Pelindung dibalik Pengagum

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Cinta Sedih
Lolos moderasi pada: 28 February 2022

Khansa membuka kelopak matanya dan mendapati seorang lelaki ada dihadapannya. Sontak saja membuat matanya melebae sempurna, kala tersadar dirinya saat ini tengah berbaring di atas paha lelaki itu.

Khansa segera merubah posisinya yang tadinya berbaring menjadi duduk dengan tegak, wajahnya juga nampak panik. Pasalnya, dia tak mengenali lelaki yang ada di sebelahnya saat ini.

Melihat wajah Khansa yang tampak panik dan kebingungan, lelaki itupun akhirnya membuka suara.
“Tadi lo pingsan,” tuturnya, seolah menjelaskan atas kebingungan Khansa.
Mendengar ucapan dari lelaki itu, alis milik Khansa pun bertaut. “Pingsan?” gumamnya seolah bertanya.
Lelaki itu mengangguk seadanya.

Khansa menundukkan kepalanya, masih dilanda kebingungan perihal mengapa ia bisa pingsan, dan mengapa ia bisa ada di tempat ini.
Halte.

Mendapati gadis yang ada dihadapannya ini terdiam dengan wajah gelisah dan kebingungan, membuat lelaki itu mengulas senyum tipis.
“Untung aja tadi gue ngikutin lo, kalau nggak, gue nggak tahu gimana nasib lo kedepannya. Pingsan di tempat yang sunyi, dan disini juga ada premannya.”

Khansa langsung menegakkan kepalanya begitu mendengar penjelasan dari cowok itu, terutama dibagian kata ‘mengikuti’ siapa lelaki ini sebenarnya, dan untuk apa dia mengikutinya? ini sungguh aneh, pikir Khansa dalam benaknya.

Lelaki berwajah mungil dengan tatapan lembut itu pun kembali membuka suaranya ketika tak mendapatkan jawaban dari Khansa.
“Nama gue Faka Septian, gue udah 5 tahun suka sama lo,” Ucap lelaki itu diiringan lengukungan senyum di bibir merahnya.

Hal itu sontak membuat Khansa terkejut, bagaimana dia tidak kaget? kalau ada orang yang menyukainya diam-diam selama lima tahun? lagipula, Khansa juga bukan type anak remaja yang peduli sekitar, karena selama ia bersekolah hingga melanjutkan dunia perkuliahan selalu diawasi dan dijaga ketiga kakak lelakinya.

“Aku mau pulang,”
“Lo marah ya sama gue?” Lelaki itu mendesah berat, “Maaf ya, kalau gue udah suka sama lo, kalau lo nggak suka sama gue ya gapapa,”
Khansa tetap diam tak bergeming.

Lelaki itu menghadap kearah Khansa yang masih diam, menatap lurus objek yang ada didepannya.
“Izinin gue jadi pelindung buat lo,” Kata Faka penuh pengharapan.

ADVERTISEMENT

Khansa langsung berdiri.
“Maaf,” Khansa segera melangkah pergi ditengah gerimis yang perlahan jatuh ke bumi, seolah menggambarkan perasaan Fa saat ini yang terdiam di tempatnya saat Khansa pergi tanpa jawaban yang jelas.

Khansa keluar dari toilet dengan perasaan gelisah, bagaimana tidak? hari ini ia sedang memakai rok berwarna putih dan sialnya hari ini tamu bulanannya datang tiba-tiba.
Memang kalau nasib sial lengkap dengan paketnya yang lain. Khansa lupa membawa pembalut karena ia pikir tanggal datang bulannya tetap seperti tanggal biasanya. Tapi kali ini, lebih awal dan Khansa lupa membawa persediaan.
Mana di hari pertama pasti lagi deras-derasnya.

Namun, saat ia hendak meninggalkan toilet. tangan yang menjulur dengan paper bag yang ada di genggamannya berhasil membuat langkah Khansa terhenti, dan menemukan seorang lelaki yang pernah ia temui beberapa waktu lalu dan menyatakan perasaan kepadanya.
“Lo butuh ini, ‘kan?”
Mata Khansa langsung memicing sinis, “gue nggak butuh apa-apa!” jawabnya ketus.

Lelaki itu mengulum senyum tipis, tak berapa lama kemudian meletakkan paper bag ke lantai lalu membuka jaketnya.
Hal itu membuat Khansa menatap heran tentang apa yang akan dibuat lelaki itu.

Detik selanjutnya, mata Khansa melebar sempurna saat lelaki itu mengikat jaketnya dipinggang Khansa seolah ingin menutupi sesuatu.

Khansa masih tertegun atas apa yang dilakukan oleh cowok aneh ini, tak berapa lama kemudian cowok itupun memaksanya untuk menerima paper bag yang Khansa tak tahu apa isinya.
Kini, giliran cowok itulah yang pergi lebih dulu meninggalkan Khansa yang masih terpaku dengan kelakuan cowok itu.

Tetes demi tetesan air hujan yang jatuh membasahi bumi, disertai ingatan yang selalu mengalir mengenai sosok lelaki yang mampu membuat Khansa terkesima dan sepertinya Khansa menyukai lelaki itu.

Khansa mendesah berat, ia tampak gelisah. Pasalnya, hari ini ia akan membeli buku Sejarah sastra bahasa Indonesia sebagai acuan atau referensinya untuk mata kuliah yang sejurus dengan nama buku itu. Akan tetapi, niatnya ingin membeli buku sendirian terhalang karena ketiga kakaknya ngotot ingin mengantarkannya sekaligus menemaninya pergi, kesal? tentu saja. Khansa tidak bisa menjadikan alasan membeli buku itu untuk pergi sendirian dengan embel-embel mengerjakan tugas kuliah.

“Beli semua aja kali, Khan.” Ucap Dean abang tertuanya.
“Kalau kakak nggak sabar nunggu Khansa belanja, yaudah gak usah ditemenin. khansa juga butuh waktu buat liat buku-bukunya, nggak asal beli semuanya!”
“Ya kan, biar kamu jadi banyak pengetahuan kalau beli semuanya,” timpal kak Dean lagi, lalu terkekeh.
Membuat Khansa tidak mood lagi untuk membeli buku, gadis itu pun membrengut kesal, lalu melanjutkan mencari buku yang dibutuhkan olehnya.

Hari ini langit siang nampak mengabu, katanya mendung belum berarti hujan. Tapi dilihat dari keadaanya, langit begitu gelap, tak ada awan putih yang menandakan cuaca akan cerah kembali.
Hal itu membuat Khansa senang, gadis ini memang kepalang aneh. sebagian besar orang tidak menyukai hujan, karena hujan membuat banyak orang cemas, karena sedikit banyaknya akan ada aktivitas atau pekerjaan yang tertunda karena datangnya hujan.
Tapi… itu tidak berlaku bagi Khansa, karena setiap kali hujan mendatangkan kenangannya bersama lelaki pujaan yang berhasil membuat Khansa melayang jatuh cinta.

Mata kuliah hari ini lebih awal selesai daripada jadwalnya dikarenakan sang dosen memiliki urusan penting yang mendadak. hal itu menjadi kesempatan baik untuk Khansa pergi lebih dulu untuk berjalan-jalan sebelum para kakaknya menjemput Khansa.

Segera saja Khansa berlari tergesa-gesa keluar dari kawasan kampus. Sekalipun gerimis melanda tak menghambat langkahnya untuk pergi dari sana.

Lama kelamaan rintik kecil hujan itu menjadi deras, pakaian Khansa pun mulai basah.
Setelah berlari cukup jauh, Khansa berhenti sebentar. Ditengah hujan yang deras seolah tak terjadi apapun, Khansa mengambil napas sebanyak-banyaknya. Matanya cukup sulit untuk melihat karena diterpa oleh rintik hujan. Namun tidak memungkiri Khansa untuk melihat halte yang tak begitu jauh dari tempatnya berdiri.

Khansa segera berlari, mungkin berteduh sejenak di halte bukanlah satu hal keputusan yang buruk. Lagipula keberadaanya saat ini sudah cukup jauh dari kawasan kampus, pastilah kakak-kakanya tidak bisa menemukannya dengan jangka waktu yang singkat.

Setelah tiba di halte, Khansa sedikit merapikan rambutnya yang sudah sangat basah. Gadis itu mulai merasa kedinginan, terlihat dari kulitnya yang mulai mengerut keriput karena kedinginan.
Sampai dimana sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan halte dan membuat Khansa ngeri karena kali ini ia sendiri di tempat yang cukup terbilang sunyi.

Matanya membulat lebar dengan apa yang ia lihat sekarang saat melihat kaca mobil itu sengaja diturunkan oleh sang pengemudi betapa terkejutnya Khanaa ketika melihat pengemudi yang ada di dalam mobil itu ternyata lelaki yang pernah memberikan payung kepadanya dikala hujan waktu itu, dan kali ini mereka kembali bertemu dikala hujan juga.

Khansa tidak tahu bagaimana cara ia menggambarkan perasaanya saat ini, terkejut, senang, bahagia bercampur aduk menjadi satu. Khansa langsung menundukkan kepalanya, ia malu karena tidak menutup kemungkinan penampilannya saat ini pasti jauh dari kata rapi.

Suara klakson yang berbunyi membuat tubuh Khasa terperanjat kaget, tak sengaja ia langsung menatap kearah mobil itu dan berhasi melihat wajah lelaki yang membuatnya jadi salah tingkah saat ini.

“Masuk,” ucap lelaki itu yang pastinya sudah jelas mengajak dirinya.

Mendengar itu membuat jantung Khansa berdetak tidak karuan, tubuhnya pun langsung gemetaran yang berartikan dua makna, antara kedinginan dan gugup.
Khansa malu, namun sepetinya dia tidak boleh menunjukkan gelagatnya yang sesungguhnya kepada cowok itu, ia harus berpura-pura cuek dan jutek sebagaimana dirinya yang sesungguhnya bila didekati lelaki.

Sampai ia tidak sadar, sebuah jaket tersampir di pundaknya. Khansa terkejut, ia langsung mendongak dan mendapati cowok itu sudah berdiri dihadapannya dengan memegang sebuah payung untuk melindunginya dari tetesan air hujan.

“Kita dipertemukan lagi sama hujan,” ucapnya kemudian, membuat Khansa jadi semakin gemetaran.
“Gue anterin pulang ya,” ajak cowok itu.
Dengan cepat Khansa menggeleng, “Nggak usah. gue udah dijemput kok, makasih ya.” Ujar Khansa melawan kegugupannya dengan memaksakan ekspresi tenang.

Tatapan cowok itu yang semula teduh berubah menjadi lurus, membuat Khansa jadi ngeri. “Oke, gue gak tanggung jawab kalau lo kenapa-napa,”
Cowok itu segera berbalik dan berniat pergi masuk ke dalam mobilnya, Khansa pun berubah pikiran. Dengan cepat ia mendahului cowok itu dan masuk ke dalam mobil milik cowok itu tanpa gaya yang anggun ala-ala pendekatan.

Keheningan berperan aktif dalam situasi ini, baik Khansa maupun lelaki itu sama-sama diam tak membuka obrolan.
Sampai dimana dering ponsel lelaki itu berhasil mengusir keheningan di sepanjangan perjalanan mereka. Cowok itu pun segera mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa yang memanggil.

CHITTTTT!!!
Hampir saja kepala Khansa membentur dashboard saat cowok itu menghentikan laju mobilnya tiba-tiba, sampai-samapi menimbulkan suara decitan yang sangat keras.

Ingin marah namun terlalu mustahil baginya, kalau salah satu diantara kakaknya berbuat seperti itu pastilah Khansa akan mengamuk, kalau begini pasti berbeda ceritanya.

“Maaf,” ucap cowok itu ketika sambungan teleponnya sudah berakhir.
Khansa menganggukan kepalanya singkat, “gak apa-apa,” jawabnya singkat.
Lelaki itu tampak menghela napasnya berat, seperti banyak beban yang dihembuskan.

“Adik gue masuk ke rumah sakit, lo turun disini aja gapapa ya?”
Sontak membuat mata Khansa membola, ini serius dirinya diturunin di tengah jalan.
Tak banyak bicara pun sepertinya Khansa memang harus segera turun, sebelum tangannya ingin melepaskan seatbeltnya cowok itu kembali bersuara.
“Boleh temenin gue ke rumah sakit?” ucapnya penuh pengharapan. Namun, wajahnya terlihat tanpa ekspresi.

Sesampainya di rumah sakit, mereka berdua langsung berlari tergesa-gesa. Lebih tepatnya, cowok itu mengajaknya berlari seperti takut ditinggalkan pesawat yang hendak lepas landas.
Samapi cowok itu melepaskan genggaman dengan mudahnya ketika mereka sudah tiba di depan ruang ICU.

Suara tangis yang menggema terdengar jelas menyambut kedatangannya, hal itu membuat Khansa kebingungan apalagi melihat lelaki yang membawanya tadi juga menangis bersama wanita paruh baya yang saat ini mendekapnya penuh keseduhan.

“Faka…” lirih wanita itu disela tangisnya.
Sepertinya Khansa tidak asing dengan nama itu.
“Faka, Shaka… Fakaa!” Teriak wanita itu dengan isaknya yang lirih.
Entah kenapa perasaan Khansa mendadak tidak tenang, hatinya berkecamuk seketika.
“Faka udah nggak ada, dia baru aj… hiks!”
Lelaki itu sontak melepaskan pelukannya dengan sang mama, dia menggeleng tidak percaya.
“Mah, jangan ngada-ngada deh, Faka masih ada, mah. masih ada!” Lelaki yang tadi dipanggil dengan sebutan Shaka itu tampak tidak terima.
Dengan derai air mata wanita itu ingin kembali memeluk Shaka, lelaki itu menolak ia menjauh.

Khansa yang melihat itu tak sadar dirinya juga ikut menangis, tak membayangkan jika dirinya ada di posisi lelaki itu.

“Faka… punya pesan untuk kamu, 5 menit yang lalu dia bilang ke mama… kalau kamu, harus jagain cewek yang dia cintai sejak 5 tahun lalu. first love-nya… faka.” lirih wanita tua itu, tentu saja dari kedengarannya tidak asing lagi bagi Khansa.

Jangan-jangan…
Cowok itu adalah Faka yang pernah menunggunya di halte kala ia pingsan beberapa waktu yang lalu.

Astaga, tidak mungkin ini sebuah kebetulan. Dan jangan bilang kalau Faka adalah adik Shaka, first lovenya Khansa.

“Gadis itu bernama Khansa,”

Detik itu entah mengapa dunia Khansa seolah runtuh, kenyataan yang menampar dirinya sangat keras.

Cerpen Karangan: Sari Mutiara
Blog / Facebook: Bulan Wulanwu
Wulan Tiogur Sari Banun Siregar, asal Medan, Sumatera Utara.

Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 28 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com

Cerpen Pelindung dibalik Pengagum merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Love Street (Part 3)

Oleh:
Di dalam mobil. “Kita ke mana?” tanyaku. “Banyak nanya.” ucapnya datar masih fokus menyetir mobilnya. Aku mengeluarkan hpku. “Sekarang tutup mana lo.” ucapnya sambil mengulurkan selembar kain. “Gak mau.”

Kesedihanku

Oleh:
Aku duduk dibangku kelas. Diam membisu seperti biasa. Menatap satu persatu teman yang sedang asyik ngobrol dengan tatapan semu. Biasanya aku, Andika, Ifan, dan Rafli akan bercerita tentang hal-hal

Elegi Asmaraloka Ksatria Poloc

Oleh:
Derap puluhan kaki kuda menghajar rerumputan. Tanah terkoyak memunculkan serabut akar. Napas-napas menderu kencang. Peluh bercucuran muncrat menyebar lepas dari guncangan badan. Kekuatiran nampak jelas dari muka-muka penunggangnya. Angin

Tas Terakhir Untuk Risa (Part 1)

Oleh:
Berubah, setiap orang pasti bisa berubah, dan mungkin itu yang terjadi pada diriku. namaku Risa. kini aku bersekolah SMK PUTRA BANGSA Jakarta. tepatnya aku kelas 2 SMK. seperti biasanya

Stuck

Oleh:
“Huf….” Dengusku pelan. Aku sedikit bosan karena keempat temanku belum datang juga. Tapi ini kesalahanku, aku datang terlalu awal dari jam janjian kita. Kulirik arloji dipergelangan tangan, pukul 2

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Pelindung dibalik Pengagum”

  1. moderator says:

    Tipe cerita favorit ciwi ciwi ini biasanya… ^_^ cowo nya tipe tipe idaman impian para wanita soalnya…

    btw, ada detail kecil yang aga janggal sih, ketika Shaka bilang “Kita dipertemukan lagi sama hujan,” seakan akan dia sudah pernah bertemu dan mengenal Khansa, padahal bukannya yang sebelum sebelumnya bertemu sama Khansa itu Faka ya bukan Shaka?

    Btw, cerita yang Sari buat ini cukup bisa kakak nikmati loh… terimakasih ya…

    ~ Mod N

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *