Aku Bukan Orang Setia Dan Baik (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 8 February 2016

Kata simbahku kalau ketemu wanita, melihat jangan sampai memalingkan muka. Salah satu petuah yang sangat berat melaksakannya bagiku. Apakah bapak dari ibuku itu, begitu kuat seperti yang dikatakannya. Tetapi apa yang pernah dikatakan beliau, selalu terbukti. Mengerikan sekali kalau mengingat kejadian-kejadian, yang pernah ku saksikan bila tidak mengikuti apa yang dikatakan beliau. Laki-laki seperti aku, senang sekali melihat gadis atau wanita yang selalu menarik untuk dinikmati, wajahnya, bentuk badannya, suaranya yang lembut, sikapnya yang menyenangkan kalau diajak bicara.

Sedari dulu semasih berumur belasan tahun, ku sadari aku bukan pemuda yang menarik. Kulitku yang dibilang kawan-kawan sekolahku hitam. Namun seleraku tak menyadarinya. Aku tak suka gadis yang jelek. Aku senang melihat mata wanita atau gadis yang belok bulat dengan bulu mata yang lentik. Kulit kuning bahkan putih. Gadis yang pendek aku tidak suka. Ku sukai gadis atau wanita yang tinggi langsing. Makanya aku ngotot untuk berkuliah, walaupun sebetulnya orangtuaku hanya pas-pasan saja. Aku percaya kalau aku dapat meraih sarjana teknik, akan dapat dan gampang untuk mendapatkan istri yang cantik seperti yang aku idamkan. Kenyataan yang membuatku sombong ketika jadi mahasiswa dengan gampang mendapatkan perhatian dari gadis-gadis di kota kecil tempat tinggal orangtuaku.

Aku menjadi lupa daratan, seakan impianku untuk mendapatkan gadis cantik akan menjadi lebih gampang. Di kota tempat aku kuliah, seringkali aku bersama kawan sekuliahku mendatangi rumah gadis, dan selalu kami memenangkan persaingan merebut perhatian dari gadis-gadis yang kami tuju. Sampai suatu saat ketemu batunya. Ketika aku berusaha mendekati gadis cantik usianya 4 tahun di bawahku. Dik Aty aku memanggilnya. Anak bekas atasan bapakku. Berulang kali aku berusaha untuk dapat bertemu dengannya dan gagal total. Sepulangku dari proyek untuk pertama kali bekerja dalam beberapa bulan di luar kota. Dik Aty, Sang pujaanku menitipkan pesan kepadaku lewat adik perempuanku, supaya aku jangan mendekati dia lagi.

Seketika aku menyesal mengapa mengacuhkan seorang gadis cantik, dik Nina yang berkulit putih wajah Indo. Cuma sayang badannya aku anggap kurang tinggi waktu itu. Tidak setinggi dik Aty. Dan dik Nina tidak melanjutkan ke kuliah seperti dik Aty. Hari pertama di rumah, sepulangku dari tempat kerja, sudah cukup dikejutkan dengan lewatnya dik Nina yang bergandengan tangan dengan seorang pemuda. Besok paginya pesan dik Aty disampaikan kepadaku. Dua gadis cantik lewat begitu saja dalam waktu yang bersamaan.

Rumahku yang di pinggir jalan cukup memudahkan aku mengamati gadis-gadis yang berlalu lalang. Waktu mereka berangkat ke sekolah atau waktu pulangnya dari sekolah SMA Negeri dekat rumahku. Atau waktu mereka jalan sore-sore. Teman-teman sekolah adik-adikku juga menjadi sasaranku, apalagi yang sering datang bersama adikku ke rumah. Ku ajak mereka mengobrol, ada beberapa yang cantik dan memperlihatkan kesenangannya ketika ku ajak mengobrol itu. Sayang beda usia kami waktu itu ku anggap cukup jauh, beda sekitar 8 tahunan. Tercatat ada dik Wati, dik Mumun, dan dik Indah.

Tuntutan untuk mendapatkan penghasilan dan untuk sedikit melepaskan diri dari tanggungan orangtua, tawaran untuk bekerja harus ku terima. Bekerja jauh di luar kota asal tidak masalah. Walaupun harus meninggalkan studi untuk sementara. Lokasi kereja pertama, ku melihat seorang guru cantik mengajar untuk pertama kalinya di tempat aku bekerja itu. Perkenalan yang cukup lancar ku dapatkan. Di saat pandangan pertamaku dengan ibu guru cantik sudah mengisyaratkan akan diterimanya aku olehnya. Pandangan yang memacu untuk segera mendatangi tempat kostnya.

Siang itu kami beradu pandang, hanya selang sehari saja. Besok sorenya, aku mengetuk pintu rumah kost tempat ibu guruku dan beberapa orang teman sesama guru. Ada sedikit suara kegaduhan dari dalam rumah kost itu. Ibu guruku sendiri yang membukakan pintu. Kami bersalaman tanpa saling menyebutkan nama. Dipersilahkannya aku duduk di ruang tamu. Yang ku ingat di pertemuan itu kami lebih banyak diam dan hanya aku sering memasangi wajahnya yang cantik, mata belok bulu mata lentik alis tebal melengkung.

Ku nikmati suaranya yang lembut ketika berbicara. Seperti yang sering ku dengarkan dari tepi jalan sewaktu dia memberikan pelajaran anak-anak SD itu. Dengan suaranya yang sudah dikeraskan sewaktu mengajar, masih terdengar lembut. Mungkin ini hanya pikiranku yang sedang memujanya saja berpikiran demikian. Ku tanyakan kepada anak-anak yang baru diajar bu guruku. Mereka semua mengacungkan kedua ibu jarinya, sambil berlari dan berteriak mengejekku sebagai si om pacar ibu guru.

Ibu guruku yang baru saja lulus dari sekolah pendidikan guru, pacar pertamaku dalam arti yang sebenarnya. Dimana segala prosedur pacaran ku jalani dengan baik. Apel malam minggu secara teratur. Proses pernyataan perasaan hati yang dikemukakan secara bertahap, selesai baru masuk ke tahap selanjutnya. Sampai suatu saat karena aku sudah tidak dapat lagi menahan gejolak hati, ketika aku secara terpaksa harus menciumnya tanpa meminta persetujuanya.

Dua hari berikutnya ibu guruku mengirim surat kepadaku. Mengapa sampai aku menciumnya, yang membuat dia menangis sampai ke malam Senin. Aku dikatakannya sebagai orang pertama yang dapat melakukan itu kepadanya. Ku ingat-ingat, ketika hari Senin aku lewat depan sekolahannya dia tidak mau melihatku, memang betul matanya agak sembab. Aku agak masgul melihat reaksinya di pagi itu. Setelah ku baca suratnya, baru aku menyadari kesalahanku.

ADVERTISEMENT

Malam minggu, aku mendatanginya. Begitu gembira melihat dia menyambut di depan pintu dengan wajah yang cerah. Proses berkembang terus mengikuti perjalanan waktu sampai ku sampaikan niatku untuk meningkatkan hubungan kita berdua. Belum sampai ada keputusan yang betul-betul mengikat, aku mendapat tawaran untuk bekerja di luar Jawa. Yang segera ku setujui melihat apa yang akan ku dapatkan adalah gaji yang jauh lebik baik. Malam minggu setelah itu menjadi pertemuan terakhir dengan ibu guruku yang cantik. “Aku berpamitan akan pergi bekerja ke luar Jawa beberapa hari mendatang. Apa adik tidak ikut saja denganku,” itu kata-kata yang aku sampaikan di malam terakhir itu.

Pada dasarnya, apa kelakuanku yang memang kuarng ajar. Saat pertama kali aku memasuki kantor di luar Jawa itu, mataku sudah tertarik pada gadis hitam manis yang duduk jadi salah satu pegawai di ruang depan. Langsung aku lupa akan kecantikan gadis di kota tempatku kuliah. Ibu Guruku. Baru saat memasuki mess belakang kantor, aku langsung teringat kembali guru kekasihku. Ku keluarkan fotonya ku cium. Belum lagi berganti baju, pintu kamar diketuk orang. Ku buka pintu, dia si gadis hitam manis itu berdiri di depanku. Terkejut aku menatapnya.

Katanya aku dipanggil bos. Ku ikuti dia dari belakang. Langsung aku membandingkan dengan ibu guru cantikku, dari belakangnya. Lebih tinggi, jalannya lebih anggun yang lagi di depanku saat ini. Muka lebih cantik ini. Hidung lebih mancung, mata lebih belok, bulu mata lebih lentik, bibir lebih tipis, dan seksi. Lincah geraknya. Aku langsung ingat Tuhan karena seketika lupa sama ibu guru cantikku. Tetapi pertemuan dan komunikasi pertama yang berkesan tak dapat ku lupakan. Ke luar dari ruang bos, ku lihat dia menunduk saja, acuh sekali dia.

Sebulan dua bulan berlalu sudah, surat-menyurat ke Jawa terus lancar seminggu sekali. Ketertarikanku kepada si hitam manis terus meningkat. Bulan ketiga mau ke bulan keempat. Suatu saat aku di hari Sabtu siang, aku memberitahu dia, bahwa nanti malam aku mau ke rumahnya. Dia diam saja tidak menjawab permintaanku itu. Dan sambil tersenyum si Hitam manis mengambil sesuatu dari laci mejanya. Dijulurkan selembar amplop surat kepadaku. Surat dari ibu guruku disimpannya. Sebuah pukulan yang membuatku K.O dalam bulan-bulan berikutnya.

Sampai datangnya seorang gadis dari Bandung, sebagai karyawati baru di kantor kami. Cukup cantik dengan muka oval dan body tinggi semampainya. Tinggal dalam satu mess, dia satu ruang bersama anak bos perempuan. Sebenarnya bos masih saudara sepupu kakek dari jalur bapaku. Anak bos perempuan adalah tanteku. Walaupun dia juga masih bujang sebayaku. Cewek Bandung yang supel pergaulannya. Menurutku masih lebih cantik si Hitam manis. Setiap habis kerja, biasanya aku ke teras belakang tempat di mana aku memelihara burung. Sesekali sambil mengobrol cewek Bandung menemani aku di teras belakang itu. Membantu menyeleksi makanan burung.

Setengah tahun sudah dekat. Balasan suratku mulai melambat, hanya dua kali aku membalas surat dalam sebulan. Pulang ke Jawa untuk mengikuti ujian semesteran. Tetap ku kunjungi ibu guruku awal bulan keenam itu. Mesra sekali pertemuan waktu aku pulang mudik. Hanya dua minggu aku pulang ke Jawa, berat sekali untuk harus kembali lagi bekerja. Ibu guruku meneteskan air mata waktu aku berpamitan.

Sampai bandara Pulau Seberang kota tempat kerja tanpa ada yang jemput. Satu kotak oleh-oleh aku taruh ruang depan untuk kawan-kawan. Satu kotak lagi aku berikan tante dan dibawanya ke belakang. Si Hitam manis acuh saja melihat kedatanganku. Cewek Bandung tersenyum melihat kedatanganku. Sore hari lepas kerja, aku ke teras belakang. Aku ngomong-ngomong dengan office boy yang aku serahi memelihara burung-burungku. Datanglah Cewek Bandung si Lola namanya, bergabung dengan kami berdua yang lagi duduk di lantai menyeleksi makanan burung. Lola ikut duduk membantu menyeleksi makanan burung, sambil terus bergabung dengan pembicaraan kami berdua tentang masalah di kantor. Pembicaraan bertiga menjadi makin seru. Kelucuan kejadian tentang kawan-kawan di kantor memang mengasyikan.

Office boy pamit pulang. Tinggal aku berdua dengan Lola. Makin lama Lola menjulurkan kepala makin mendekati kepalaku. Tak tahan aku langsung mengangkat kepalaku. Ku dongakkan kepalaku yang tadinya menunduk menyeleksi makanan burung. Dan ku kecup dahi Lola sekilas. Lola langsung mengangkat kepalanya dan matanya melototi aku. Aku tak habis akal, ku katakan bahwa itulah resikonya kalau terlalu dekat. Dan ku peringatkan kalau berani coba sekali lagi membikin dekat. Lola diam saja sambil terus melototi aku. Tampah bambu di depan kami, aku angkat dan ku taruh di tempatnya. Aku dan Lola diam saja sambil terus masuk ke kamar masing-masing. Tiga hari kemudian adalah malam minggu.

Sudah tiga kali juga aku mendatangi rumah si Hitam manis, yang selalu diam dan menunduk. Tidak ngomong kalau tidak ku tanya, Hanya seper empat jam setiap bertandang ke rumahnya. Aku tetap menggebu-gebu untuk mendekati Hitam manis. Bulan-bulan berikutnya semua masih tetap tidak berubah. Sudah juga tiga kali mudik untuk ujian semesterku. Merasa berdosa maka ku kirim surat untuk putuskan hubunganku dengan ibu guruku. Ku katakan aku mau kawin dengan gadis setempat di kota tempat kerjaku.

Hari itu aku pulang dari proyek pekerjaan yang harus aku awasi. Di halaman kantor dua orang gadis baru masuk. Yang satu aku kenali sebagai pacar dari salah satu kawan kerjaku. Yang satunya tidak ku kenal. Masih duduk di atas sepeda motornya gadis tak ku kenal itu berteriak memanggil kawanku yang pacarnya bersamaan dengannya. Kawanku ke luar dari kantor. Gadis tak ku kenal, kurus, lehernya kecil yang nampak seperti tak kuat menahan kepalanya, berteriak menanyakan aku. Padahal aku sudah lama berada di sampingnya, belum turun dari sepeda motorku.

Dia menolehku, nampak sekali wajah judesnya. Berdebar jantungku ketika menatap wajahnya, tidak tahu apa sebabnya. Badan pun langsung lemas terasa. Sekali lagi dia berteriak menanyakan aku. Gadis-gadis dalam kantor, Lola, Hitam manis, dan tanteku, kelihatan berhamburan ke luar, ketika gadis tak ku kenal berteriak mencari aku. Kawanku menjawab bahwa yang dia teriakan ada di sampingnya. Wajahnya jadi memerah karena malu, dan langsung menstater sepeda motornya dan berbalik pergi dengan cepatnya. Event yang tidak berkelanjutan dalam bulan-bulan mendatang, tetapi ternyata adalah awal dari kehidupanku di masa depan.

Malam minggu aku ke rumah Si Hitam manis, biasa tetap diam dan menunduk, seper empat jam pulang. Jam sepuluh malam dijemput kawan-kawan, begadang sampai pagi. Habis sarapan tidur lagi. Siang walaupun berat menahan kantuk, harus bangun, beri makan burung-burung. Lola datang bergabung, tangannya meraup makanan burung. Badannya bergeser mendekat, diulangnya lagi momen yang dulu. Kali ini rambutnya yang bergerai menyentuh mukaku. Dengan sedikit menolehkan mukaku ku cium pipi Lola, agak lama. Ku akhiri dengan cara berdiri dengan cepat, dan aku pun lalu tertawa. Lola ikut berdiri dan menghentakkan kakinya ke lantai. Karena aku langsung berjalan cepat ke beranda depan, di mana ada tanteku yang lagi duduk di bangku, corat-coret buku kas. Duduk aku di sebelahnya. Sebentar kemudian Lola mengambil tempat di depan kami. Aku hindari tatapan mata Lola.

Tetap saja malam minggu berikutnya, aku mendatangi rumah si Hitam manis. Sambutan yang luar biasa. Langsung depan pintu dengan wajah memerah mata melotot. Mata indah besar belok kalau marah sangat mengerikan, aku melihatnya. Dikatakannya bahwa di rumah kan ada Lola mengapa datang ke sini. Dengan setengah memaksa ku tarik tubuhnya untuk duduk bersamaku di bangku panjang ruang tamunya. Rupanya Lola menceritakan insiden itu kepadanya, entah ditambahi atau tidak. Ku jelaskan kronologi peristiwa itu. Aku selalu teringat dia setiap waktu. Dan ingin selalu dekat dengannya. Agak reda dia. Dia menjelaskan ngeri nanti kalau punya suami aku, anaknya semua hitam pekat. Katanya sambil tersenyum memandangku. Aku pun mengangguk.

Hari-hari berikutnya aku lewati dengan hati yang lebih ringan. Secara beruntun aku dapat menghindari Lola secara halus. Memberi makan burung secara cepat, di jam 4.00. Membeli makanan yang sudah bersih, walaupun harganya jadi dua kali lipat. Terus ke rumah kawan-kawan sekerja. Pulang ke mess sudah malam. Lola dan tante sudah tidur. Kondisi yang ku rencanakan ini berhasil dalam beberapa bulan. Suatu saat rupanya Lola menunggu kedatanganku. Tanpa basa-basi dipeluknya aku, dan aku pun menyambutnya. Aku masih bersyukur masih dapat mengontrol diri. Esok paginya aku beberapa kali melihat situasi di ruang kantor depan. Lola duduk tidak memperhatikan kehadiranku. Rupanya situasi kondusif, tak ada ekspresi wajah Lola yang menimbulkan kecurigaan Hitam manisku. Entah beberapa kali kami mengulang momen-momen. Aku tidak mampu mengatasinya lagi. Lola rupanya lebih sabar dalam menantikan waktu yang tepat. Aku jadi sering tidur di rumah kawan-kawan.

Hari raya Idul Fitri yang kedua saat merantau di negeri orang, untuk pertama kali tidak mudik. Berkeliling kota bersama kawan-kawan sekantor, mengunjungi keluarga-keluarga mereka. Lola mudik ke Bandung. Tante mudik ke Jakarta. Waktu itu di kota tempatku bekerja masih jarang rumah yang berdinding ferrocement, istilah teknisnya. Orang setempat menyebutnya dengan rumah semen. Kebanyakan berdinding kayu meranti, orang kaya pakai dinding kayu ulin. Kawan-kawan mengajakku ke rumah semen tepi jalan besar. Kawan mengucap salam. Yang ke luar adalah si gadis kurus leher kecil. Salah satu kawan sekantorku menaksir dia. Aku heran kawanku menaksir dia. Diacuhkannya si Hitam manis. Apa tidak nampak jerawatnya, yang besar-besar itu. Lebih berjerawat daripada Lola. Dari pembicaraan di hari Lebaran Id itu, ku tahu kalau gadis kurus itu kuliah di kota sama tempat aku kuliah juga. Tidak perlu waktu lama, setelah minum, makan kue, kami lanjut lagi jalan-jalan lebaran.

Bersambung

Cerpen Karangan: Yono Mardjuki
Facebook: Suyono Mardjuki

Cerpen Aku Bukan Orang Setia Dan Baik (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Empat Kata Terindah (Part 3)

Oleh:
Ketika sampai di depan pintu rumahnya, gadis itu menghentikan langkahnya. Matanya memanas. Dengan air mata yang terus mengalir gadis itu berlari tanpa arah. Hingga akhirnya, ia sampai di sebuah

Gadis Di Balik Jendela

Oleh:
Denting piano mengalun lembut. Seorang gadis duduk sambil memainkan jemarinya pada sebuah console piano. Tubuhnya berayun mengikuti rangkaian melodi yang dimainkan. Ia tersenyum berseri. Benaknya berangan-angan. Beberapa menit yang

Sirla dan Alamnya

Oleh:
Alam, maaf. Aku tidak pandai dalam menyimpan rahasia. Semua yang kupendam begitu saja terlontar dengan mudahnya. Semua yang disimpan begitu lama terbuka dalam sekejap. Bukan hanya sesal yang ada,

Dear Gadis Pengagum Senja

Oleh:
Untukmu, yang aku jaga dari jauh. Juga yang selalu ada ketika tangisan alam perlahan membasahi punggung bumi. Aku cuman mau bilang, rindu. Itu saja. Senja datang lagi. Kilauan orangenya

Cintaku Berawal Dari Facebook

Oleh:
Hari ini hari minggu, yaitu hari yang banyak di tunggu-tunggu bagi anak muda zaman sekarang. Tapi tidak denganku, semenjak dia meninggalkanku demi cewek lain, maksudku mantan kekasihku Devid namanya.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *