Bintang Baru Di Tahun Baru
Cerpen Karangan: Bella CintyadeviKategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 21 May 2016
“Kalau aku jadi langit, kamu jadi apa?”
“Aku mau jadi astronot biar bisa samperin kamu ke langit.”
“Loh, kok astronot sih? Kamu harus jadi bintang.”
“Memangnya kenapa?”
“Karena aku suka langit malam, sejuk, dan aku suka saat melihat bintang-bintang bersinar terang, sangat menghibur.”
“Oke, mulai sekarang panggil aku Bintang karena aku yang akan selalu menghiburmu, janji!”
Langit bersinar terang, sang fajar mulai bangkit mempesona bumi. Kicau burung tak henti-henti menyambut terbitnya sang fajar. Dian terbangun dari tidurnya. Mimpi itu, mimpi yang belakangan ini selalu menghantuinya, mimpi janji masa kecil bersama Bintang. Dimana Dian dan Bintang sama-sama masih berusia 8 tahun. Dua belas tahun sudah kenangan masa kecil hanya menjadi kenangan. Janji hanya sekadar janji, semua omong kosong masa kecil bagi Dian. Bintang meninggalkannya seminggu setelah janji itu terucap, ia harus ikut ayahnya pindah tugas ke luar daerah.
“Pembohong!” umpat Dian kesal.
Hari ini hari senin, hari yang paling dibenci hampir oleh semua orang tidak terkecuali Dian. Ia harus bergegas bangun untuk datang tepat waktu di hari pertama kuliah semester ini. Dengan langkah gontai ia menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai bersiap, ia langsung menuju ruang makan untuk sarapan dan berangkat menuju kampus. Ada gosip baru yang beredar di kampus. Kabarnya ada seorang mahasiswa transfer dari fakultas lain yang sangat tampan. Dian yang memang memiliki sikap cuek ini tidak terlalu tertarik dengan gosip murahan seperti itu. Ia tetap berjalan menuju kelas dengan sikap acuh. Sesampainya di kelas, seseorang terlihat duduk di kursi yang selama ini menjadi tempat favorit Dian, di depan meja dosen. Dian berpikir bagaimana cara mengusir anak lelaki itu dari posisi paling baik di kelasnya. Akhirnya tanpa basa-basi Dian menghampiri lelaki berjaket hitam tersebut.
“Eh, pindah gih. Ini posisi favorit gue,” ucap Dian tanpa pikir panjang lagi. Lelaki itu tampak mengacuhkannya. Dian tidak menyerah semudah itu, ia kembali menyerang. “Tolong ya kalau ada orang ngomong itu diperhatikan,” ucap Dian sembari mencondongkan badannya ke hadapan lelaki tadi. Lelaki itu baru tersadar kalau seseorang sedang mencoba berinteraksi dengannya. Ia pun langsung melepaskan headset yang ternyata digunakannya sedari tadi.
“Lo ngomong sama gue?” terlihat tampang sok cool yang ditangkap dari lelaki berjaket hitam tersebut. Dian terpaku diam melihat apa yang barusan terjadi, ternyata apa yang dia ucapkan dari tadi terkesan sangat sia-sia. Ia mencoba memulihkan amarahnya dan kembali berdialog ramah dengan pemuda bertampang sok cool itu.
“Ini posisi favorit gue, lo bisa pindah?” ucap Dian menahan amarah dibarengi dengan senyum kecut.
“Maaf, gue di sini juga bayar, jadi gue berhak duduk di mana pun gue mau,” ucap lelaki itu dengan sangat ketus. Dian terdiam sejenak, terpaku oleh apa yang baru saja ia dengar.
Baru kali ini ada seseorang yang berani mengatakan hal itu pada Dian, dia pasti orang baru pikir Dian. Dian bersiap untuk memberikan semprotan kata-kata maut dari mulutnya, namun dosen telah datang dan ia harus segera mencari tempat lain untuk duduk meskipun ia sangat mengharapkan posisi duduk di depan meja dosen. Dosen mulai memanggil satu per satu nama mahasiswa untuk absensi kehadiran. Saat dipanggil, dosen meminta setiap mahasiswa yang ia sebutkan namanya harus memperkenalkan diri dengan jelas. Dian menunggu saat nama lelaki itu dipanggil, ia penasaran, siapa sih lelaki itu dan akhirnya nama itu disebut.
“Aditya Putra Dharma, silahkan perkenalkan dirimu,” perintah dosen kepada lelaki berjaket hitam tadi. Adit bangun dari kursi tempat ia duduk dan mulai memperkenalkan diri.
“Perkenalkan, nama saya Aditya Putra Dharma, saya biasa dipanggil Adit. Saya murid transfer dari Surabaya. Sekian, untuk yang lain, kalian bisa lihat nanti saat kita mulai berteman, terima kasih,” Adit kembali duduk. Semua mahasiswi di kelasnya terkagum-kagum melihat gaya bicara Adit saat memperkenalkan diri tadi.
“Caper, sok cool, apa bagusnya sih makhluk satu ini, gue gak akan mau ramah sama ini anak!” umpat Dian dalam hati.
Hari-hari berikutnya terus berlalu dengan persaingan yang ketat antara Dian dan Adit. Keduanya memang cerdas, namun tidak pandai dalam bergaul. Belakangan ini Adit sedang menekuni hobinya di bidang fotografi. Banyak mahasiswi yang ingin menjadi model jepretannya karena terkenal bagus dan nyata. Dian semakin membenci sifat pamer Adit. Suatu hari Dian mendapat kiriman secangkir cokelat panas dari seseorang, misterius tapi sikap masa bodoh Dian lebih besar daripada rasa penasarannya. Dengan santai ia meminum cokelat hangat yang dikirimkan kurir tadi. BIIP BIIP!!! sebuah pesan masuk ke ponselnya. “Nikmati cokelat panasmu peri langit, semoga kamu masih menyukainya, aku kembali. Bintang.” Mata Dian tiba-tiba membelalak, jantungnya terasa ingin berlari ke luar saking terkejutnya. Ia terus membaca pesan itu berulang-ulang, rasa tidak percaya masih membayangi dirinya. Iya terus berteriak kegirangan dan berlari ke sana ke mari.
“Kamu benar-benar kembali? Kapan kita bisa ketemu? Aku kangen!” dengan cekatan jari jemari Dian mengetik pesan untuk Bintang.
Satu menit, 2 menit, 5 menit akhirnya pesan itu berbalas, “Secepatnya kita akan ketemu lagi. Dan aku akan penuhi janjiku dulu Bintang yang lama akan datang menjadi Bintang yang baru dalam hidup kamu. Oiya, mulai detik ini kamu gak boleh sedih lagi, akan selalu ada kejutan di setiap hari-harimu, have a nice day peri langit.” Ajaib! Dian mulai bisa mempercayai Bintang lagi. Hari-harinya tidak akan sepi lagi, Bintang akan selalu ada mulai detik ini untuk mengawasinya. Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu dengan indah bagi Dian. Cokelat hangat di pagi hari setiap weekend, hadiah-hadiah lucu yang datang setiap hari di rumah maupun di kampus, pesan-pesan antara dia dan Bintang. Dian sangat merindukan Bintang, Bintang yang nyata, bukan hanya dalam maya, namun Bintang selalu menyuruhnya untuk menunggu, Dian kembali sabar menunggu Bintang.
Suatu ketika, Adit menyindir Dian dengan sengaja di dalam kelas. “Sok eksis banget sih mbak, memangnya situ artis? Mesti ya tiap hari buka kado di kelas?”
“Bukan urusan lo, kapan sih lo berhenti ngerecokin hidup gue? BT gue setiap kali ngelihat muka lo!” Dian bergegas ke luar kelas. Adit menunduk lesu setelah mengucapkan kalimat tadi kepada Dian. Saat Dian berjalan melewati papan mading, ada yang terasa janggal di sekitarnya. Seluruh mahasiswa memandangnya sinis dan beberapa bahkan menyindirnya. Tanpa sengaja Dian berbalik badan dan dilihatnya mading yang penuh dengan fotonya yang diambil tanpa sepengetahuan dirinya. Ia geram, ingin memberitahu Bintang, tapi ia urungkan niatnya. Toh Bintang tidak mungkin bisa datang menemuinya.
“Ini pasti ulah Adit, dia sengaja pengen buat gue malu!” umpat Dian. Ia langsung bergegas kembali menuju kelas dan melabrak Adit.
“Pasti lo yang majang foto gue di mading kan? Lo bisa aja gue laporin ke Bintang! Dia malaikat pelindung gue, lo pasti bakal dihabisin sama dia, jadi berhenti berulah!” ancam
Dian kemudian berlalu. Adit terdiam karena tidak mengerti apa yang merasuki Dian barusan namun ia tersenyum mengingat sikap Dian tadi.
Setelah kejadian itu, Adit menjadi pendiam, ia tidak pernah mengganggu Dian, namun foto-foto itu masih beredar terus. Tepat di acara tahun baru yang diadakan oleh Senat Mahasiswa di kampusnya berlangsung, Adit dimintai tolong untuk mendokumentasikan acara tersebut. Tiba-tiba foto-foto Dian di acara itu dimunculkan melalui proyektor yang digunakan untuk memutar video akhir tahun mahasiswa. Dian malu, ia panik. Semua menertawakannya. Ia hanya berlari ke arah lobby kampus. Raut wajah Adit seketika memucat saat melihat Dian menangis pergi. Saat seluruh mahasiswa menghitung mundur dan kembang api diledakkan, Dian berjalan ke luar lobby dituntun oleh rasa kagumnya kepada kembang api. Seorang mahasiswa tiba-tiba berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke arah Dian.
“Eh lihat! Si Ratu Eksis ke luar dari sarangnya! hahahaha!” lelaki itu tertawa dan kemudian disambut oleh tawa dari mahasiswa lain. Dian terbelalak, tubuhnya terpaku. Malu sudah menggerogoti otaknya. Dadanya sesak, ingin rasanya berteriak, menangis sekencang-kencangnya.
BRUUUK!!! Terdengar suara seseorang jatuh menghantam tanah, seketika lamunan Dian buyar.
“Gue tahu lo biang keladinya selama ini! Lo kesel karena lo suka sama Dian tapi dia malah cuek kan sama lo? Tapi lo gak harus ngelakuin hal ini! Berhenti ganggu Dian, dia cewek gue!” Adit menghajar lelaki tadi kemudian pergi menarik lengan Dian menuju ke balkon kampus. Sesampainya di balkon, suasana hening. Tak satu pun dari mereka berani berucap. Hanya tarian kembang api yang meramaikan pemandangan malam itu.
“Sorry tadi gue jadi sok pahlawan gitu,” ucap Adit memecah keheningan.
“Iya gak apa, gue yang harusnya bilang makasih tadi,” lidah Dian terasa berat untuk berucap sehalus itu pada Adit.
“Gaun lo bagus,” puji Adit.
“Iya dikasih Bintang, katanya gue harus pakai ini di malam tahun baru. Kebetulan banget kampus ngadain acara, ya udah gue pakai aja.”
“Lo suka sama gaunnya?”
“Suka, warna merah marun, warna favorit gue.”
“Syukurlah kalau lo suka, berarti gak salah pilih,” ucap Adit tersenyum. Dian terkejut mendengar ucapan Adit barusan. Iya memandang Adit lekat-lekat. Merasa mendapat tatapan yang mengancam, Adit kebingungan.
“Kenapa?” Tanya Adit gelagapan.
“Kenapa lo tadi bilang gitu?” Dian terus menatap Adit dengan tatapan mengancam. “Siapa lo sebenernya?” Dian kali ini benar-benar dilanda rasa penasaran yang mendalam. Adit tetap tidak menjawab, Dian terus bertanya dan bertanya. Air matanya mengalir tanpa ia sadari. Siapa sosok lelaki yang ada di depannya saat ini? Pasti dia, iya pasti dia.
“Bin .. tang?” ucap Dian lirih, air matanya semakin deras.
Adit tidak dapat berkelik lagi. Dia sudah merasa terpojok saat ini. Inilah waktunya untuk jujur kepada Dian. “Gue Adit. Gue saudara kembar Dito, sorry maksud gue .. Bintang.”
Dian terdiam sejenak, kemudian kembali berucap, “Bintang di mana?” 1 detik, 2 detik, 3 detik tidak ada jawaban. Dian mengguncang-guncangkan badan Adit dan terus mendesaknya untuk memberitahu di mana Bintang. Ia sangat merindukan Bintang. Adit masih terdiam. Karena kesal, Dian mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Bintang. “Bintang, kamu di mana?” BIIP BIIP!!! ponsel Adit berdering. Dian menatap heran ke arah Adit, Adit semakin gelagapan. Dian terus mendesak Adit untuk menjawab, sampai akhirnya semua kepahitan itu mencuat dari bibir Adit.
“Dito, hmm Bintang, dia dan gue saudara kembar. Orangtua kami berpisah saat kami berusia 5 tahun. Dito ikut dengan Ayah kami dan gue dibawa Ibu. Walaupun kami terpisah tapi kedekatan kami gak pernah merenggang, kami berbagi semua hal sampai ke titik paling rahasia dalam hidup kami. Dia cerita banyak tentang lo, janji dia ke lo, semuanya. Tapi dari kecil jantungnya sangat lemah. Sampai akhirnya dia meninggal di usia 11 tahun. Gue sangat terpukul saat itu.” air mata membasahi pipi Adit, begitu pun dengan Dian yang merasa tidak percaya dengan cerita Adit.
“Terus, semua yang Bintang kirim selama ini? Gaun ini? Pesan-pesan gue sama Bintang, itu semua?” Dian masih bingung dengan kondisi yang dia hadapi saat ini.
“Itu dari gue. Sebelum meninggal, Dito pesen ke gue, suatu hari nanti gue harus nemuin lo, nepatin semua janji-janji dia ke elo lewat gue. Gue harus selalu ada buat lo dan jadi Bintang yang baru buat lo,” Adit menatap kembang api di langit lekat-lekat.
“Jahat! Kenapa lo gak bilang sama gue dari awal? Puas lo mainin gue sekarang?!” teriak Dian tertahan sambil memukul-mukul pundak Adit.
“Dian, awalnya gue ngelakuin ini buat Dito, tapi setelah gue ketemu lo, semuanya berubah. Gue pengen jadi Bintang baru buat lo. Gue mohon, biarin Dito tenang di sana. Gue yang bakal jadi Bintang baru di Tahun baru lo sampai seterusnya buat nepatin janji Dito ke lo. Gue sayang sama lo Dian.” Adit memegang bahu Dian untuk menghentikannya memukul. Dian kembali memandangi Adit. Ia tersenyum dan menangis bersandar di bahu Adit.
“Tapi lo gak bakal ninggalin gue tanpa kepastian seperti Bintang kan?”
“Enggak akan, mulai sekarang lo boleh panggil gue Bintang,” ucap Adit sembari mengusap-usap kepala Dian.
“Makasih ya Dit, gue bahagia banget lo ada di sini. Makasih Bintang, kamu udah datengin Bintang baru di tahun baruku bahkan untuk nepatin semua janjimu, terima kasih,” Dian terus menatap langit yang saat itu masih dihiasi oleh tarian kembang api yang berwarna-warni. Iya senang karena memiliki dua bintang yang akan selalu ada di setiap harinya mulai saat ini.
“Selamat tahun baru Bintang baru,” ucap Dian pada Adit.
“Selamat tahun baru juga peri langit,” Adit mengecup kening Dian lembut.
Mulai detik ini Dian memiliki Bintang baru dalam hidupnya, Bintang yang kembali nyata, bukan maya yang selalu membayanginya. Dian tahu, bintang-bintangnya akan selalu ada untuknya, di mana pun mereka berada.
TAMAT
Cerpen Karangan: Bella Cintyadevi
Facebook: https://www.facebook.com/bella.cintyadevi
Cerpen Bintang Baru Di Tahun Baru merupakan cerita pendek karangan Bella Cintyadevi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Awal Ku Mengenal Cinta
Oleh: Durotun NafisahAwal pertama aku menjadi anak SMP aku beserta teman-temanku yang lain melanjutkan ke sekolahan yang berbeda-beda, ada yang di SMP negeri, swasta dan ada juga yang di madrasah tsanawiyah.
Arjuna Hilang Khadizah Meninggalkan
Oleh: Yesi NoorAku dinikahi seseorang yang asing bagiku, dia bagaikan pangeran yang kaya raya membawaku ke dalam istananya, dia berhati mulia dengan menerima keadaanku yang kala itu setengah gila karenamu, terlebih
Cinta VS Perbedaan
Oleh: Stefanie A. JaflaunKisah ini berawal dari ingatanku tentang hari ulang tahun seseorang yang sudah 4 tahun lamanya tak ku jumpai semenjak perpindahanku dari kota tempat ku bertumbuh, makassar. Entah apa yang
Salah Cabut Gigi
Oleh: Vino AriefiantoAda seorang pemuda bernama Gibang, dia suka berbicara bahkan saat makanpun dia berbicara tiada henti. Sampai suatu ketika dia makan amplang (sejenis kerupuk dari ikan) sambil berbicara kepada temannya,
All About Loving Someone
Oleh: Kartika SariAku bukan lelah mencintaimu. Aku hanya takut melukai hati yang rapuh ini… Aku melangkahkan kaki satu persatu keluar dari apartemen. Dengan menenteng sebuah tas berisi pakaian dan benda-benda pribadiku.
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply