Orang Pertama, Orang Kedua dan Orang Ketiga

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Segitiga
Lolos moderasi pada: 15 August 2015

“Orang pertama aku, orang kedua kamu, orang ketiga dia!” ucapmu saat kita sedang mencoba menjawab soal terakhir tugas Bahasa Indonesia.
“Tokoh ‘Aku’ berperan sebagai orang pertama? Maksudmu jawabannya B ya?” jawabku.
“Yup!” katamu bersemangat. Lalu kita bersama-sama memberi tanda silang B di kertas soal yang menandakan bahwa kita menjawab jawaban itu dengan jawaban orang pertama.

“Tapi, bukannya orang kedua tidak ada ya? Maksudku untuk menunjukan tokoh itu sebagai apa, hanya ada 2 pilihan kalau tidak orang pertama ya orang ketiga bukan?” kataku mencoba mengingatkanmu.
“Yaelah, jangan serius menanggapinya. Aku kan cuma bercanda aja supaya kita lebih paham.” jawabmu sembari tersenyum padaku. Aku membalas senyummu itu, kau tahu kadang aku berpikir berapa lama aku akan melihat senyum tulusmu itu.

Sampai kapan kau akan merubah senyummu itu dengan tatapan dingin ke arahku. Entahlah, aku tidak ingin memikirkannya, aku ingin menikmati senyummu lebih lama. Senyum tulusmu yang membuatku merasa nyaman berada di sebelahmu.

Bel berbunyi menandakan waktu untuk pulang. Aku melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 2 siang. Waktu yang panjang menurutku, aku sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah dan merebahkan badanku di atas kasurku yang empuk itu. Namun, tiba-tiba kau menghadangku di antara lorong-lorong sekolah.

“Aku ingin bertanya sesuatu denganmu?” katamu yang membuat dadaku serasa berhenti. Mungkinkah.
“Apa yang ingin kau katakan padaku?” jawabku dengan suara sedikit bergetar.
“Kenapa mukamu seperti orang ketakutan? Aku tidak akan menanyai macam-macam aku hanya ingin bertanya padamu, apakah di antara orang pertama dan orang kedua pasti ada orang ketiga?” tanyamu.
“Kenapa tiba-tiba kau menanyakan pertanyaan seperti itu?” jawabku.
“Tidak, aku harap jangan sampai. Tapi menurutmu apakah mungkin ada orang ketiga?” tanyamu lagi sembari kita berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah menuju gerbang sekolah.
“Aku tidak tahu.” jawabku dan kuharap kau tidak memberiku pertanyaan yang semakin membuat dadaku berhenti berdetak. Untung saja mobilmu sudah datang untuk menjemputmu.
“Aku pulang dulu ya, hati-hati di jalan.” katamu sambil melambaikan tanganmu ke arahku.
“Iya.” jawabku sambil membalas lambaian tanganmu dan memberikan senyuman yang manis ke arahmu.

Entah kenapa hari ini aku tidak terlalu lama menunggu bus yang akan membawaku pulang ke istanaku, lebih tepatnya hanya di depan gang saja selanjutnya aku masih berjalan menuju rumahku.

Di dalam bus aku merenungi kejadian beberapa hari yang lalu sembari melihat jalan. Suara pengamen bernyanyi pun tak kuhiraukan, yang kupikirkan sekarang adalah kejadian yang awalnya membuatku menyesal tapi akhirnya aku sadar dengan keputusanku bahwa jawaban yang kulontarkan adalah yang terbaik untuk semuanya. Terutama untuk dirimu dan dirinya.

“Apa kau lelah menantiku sehingga sekarang kau berpaling dengan orang lain?” Aku menanyai diriku sendiri di dalam hati saat kau lewat di hadapanku.

Memang aku akui aku yang salah yang membuatmu terlalu lama menanti. Aku minta maaf, kau mengucapkan kata-kata itu di saat waktu yang tidak tepat. Di saat aku tengah bersama yang lain. Kuakui juga sudah lama aku memendam rasa ini namun tak kunjung kau balas. Tapi, di saat ada orang lain yang sudah mengisinya tiba-tiba kau hadir dalam hidupku dan mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut.

ADVERTISEMENT

Kau mengatakan kepadaku bahwa kau sudah lama memendam perasaan kepadaku namun saat kau ingin mengungkapkannya di saat itu pula aku telah dimiliki orang lain. Kau juga mengatakan kepadaku bahwa semakin lama kau memendamnya justru semakin kau ingin mengeluarkannya. Kau bilang dengan mengatakan itu perasaanmu menjadi lebih baik, paling tidak aku tahu kalau kau menyukaiku.

Aku hanya diam, aku tak tahu harus bilang apa kepadamu karena sekarang ada orang yang telah mengisi relung hatiku. Haruskah aku menyakitinya demi dirimu? Aku masih diam seribu bahasa sampai-sampai tidak kusadari bahwa kau telah bersamanya. Aku mendengarnya dari seorang temanku.

“Iya, beneran si itu jadian sama temanmu.” kata seorang teman kepadaku.

Ya Tuhan! Apa kau sudah melupakanku. Baiklah memang seharusnya itu yang kau lakukan kau harus bersama orang lain untuk melupakanku yang sudah menjadi milik orang lain. Memang seharusnya kita tidak boleh bersama. Itu akan menyakiti banyak pihak. Jangan kita mengedepankan ego kita.

Saat aku tengah kesepian karena orang yang telah memiliki hatiku sedang sibuk dengan urusan organisasinya, kau hadir kembali menyapaku. Hatiku goyah, haruskah aku berpaling darinya demi dirimu? Haruskah aku meninggalkannya demi dirimu? Tapi, ada temanku yang sudah menjadi milikmu. Haruskah aku menjadi orang ketiga di antara dirimu dan dirinya? Kau mengatakan kata-kata yang sama seperti dahulu.

“Aku tahu kau juga memendam perasaan yang sama sepertiku tapi kenapa kau tetap bersama orang itu kalau sudah tak ada cinta di antara kalian berdua?” katamu.
“Aku menyukainya dengan sepenuh hatiku.” jawabku lewat lisan namun tidak dengan jawaban hatiku.
“Jangan bohong! Aku bisa melihatnya dari kedua bola matamu.” jawabmu.
“Skak mat!” batinku.

“Baiklah, kuakui aku menyukaimu bahkan sebelum aku bersama dengan orang itu tapi kau tahu kita sedang bersama orang lain.” jawabku dengan hati yang sedikit tersayat.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita nikmati saja apa adanya selagi mereka tidak tahu.” katamu yang membuat mataku melotot.
“Apa maksudmu kita bermain di belakang pasangan kita masing-masing?” kataku setengah berteriak.
“Itu, kalau kau tidak keberatan. Aku sama sekali tidak menyukainya, aku hanya menganggapnya sebagai pelampiasan saja karena kau tak kunjung memutuskannya. Lagipula kekasihmu sedang sibuk dengan urusannya. Selagi kau masih memberikan perhatianmu kepadanya, aku yakin tidak akan ketahuan. Aku tidak keberatan kalau harus berbagi hati dengannya.” katamu.

Aku diam sesaat, aku bingung harus mengatakan apa. Di sisi lain aku masih mengharapkanmu tapi di sisi lain aku tak ingin menyakiti orang yang mencintaiku dengan tulus, yaitu temanku dan orang yang selama ini mengisi hatiku. Sambil menunggu jawabku, kau mengatakan kata-kata yang membuatku geram.

“Kalau kau mau, aku bisa memutuskan hubunganku dengan dia (temanku).” katamu santai.

Ya Tuhan! Tega sekali kau. Baiklah ini jawabku. “Tidak, aku tidak mau. Aku tidak ingin menyakiti hati orang-orang yang telah mencintaiku dengan tulus. Aku minta maaf.” kataku sembari menahan tangis.
“Kau yakin? Pikirkanlah baik-baik, karena setelah ini tidak ada kesempatan yang lain.” katamu sembari menatapku memohon agar aku menarik kembali kata-kataku sebelumnya.

Aku menggelengkan kepalaku dengan mantap meskipun hatiku berontak.

“Kau yakin? Kau akan menyesal nantinya.” katamu berusaha memohon agar aku berubah pikiran.
“Iya, memang aku akan menyesalinya.” kataku. Kulihat kau tersenyum penuh kemenangan.
“Tapi, aku akan lebih menyesal karena menyakiti orang-orang yang kusayangi yang juga menyayangiku. Pergilah, jangan kau sakiti hati temanku itu. Kalau kita berjodoh kita akan dipertemukan lagi. Sekarang, anggaplah kita sedang tidak ditakdirkan bersama. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga.” kataku lembut.

Kulihat kau terdiam dan menatapku dengan tatapan kosong. Aku membalas tatapanmu dalam-dalam. Sepertinya, kau mulai tak nyaman jika aku menatapmu seperti itu. Kau akhirnya pergi meninggalkanku yang sedang berusaha bersikap tegar menahan tangis. Aku telah melewatkanmu untuk kedua kalinya. Oh, akhirnya tangisku tumpah juga, aku menangis sejadi-jadinya. Tapi, dibalik tangisku ada persaan lega. Lega karena aku tak harus mengorbankan perasaan tulus mereka demi egoku.

Aku tersadar dari lamunanku, ternyata hampir sampai. Aku mencoba memberi tanda kepada kernet bus kalau aku akan turun di kiri jalan.

Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan badanku di atas kasurku. Hari ini aku lelah sekali sampai-sampai aku lupa mengganti baju seragamku. Aku melihat di layar handphoneku, ternyata ada pesan masuk.

Kubuka pesan tersebut, ternyata dari orang yang mengisi hatiku, orang yang masih setia menemaniku. Entah kenapa aku merasa sangat senang mendapat pesan darinya. Mungkinkah hatiku benar-benar seutuhnya untuknya? Aku harap iya. Dengan cepat kubalas pesannya karena aku tak mau ia menunggu lama balasanku.

Tak perlulah ada orang ketiga di antara orang pertama dan orang kedua. Biarlah orang ketiga hanya ada dalam pelajaran bahasa Indonesia untuk menunjukkan peran seorang tokoh. Kalau di dalam sebuah hubungan, yang kuinginkan hanya ada Aku, Kamu dan Tanpa Ada Dia.

Pikiran iseng pun muncul dalam benakku, aku ingin menggodanya sudah lama aku tak membuatnya cemburu.
Menurutmu apakah mungkin ada orang ketiga di antara orang pertama dan orang kedua?

Cerpen Karangan: Yustishya
Blog : palsrandom18.tumblr.com

Cerpen Orang Pertama, Orang Kedua dan Orang Ketiga merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


The Bitterness of Love

Oleh:
Aku melangkah menuju kamar yang cukup luas. Kubaringkan tubuh ini ke atas sofa empuk. Terasa nyaman dan tenang. Kemudian aku meraih cermin bulat di atas punggung laci. Cermin itu

Antara Tangis dan Tawa

Oleh:
“Lunaaaa, lunaa!” ku dengar teriakan Lina memanggil saudara kembarnya yaitu aku, sontak aku yang sedang asyik baca majalah pun kaget dan langsung menemui Lina yang amat cerewet “Apaan sih

Lupa Cara Menangis (Part 1)

Oleh:
Terlalu sering aku merasakan rasa sakit. Rasa sakit itu akan merasakan apa yang tidak aku rasakan saat sakit. Terlalu sering aku bersedih namun aku lupa caranya menangis. Aku tidak

Kini Kutahu Siapa Dirimu

Oleh:
Tak terasa kini hubunganku dengan dia memasuki usia 15 bulan. Ya, namanya Iyan. Tepat pada 23 november nanti kami anniv. Tapi, belakangan ini aku merasakan ada yang berbeda dengan

Love of The Past and Current (Part 4)

Oleh:
Seminggu sudah aku tidak menyerah untuk mendapatkan kepercayaan Tere kembali. Hampir setiap waktu aku terus menerus menghubunginya, mungkin di siang itu sudah ke enam kalinya aku mengirimkan sebuah pesan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *