Cinta yang Terpendam

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada: 28 April 2014

Aku Muhammad Alvin Zulfikar. Kawan-kawan memanggilku Alvin. Aku, Dion, Farhan dan Wawan sudah berteman lama sejak SD sampai SMP. Kami berempat selalu mengadakan acara-acara konyol di setiap malam minggu. Seperti bergadang, jalan-jalan, melihat konser atau komedi putar. Begitulah aktifitas kami yang belum pernah mengenal hati wanita.

Hari ini adalah hari yang amat aku nanti. Karena hari ini aku menginjak naik kelas 9. Benar-benar aku merasa bersemangat dan berharap bisa satu kelas lagi dengan mereka. Seperti biasa, awal masuk sekolah diadakan upacara bendera dan pembagian kelas. Upacara usai. Lalu giliran pembagian kelas. Aku simak dengan pendengaranku. Satu persatu teman satu kelasku dipanggil. Aku urutan no. 25. Karena aku ada di urutan nama di huruf “M”. Dion, Farhan dia satu kelas di 9A. Sedangkan aku ternyata 9B. Tak masalah buatku. Meski kita berpisah kelas. Setidaknya aku bertetanggaan kelas dengan kelas Dion dan Farhan. Tak lama kemudian. Aku dengar nama Wirawan ada di kelasku. Tanpa mikir lagi aku ajak wawan untuk duduk bersamaku. Hari ini sangat menyenangkan. Aku mendapatkan teman lagi dari kelas-kelas lain yang belum aku hafal namanya.

Hari pertama sukses aku jalani. Kini aku, Dion, Farhan dan Wawan pulang sekolah berjalan kaki bersama sampai depan sekolah. Kami berjalan-jalan santai dengan bercerita tentang kelas baru.

Dua hari sudah aku lalui kelas 9 tanpa pelajaran. Karena dua hari itu guru-guru masih sibuk mengurusi anak didik baru dan mengatur organisasi kelas. Namun hari ini pertama kelasku mulai menerima pelajaran seperti biasanya. Bel berbunyi dengan nada lagu “London Bridge”. Kami pun masuk dan siap mengikuti pelajaran. Tapi sebelumnya guruku meminta kami untuk saling mengenalkan lagi. Karena tidak semua teman sudah saling tahu namanya. Kebanyakan dari kami hanya kenal muka saja, kalau dia siswa se-angkatan. Santi, begitu dia berdiri dari kursi duduknya dan memperkenalkan dirinya. Aku termenung, melihat sosok dia yang santai, kalem, lembut bicaranya dan manis raut wajahnya. Hemm, tapi aku segera mengusir perasaan itu. Mungkin aja muka dia menipu, hanya cantik luar tapi hatinya tidak. Tapi entah mengapa, dia yang duduk di sebelah barisanku. Buat aku ingin menatap Santi. Apa sih yang terjadi pada aku. Aku sama sekali belum pernah seperti ini sebelumnya. Hingga Wawan menatapku “Kenapa kamu Vin?”, tanya dia dengan mendesah. “Gak apa-apa bro hahaha pengen lihat jendela. Iyaaah jendela, barang kali ada Dion dan Farhan lewat ke belakang.” kataku dengan datar dan lirih. “Ouh begitu, tapi kamu harus perhatikan gurunya dong.”, jawabnya santai. “Iyaa Wan ini juga aku perhatikan.” Kukatakan sambil mengahadap ke depan.

Bel berbunyi. Saatnya pelajaran usai sekaligus istirahat. Wawan berdiri dari luar bangku tempat duduknya. “Vin ke kantin yuk, kita makan Mendoan biasa.” Ucapnya semangat. Tanpa basa basi lagi aku langsung pergi ke kantin bersama Wawan. Lagi dan lagi cewek itu muncul di hadapanku dengan bau parfumnya yang sudah ku kenal. “Dia siapa Vin?”, tanya Dion yang kebetulan bareng ke kantin di belakangku. “Dia Susanti, panggilannya Santi dia searah dengan jalan rumahku juga.”, jawabku menjelaskan Dion. “Ouuuh, Santi namanya, ya udah yukk makan jangan kelamaan, ntar bel masuk repot lagi.” Ucap Dion sambil berjalan.

Waktunya masuk kelas pelajaran dimulai lagi. Tapi lagi-lagi mataku selalu ingin menatapnya. Aku berusaha mengalihkan perhatianku darinya. Namun itu sulit. Detak jantungku berdetak cepat, fikiranku mulai kacau dan hilang semua konsentrasiku pada pelajaran. Pelajaran walikelasku mengakhiri kegiatan pelajaran dan saatnya untuk berdoa dan bergegas pulang. Tiba-tiba Santi menatapku. Lalu dia menghampiri aku. Memintaku untuk pulang bersama. Kemudian kami pulang bersama dengan jalan kaki. Tak lama kemudian Santi berhenti di depan pintu halaman rumahnya. “Mampir yuk vin, kita makan bareng?”, ajaknya. Namun aku menolak. Karena malu. Meski sebenarnya aku ingin sekali mampir ke rumahnya.

Aku lanjutkan berjalan lagi menuju ke rumahku dan akhirnya sampai di rumah juga. Hari yang sangat melelahkan bercampur rasa bahagia. Begitulah yang aku rasakan. Bercampur perasaan aneh saat aku dekat Santi. Aku selalu saja bertanya-tanya tentang Santi. Kenapa fikiranku selalu memikirkan dia. Hingga larut malam pun fikirku masih untuknya. Aku sampai tak bisa tidur memikirkan perkataan-perkataan tadi saat pulang bersama. Mataku tak kuat lagi, aku harus tidur dan bangun subuh.

Suara adzan subuh membangunkanku. Saatnya aku bergegas mandi dan sholat serta mengaji. Kemudian kulanjutkan untuk mempersiapkan diri ke sekolah. Tidak lupa dengan sarapan dan uang saku. Jam sudah menunjukan pukul 06:20. Aku harus pamit terhadap orangtuaku dan aku pun berangkat menuju sekolah jalan kaki sendirian.

Tak kuduga dari kejauhan kulihat Santi sedang berdiri di depan pintu. Entah siapa yang Santi tunggu. Hingga langkahku mulai mendekatinya. Santi pun melihatku dan melambaikan tangannya padaku. “Aku sengaja menunggu kamu Vin biar berangkat bareng, karena aku juga berangkat sendirian terus.” Ucapnya sambil menutup pintu halaman rumah. Aku tersenyum dan hatiku menjadi gak jelas. Aku merasakan hal yang berbeda dengan ucapannya. Apa dia juga merasakan hal yang sama denganku? Entahlah aku tak tahu. Tak terasa sambil berjalan dan ngobrol dengan Santi akhirnya kami sampai di sekolah. Lalu tak lama kemudian bel sekolah pun berbunyi. Kami masuk kelas.

Aneh, saat pelajaran berlangsung Santi tak henti-hentinya menatapiku. Dalam hatiku bicara “Mengapa ia memandangiku begitu?” Jam pelajaran berakhir dan tiba-tiba Santi menghampiri aku untuk mengajak ke kantin tentunya dengan Wawan juga. Kami pun bergegas ke kantin dengan penuh canda. Tak seperti biasanya. Rasanya aku bahagia setelah ada Santi di sisiku. Entahlah aku semakin bingung apa yang kurasakan.

ADVERTISEMENT

Waktu istirahat usai. Saatnya pelajaran dimulai lagi. Santi tak henti-hentinya melihatiku di kelas. Hingga waktu pelajaran berakhir. Aku dan Santi kembali berjalan pulang bersama. Ada perasaan nyaman ketika aku ngobrol dengan Santi. Aku tak merasakan kesepian lagi saat pulang. Keesokan harinya. Saat hari Minggu Santi mengajakku untuk jalan-jalan. Aku mengangguk dan tak bisa menolaknya. Kami pun jalan berdua.

Kian lama waktu berjalan. Aku dan Santi melalui hari-hari seperti biasanya. Tiba sudah kami di penghujung semester 1 kelas 9. Kami libur selama 2 minggu. Usai liburan berakhir. Aku berangkat seperti biasanya. Namun hari ini tiada kutemukan Santi di tengah-tengah perjalananku menuju sekolah. Santi yang biasanya menunggu di depan pintu halaman rumahnya. Saat sekarang ini tiada. Fikirku mungkin dia masih di rumah saudaranya yang di Jakarta. Pasalnya sebelum liburan kemarin dia bilang padaku akan liburan di rumah saudaranya di Jakarta. Kini aku berangkat sendiri ke sekolahan tanpa hadirnya. Sampainya di sekolah kulihat Wawan yang sedang nongkrong di depan pintu kelas. Dia menatapku agak berbeda. “Kok tumben gak sama Santi.” Tanya Wawan. “Aku tak lihat dia di depan rumah. Rumah Santi saja tadi masih sepi. Mungkin dia masih ada di Jakarta.” Jawabku lemas. Wawan mengajaku masuk ke kelas. Kami mengobrol tentang liburan kemarin.

Tak lama kemudian waktunya masuk pelajaran. Aku merasa kosong tanpanya. Tak ada lagi yang menatapiku. Tiada lagi yang kutatapi selain dia. Aku merasakan kehilangan hadirnya. Hingga akhirnya bel istirahat tiba. Aku masih merasakan kesepian. Meskipun Wawan, Dion dan Farhan masih setia menemani. Di kantin Dion dan Farhan bertanya padaku. “Kok tumben gak ada Santi, emang dia gak masuk kenapa?” Akupun menjawab, “Mungkin dia belum nyampe di rumah, dulu sebelum liburan sih bilangnya mau ke saudaranya di Jakarta.” Usai kami makan di kantin. Kami masuk kelas dan mengikuti pelajaran sampai akhir pelajaran. Bel tanda usai pelajaran telah dibunyikan. Aku pulang sendiri tanpa Santi. Sambil berjalan aku hanya berfikir tentang Santi. Mungkin inikah yang dinamakan rasa kangen? Aku pun tak tahu.

Dua hari sudah ketiadaannya. Aku mulai merasa cemas. Fikiranku hanya tertuju padanya. Aku selalu bertanya kenapa mesti aku memikirkannya. Kenapa mesti dia dan dia? Apakah ini yang dinamakan CINTA? Tapi aku tak sepenuhnya paham apa itu CINTA, merasakannya saja aku belum pernah. Jelasnya perasaaan aku ke Santi sudah berbeda dengan perasaanku yang sebelumnya. Itulah yang aku rasakan sekarang.

Tiga hari sudah dia tak berangkat. Perasaan cemasku tak dapat dihilangkan. Selalu saja aku memikirkan dia dan dia. Tak ada kabar pasti tentang dia. Aku ingin segera mengobrol dan berangkat-pulang sekolah lagi bersamanya. Itulah yang aku inginkan saat ini.

Empat hari berlalu. Saat aku pulang sekolah. Berjalan sambil memikirkan Santi. Tibalah aku di dekat rumah Santi. Aku terkejut dan kaget melihat ada bendera kuning menancap di pintu halamannya. Aku semakin penasaran. Lalu aku segera berlari menuju rumah Santi. Kemudian ku lihat tulisan yang dipasang depan rumah Santi.

INNALILLAHI WA INNA ILLAHI ROJ’UN

Telah kembali ke Rahmatullah dengan tenang,
Nama: Susanti
Wafat dalam Usia: 14 tahun
Meninggal tanggal 20 Febuari 2008 pukul 10.25 WIB.

Jenazah Insya Allah akan dimakamkan di TPU Al-Ikhlas pukul 16.30 WIB.

YAA ALLAH, INNALILLAHI WA INNA ILLAHI ROJ’UN!!! Begitu kaget dan shock-nya aku. Membaca pengumuman di bawah bendera kuning. Aku lekas berlari mendekati jenazahnya. Aku menangis bersedih. Aku tak tega. Aku tak percaya ini terjadi padanya begitu cepat. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya. Air mataku menetes tak terhentikan. Hatiku menjerit kesakitan melihat dia meninggalkanku untuk selamanya. “Yaa Allah kenapa KAU biarkan ini terjadi padanya.” Tanyaku dalam hati. Aku sangat terpukul atas ketiadaannya. Aku mencoba melihat wajah terakhirnya untuk terakhir kalinya. Aku membuka kain yang menutupi tubuh dan wajahnya. Sambil menangis aku memanggilnya. Berangsur-angsur aku memanggilnya untuk bangun dan menemaniku lagi. Tapi dia memang sudah benar-benar tiada. Kutatapi wajahnya sambil menangis tersendak-sendak. Dia seperti tersenyum dengan mata terpejam. Lalu, aku berwudlu dan mensholatkan jenazahnya. Aku mendoakan Alm. Santi. Semoga Allah senantiasa memberikan tempat yang terindah untuknya.

Suasana haru terjadi saat Jenazah Santi mulai diturunkan ke liang lahat. Aku tak kuasa menahan sedihku. Tiada lagi keberadaan dia di dunia ini, dan ini adalah untuk yang terakhir kalinya aku melihat jasadnya. Sekarang aku tak bisa bertemu lagi dengannya.

Akhirnya berakhir sudah acara pemakaman Santi. Kemudian aku pulang dari pemakaman. Aku berjalan dengan Ayah Santi. Kami ngobrol tentang sebab Santi wafat. Ayahnya meminta maaf denganku karena belum sempat menghubungi sekolah. Lalu beliau menyuruhku untuk mampir ke rumah sejenak. Ayahnya bilang ada satu titipan surat dari Santi yang harus di sampaikan untukku. Ayahnya juga tak tahu apa isinya. Aku penasaran dengan Santi yang menyimpan satu titipan surat untukku. Aku tak mengerti apa isi surat itu.

Seusai aku dari rumah Santi. Aku pulang dengan perasaan sedih. Sepanjang jalan dari rumah Santi aku hanya bisa berjalan merunduk. Karena aku masih tak bisa menahan air mataku atas kepergiannya. Ku genggam surat dengan corak biru dengan hiasan bunga-bunga. “Aku berjanji padamu Santi, aku takkan pernah membuang surat ini kapanpun sampai aku benar-benar menyusulmu.” ucapku dalam hati.

Usai sholat Isya dan belajar. Aku lekas pergi ke kamarku. Menyalakan lampu kamarku. Membuka tas sekolah. kuambil surat yang tadi sore Ayah Santi berikan untukku. Lalu aku duduk di tempat tidur dan mulai membaca yang isinya.

“Indahnya waktu-waktu yang kita lewati berdua. Saat aku memulai perkenalanku denganmu. Mengajakmu untuk berangkat dan pulang sekolah bersama. Belajar bersama di sekolah. Kamu anak yang cerdas vin. Kamu baik, sopan, tak pernah memilih-milih teman. Aku minta maaf atas kesalahanku yang tak pernah jujur denganmu. Telah lama aku punya penyakit kanker otak. Sudah lama aku mengidap penyakit ini, dan kata dokter umurku memang tak lama lagi. Mungkin kini telah terbukti, kalau aku telah tiada. Meninggalkamu untuk selamanya. Aku menangis saat aku mulai menyukaimu, menyayangimu bahkan mencintaimu. Karena aku tak bisa memilikimu selamanya. Oleh karena itu, aku ingin ungkapkan perasaanku lewat tulisan ini Vin. Kalau aku benar-benar cinta dan sayang sama kamu. Kuharap kau mengerti perasaanku Vin. Maafin aku yang hanya bisa mengungkapkan rasa cintaku lewat surat ini, sedangkan aku telah tiada meninggalkan dunia ini. Mungkin ini akan buatmu semakin terpukul dengan ketiadaanku. Aku harap kau jangan bersedih. Aku titipkan semua cerita indahku bersamamu Vin. Tersenyumlah Vin. Tak selalu cinta ini harus memiliki Vin. Aku yakin suatu saat ketika dewasa. Kau pasti akan menemukan wanita yang benar-benar mencintaimu apa adanya. I Miss You Alvin…

Yang selalu merindumu…
-Susanti-

“Ini adalah awal cintaku yang belum sempat ku ungkapkan. Kau adalah cinta pertamaku Santi. Aku yakin suatu saat nanti kita akan bertemu di surga nanti. Izinkan aku membiarkan rasaku yang ada untukmu agar bertahan di hatiku hingga aku menyusulmu Santi.” Ucapku dalam hati. I Miss You Too Santi.

Cerpen Karangan: Mohammad Nurrofik
Blog: mohammadnurrofik.blogspot.com
Facebook: https://www.facebook.com/Mohammadnurrofik

Cerpen Cinta yang Terpendam merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Kecewa

Oleh:
Sudah satu tahun aku menjajaki masa SMA. Kata orang, masa SMA adalah masa terindah. Dimana kisah kasih terjalin bahagia di masa ini. Kisah asik dan unik persahabatan akan terasa

Hal Yang Tidak Bisa Kukatakan

Oleh:
Hari itu, hari pertama ku di SMP. Aku sangat senang karena aku sekarang sudah SMP, teman baru, kehidupan baru, bahkan cinta pertama.. seseorang yang aku sangat cintai.. dia adalah

Satu Ruang

Oleh:
Kebahagiaan yang tengah dirasakan Kya mengupas seluruh kerinduan yang selama lima tahun terakhir dialami wanita 27 tahun ini. Ia sedang menanti seorang pria yang datang dari negeri Australia, yang

Terbang

Oleh:
Ibarat kepingan logam yang bertebaran lalu terbang dibawa angin, dan orang bertanya “Angin sekuat apa bisa membawa pergi kepingan logam?” mana aku tahu? Aku sudah mulai tak peduli. Aku

Coffee Love

Oleh:
“Cinta” yah, si gadis cantik yang bernasib malang, itulah panggilan yang pantas untukku. Memang aku hidup di keluarga berada, semua kemewahan mengelilingiku, punya teman yang banyak, dikejar sama cowok-cowok,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Cinta yang Terpendam”

  1. Erni nurmawar says:

    Ceritanya mengharukan banget.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *