Cinta itu Rasanya

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 3 June 2015

Dian gadis berusia 19 tahun yang merupakan murid baru di kampusnya, sedang duduk di bangku kantin, sambil mendengarkan musik melalui earphonenya. Ia membaca novel kesukaannya yang walaupun sudah sering ia baca, tapi ia tak pernah bosan dengan novel tersebut.

Seseorang menghampirinya, tapi tentu saja ia tak sadar. “maaf, boleh gabung duduk disini nggak?”, tanya laki laki itu sambil membungkukan badannya untuk berbicara dengan Dian. Tentu saja Dian tak mendengar. Sadar tak mendengar jawaban dari perempuan yang diajak bicara, ia beralih ke hadapan Dian, sambil menggerak gerakkan tangannya, agar Dian bisa melihatnya. Benar saja, Dian mersepon, ia melepas earphone yang sedari tadi ia gunakan. “ya? Ada apa?”, tanya Dian. Laki laki itu pun tersenyum akhirnya Dian menanggapinya. “aku boleh kan gabung duduk disini?”, kata laki laki itu mengulang perkataannya tadi. Dian hanya menanggapi dengan anggukan dan senyuman. Laki laki itu pun duduk di sebelahnya. “Beni.”, kata beni memperkenalkan diri. Dian tak langsung merespons ia menoleh lalu sadar bahwa laki laki yang bernama beni itu sedang memperkenalkan diri. “Oh, Dian.”, kata Dian balas memperkenalkan diri. “jurusan apa?”, tanya Beni. “Sastra Inggris.”, jawab Dian singkat. “Oh, maaf ya dari tadi tanya tanya terus. Kalo kamu keganggu, usir aja aku.”, kata Beni sambil tersenyum. Dian menatap Beni dengan tatapan aneh. Lalu berkata, “Apaan sih? Nggak ganggu kok, Cuma lagi fokus aja baca novel kesukaan aku.”. Beni mengangguk sambil mulutnya membentuk huruf O. “Bagus ya novel ya? Sampe kamu serius banget bacanya.”, kata Beni. “Iya nih, ini novel udah berulang kali aku baca, tapi aku nggak pernah bosen. Soalnya, ceritanya tu seru banget. Kalo kamu penasaran, kamu boleh kok pinjem novelku, setelah aku selesai baca.”, kata Dian. Beni pun langsung memahami karakter Dian,

Dian adalah orang yang kalau bertemu orang yang tidak dikenal, akan cuek, tapi kalau sudah dipancing, ia pasti akan menyambarnya dan mulai mencoba akrab. Mereka mulai bercerita tentang diri masing masing, sesekali tertawa karena ada hal yang lucu. Tapi pembicaraan mereka langsung terhenti ketika sekelompok geng masuk ke kantin. Wajah Beni menjadi pucat, sadar dengan keadaan Beni, Dian menjadi khawatir. “Loh? Ben, kok muka kamu pucet gitu sih? Kamu sakit?”, tanya Dian. “eh, e e enggak kok, aku nggak sakit. Cuma kita pergi dari sini aja yuk.”, kata Beni menarik tangan Dian. “loh kenapa?”, tanya Dian. Sebelum pertanyaan Dian sempat terjawab, geng itu mendekati meja Dian. “Weh.. ada anak baru nih. Tapi, berani beraninya ya dia duduk di bangku kita men!”, kata sang ketua geng memprovokasi teman teman gengnya. Dian, merasa jengkel, lalu dia berdiri sambil menggebrak meja, lalu manatap tajam ketua geng itu, “Terus kenapa kalo gue anak baru? Terus kenapa kalo gue duduk disini? Emang lo siapa hah?!”, bentak Dian, sebenarnya belum pernah ia semarah ini. “woah! Lo belom tau siapa gue? Gue Rendi. Dan gue nggak suka ada orang lain yang duduk di bangku gue! Ngerti nggak lo?!”, bentak Rendi. Meskipun dibentak, Dian tidak takut. Dia malah balik melotot ke Rendi. “Oh ya?! Terus kalo lo nggak suka gue duduk disini, gue harus pergi gitu nurutin omongan lo yang nggak berguna itu?! Gue nggak takut sama lo!”, bentak Dian. Rendi mendelik, matanya merah, sarat akan kemarahan yang sangat dalam. Belum pernah baginya ada yang berani membentaknya selama ini. Beni yang melihat kilatan kemarahan di matanya Rendi, segera menenangkan Dian, dan menarik paksa tangannya untuk pergi dari situasi itu. “Udahlah, mending kita pergi aja dari sini.”, bisik Beni. Tapi Dian malah melepaskan tangannya, ia memberontak. “Nggak! Aku nggak mau pergi dari sini sebelum aku nyelesaiin masalahku sama brandalan ini!”, kata Dian dengan nada yang tinggi, dan seketika itu juga, kerah bajunya diangkat oleh Rendi. Dian dan Beni kaget, Dian berusaha melepaskan cengkraman Rendi di kerah bajunya, semakin lama, tubuhnya semakin terangkat dan lehernya semakin tercekik. Dian masih terus meronta. “Gue nggak takut sama lo!”, kata Dian dengan sisa tenaganya untuk bersuara. Rendi hanya menatapnya semakin marah dan cengkramannya semakin kuat. Melihat Dian semakin tak berdaya, Beni yang sedari tadi hanya diam, akhirnya menolong Dian, dengan sekuat tenaga Beni meninju Rendi dari arah samping, Rendi terbanting ke arah samping dan otomatis, Dian terjatuh juga. Dian langsung mengambil udara sebanyak banyaknya dan sambil terbatuk batuk, memegangi lehernya. “Ren, kamu udah keterlaluan! Dia itu perempuan ren!”, bentak Beni. Tidak ingin terlihat lemah, Rendi segera bangun, dan dengan sekuat tenaga, ia membalas meninju Beni. Beni yang belum sempat menangkis tinjuan Rendi pun terpelanting ke belakang. Dian yang melihat itu, langsung berdiri dan berhadapan lagi dengan Rendi. “Heh! Lo tau nggak?! Lo adalah orang yang paling nggak punya hati yang pernah gue liat! Sama cewek aja lo kasar! Gimana sama Ibu lo?! Ibu lo kan juga perempuan!”, bentak Dian dengan amat sangat emosi. Mata Rendi melotot, matahnya kembali memerah, rahangnya mengeras, tangannya mengapal. Dian sudah menyiapkan dirinya bila nanti ditinju juga oleh Rendi. “Ren! Jangan Ren!”, teriak Beni. Rendi menoleh sebentar, lalu menatap Dian kembali, menatapnya tajam. Lalu Rendi pun pergi sambil memberikan intruksi kepada teman teman gengnya, untuk pergi juga.

Sebenarnya Dian lega karena Rendi tidak memukulnya. Tapi leganya tidak berlangsung lama setelah melihat keadaan Beni. “ya ampun Ben! Muka kamu luka, ayo kita ke UKK, nanti gue obatin.”, kata Dian panik. “kamu tu ya. Kamu yang hampir kehabisan nafas, masih aja mikirn aku, padahal baru kita kenal tadi.”, kata Beni. “Ih! Kamu apaan sih? PD banget deh. Udah ah, jangan keGRan, ayo ke UKK.”, kata Dian.

Cerpen Karangan: Tri Sapti Adhyaksari
Facebook: tri sapti adhyak
Hanya anak kelas 3 smp yang sedang berusaha menghilangkan stres

Cerpen Cinta itu Rasanya merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Gara Gara Pisau

Oleh:
Pagi itu, Arka berlarian setelah ia memarkir mobil dengan menenteng ranselnya. Ia bisa bernafas lega saat kakinya telah menginjak lantai pertama Rumah Sakit. Matanya tak henti-henti untuk melihat arah

Valentine Day You And Me

Oleh:
Namaku Valen aku tinggal dengan kakakku Vena. Aku dilahirkan di hari Valentine tetapi aku tidak pernah menyukai hari Valentine karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang entah itu dari

Hati Untuk Menyimpan

Oleh:
Manusia terlahir mempunyai hati, namun membutuhkan pikiran untuk mengendalikannya. Manusia juga terlahir mempunyai jiwa, namun membutuhkan perasaan untuk mengendalikannya. Dan meskipun hati dan jiwa itu tidak dikendalikan, tetap saja

Dialah Lelaki Yang Kunanti

Oleh:
Aku adalah seorang gadis manja, pemalas, benci matematika dan tomboy yang duduk di kelas 1 SMA. Dalam hidupku aku memiliki seorang lelaki yang sudah menemaniku selama dua tahun, dia

Penantian Kala Cahaya Menjingga (Part 1)

Oleh:
Kebanyakan dari naluri perempuan, mereka berdandan secantik mungkin semata-mata hanya ingin selalu diperhatikan laki-laki. Mereka memakai make up ketika berkencan. Pun, sekolah juga selalu merah merona di pipinya. Namun,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *