kamu diganggu hantu itu. Tiba-tiba besoknya, kamu ditemuin di dalem kamar kamu tergeletak gak bernyawa gitu. Kamu tau? Kamu mau kayak gitu? Ha?” karangku menakut-nakutinya yang sepertinya sedikit berhasil. Dia mulai merepet ke tempatku duduk. Dan memandangku lekat. “Apa itu benar bakal terjadi Din?” dia mulai bertanya dan itu mulai membuat perutku mules untuk menjawabnya lebih lanjut. Aku hanya mengangguk memandang lekat trotoar di depanku.

Bus arah tujuan kami datang, aku langsung menaikinya dan diikuti langkah Sisi. Sampai di halte tujuan, kita hanya butuh berjalan sekitar 5 menit untuk sampai di kompleks tempat kami tinggal. Aku terus melangkah di depan Sisi yang rumahnya berada pas di samping rumahku. Sebenarnya, aku ingin tertawa melihat tingkah Sisi yang berlari menerobos pintu rumahnya dengan gesit itu. Tetapi, moodku sedang tidak baik sore itu. Aku memilih hanya berjalan menuju kamarku yang berada di lantai atas. Aku ingin sekali membuka semua foto-foto kenanganku dengannya. Aku merindukannya. Kuurungkan niatku itu. Aku menatap cermin dari sofa depan tempat tidurku. Kutatap lebih dalam mataku, hatiku kembali bertanya, “apa pantas aku merindukannya ataukah terbalik, apa pantas dia kurindukan?”. Mataku tak sengaja melihat kalender dari dalam cermin. Ada tanggal yang ku lingkari. Aku langsung menghampiri kalender itu dan ternyata tanggal itu tepat tanggal 29 dibulan Agustus ini. Aku hampir saja melupakan hari ini. Aku segera bersiap membuat kue tart dan berhasil jadi dengan rasa yang pas –bukan tidak enak-.

Setelah selesai, aku langsung menghubungi Andi. Dua panggilanku tak dijawab. Kufikir mungkin dia sedang sibuk, jadi kuputuskan untuk mengiriminya pesan saja.

To: Andi
Kamu dimana? Aku lagi on the way di caffe Jay n Dunk nih. Kamu bisa dateng?

ADVERTISEMENT

Setelah mengiriminya pesan, aku langsung menuju cafe tempat aku dan dia biasa bertemu yang bertempat di sebelah taman Kanal dengan membawa kue tart buatanku. Sampai di cafe, aku kembali tersadar kalau dia tidak akan pernah datang kembali ke tempat ini karena dia sudah berada sangat jauh dariku, sekalipun hatinya masih tertinggal dekat denganku. Dia pun tidak akan pernah membalas pesanku seperti yang sebelumnya. Tapi aku tetap saja keras kepala mendatangi tempat ini dan mengiriminya pesan setiap ada peringatan kecil. Aku tetap menunggunya dengan meminum secangkir teh hangat seperti biasanya.
Tiba-tiba HPku berdering melantunkan lagu Jika Itu Yang Terbaik dengan suara khas band UNGU yang merupakan tanda SMS masuk. Aku dengan malas mengambilnya dari tas kecil berwarna ungu pemberian Andi dulu.

Aku begitu kaget ketika tertera nama ‘Andi’ di Hpku. Langsung ku buka.

From: Andi
Kamu ngapain lagi disana? Kamu tau aku gak akan dateng. Buat apa kamu kesana setiap saat?! Jangan bertingkah bodoh!

Aku terbelalak membaca pesan singkat darinya itu. Mataku perih. Air yang terasa panas itu kembali mengalir di pipiku. Terus kuulangi, kubaca pesan itu, semakin deras juga air yang terasa panas itu mengalir di pipiku. Aku ingin pulang, aku ingin ada seseorang yang membopongku untuk membawaku pulang, tulangku terasa tidak lagi berada pada tempatnya. Akhirnya aku menguatkan tubuhku untuk bangkit dari tempat dudukku. Kutinggalkan sejumlah uang untuk membayar minuman dengan tips untuk pelayannya. Aku pulang dengan membawa kembali kue di tangan kananku dan tetap kugenggam HPku di tangan kiri. Aku langsung menaiki taksi yang telah kustop. Aku kembali membaca pesan yang dikirim oleh Andi. Aku juga terus mengucapkan “aku senang malam ini” dengan volume kecil. Yah, aku cukup senang dengan hadirnya pesan dari Andi, kupikir itulah obat manjur untuk menyemangati diriku sendiri saat ini. Aku tau isi pesannya sangat menyakitiku tapi apa boleh buat.

Sesekali aku melihat bapak Taksi itu melirik ke arah spion atas untuk memastikan aku baik-baik saja –mungkin dia pikir aku bisa saja mati di dalam taksinya- karena merasa diperhatikan aku berusaha menahan airmataku yang mengalir dan menahan suara kesakitan dari bibirku. Lima menit sebelum sampai di rumah, aku menghubungi sahabatku, kak Anne yang rumahnya tepat di seberang rumahku. Aku memintanya untuk berada di depan rumahku. Kupikir ini merupakan antisipasi jika saja aku pingsan sebelum aku sampai di kamarku. Sesampainya aku di depan rumah, aku melihat di balik kaca mobil terdapat perempuan berperawakan kecil dengan tinggi pas-pasan menghampiri taksi yang kutumpangi dengan wajah cemas. Setelah aku membayar ongkos taksi, aku keluar dengan badan lemas dan mata agak bengkak yang berhasil membuat kak Anne terkejut dengan setengah berteriak tapi dengan sigap menarik lenganku ke atas pundaknya lalu mengantarku menuju kamarku dan juga membawakan kue tart yang kubawa. Dia membiarkan aku menangis di pelukannya sampai aku lelah dan tenang.

Aku berhenti menangis, mungkin aku lelah menangis atau mungkin aku terlalu lelah merindu sehingga tak punya energi untuk menangis lebih banyak. Aku menatap mata khawatir kak Anne dengan senyum simpulku. Dia tersenyum ke arahku, tapi itu tak membuat dia terlihat tak khawatir lagi. Dia memulai pertanyaannya, “Kamu kenapa? Apa kamu ngerayain 29 Agustus itu lagi, Di?” aku hanya tersenyum dan sedikit menganggukkan kepalaku. Dia menatapku dengan tatapan ‘Ayo ceritakan semua yang terjadi!’ seolah aku ini bisa membaca pikirannya hanya dengan menatap matanya. Aku menceritakan semua yang terjadi dan tak kusadari jika airmata itu menetes kembali di pipiku. Kak Anne menyemangatiku, “Semua udah terjadi Di, gak ada yang perlu kamu sesali ataupun kamu rindukan. Anggap semua ini hanya mimpi buruk yang dapat memberimu banyak pelajaran berharga.” Aku kembali dibuat tersenyum mendengar petuahnya yang selalu ingin kumengerti dan lakukan.

Detik ke menit menuju jam, hari ke hari menuju minggu. Aku merayakan ulangtahunku bersama sahabat-sahabatku. Dan masih tetap saja aku membuat kue untuk kutiup bersama Andi, seperti kedua ulangtahunku yang lalu. Berganti bulan. Aku tetap menjalani hidupku dengan bayangnya yang tetap berada di sampingku. Aku bertahan menjalani hidup sekuat ini bersama teman-teman sekolahku dan juga sahabat-sahabat rumahku yang begitu pengertian. Aku bersyukur mempunyai mereka ketika kedua orangtuaku sibuk dengan pekerjaan mereka dan juga ketika seorang lelaki yang kucintai pergi dengan alasan yang tak kuketahui sampai saat ini.

Aku tetap mendatangi tempat-tempat kenangan kita, terutama cafe dan taman Kanal ini. Aku tau aku tak bisa menghindari hari itu, yang harus kuhindari adalah kenangan yang ada dalam ingatanku tentang hari itu.

Cerpen Karangan: Serling Serlina
Blog: http://linglist.my.id
Hanya remaja yang suka membaca.
Bisa kunjungi instagram saya @serlingserlina untuk lebih mengenal saya.

Cerpen Akhir 29 Agustusku merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Ketuklah Terlebih Dahulu

Oleh:
Andreana Nurdara sedang sibuk dengan materi presentasi yang esok ia dan timnya bawakan. Gadis yang sering dipanggil Dara itu, mengabaikan semua orang yang menyapanya hanya untuk sekedar berpamitan. Jam

Goodbye

Oleh:
Dia adalah mahluk pribumi dari tempat dimana semua asa terkabulkan. Dia merupakan pemenuhan harapan, dari segala keinginan muluk manusia. Aku yakin, dia mengetahui segala semilir angin yang membicarakan kesempurnaannya.

Hubungan 20 Hari

Oleh:
Angel pov “bun, Angel telat nih. Berangkat yuk!” oh iya gue lupa, nama gue Angelica Lisano, panggil aja Angel. gue SMP kelas 9, gue baru pulang dari Yogyakarta karena

30 Last Days

Oleh:
“Kamu divonis mengidap penyakit Kanker Otak stadium akhir, waktumu tersisa 30 hari lagi dan maafkan kami. Selesaikan urusanmu yang ada disini”. Kata-kata itu menghantam jantungku, bagaimana mungkin aku bisa

Digdaya Tresna

Oleh:
Gemericik air mengalir sedikit menentramkan hatiku yang kini terasa remuk redam. Kupindai dengan seksama rona jingga yang bergelayut manja pada sang awan. Meniti lebih jauh, mengapa kiranya rona itu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *