Cintai Aku Di Purgatori Nanti

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 16 October 2015

Sekarang teman sebangkuku adalah Aldho. Kurang lebih ia juga adalah korban pahitnya cinta masa SMA. Bisa dibilang ia berasal dari keluarga yang berada tetapi dia bukan tokoh utama sinetron yang ke sekolah naik motor yang kenalpotnya delapan. Walau ia adalah tangan kanan kegiatan paskibraka, kurang lebih ia adalah tipe lelaki yang keibuan.

Aldho memiliki ciri khas sehingga ia mudah dikenali. Ia lebih tinggi sedikit dariku. Kurus tapi tidak kurus kering. Ia adalah pemilik anugerah Tuhan metabolisme sungguh cepat. Seringkali aku benci dengan hidupku ketika melihat dia lebih banyak makan dariku. Wajahnya keibuan dan yang menjadi trademarknya adalah tanda lahir di bagian kanan kepalanya. Kira-kira seper delapan rambutnya berwarna putih. Seperdelapan itu adalah di bagian dekat telinga walau sekarang ia tutup-tutupi dengan semir hitam. Bisa dibilang ia adalah penganut agama Katolik yang cukup taat.

Ini adalah kisah cinta yang paling tragis. Mungkin menurut kalian kisah cinta yang paling tragis adalah ketika cinta dikhianati dan diselingkuhi. Mungkin cerita cinta milikku yang hingga kini tak kunjung reda pahitnya masih bukan seberapa sakitnya. Atau mungkin menurut kalian cinta yang lebih pahit dari brotowali adalah cinta yang tak acuh, ketika salah satu insan pupus tetapi hanya diacuhkan, tidak dicintai tapi juga tidak dibenci. Ini adalah kisah cinta yang tragisnya bukan buatan dan tidak terperi sakitnya. Jika kalian menyebut kejadian tahun 1998 adalah tragedi, maka kalian ingin sebut kisah cinta milik teman sebangku ini apa?

Kiranya cinta ini benihnya sudah tertanam sejak bulan ke dua tahun ajaran baru tempo hari, dan jika tidak aku provokasi, mungkin Aldho sudah mati kanker karena cintanya tidak tersampaikan. Tapi aku adalah pendosa karena jika bukan karena aku, perasaan mereka tidak akan tumbuh lebih pahit dari bulan ke dua itu. Ini adalah bulan ke-10 dan bunga ini tak layu-layu. Semakin dipangkas dahannya, semakin perkasa kambiumnya. Sekali dipotong akarnya, mati dililitnya mereka. Dibakar bunganya, maka malah keluar kebun mawar yang berduri-duri. Cinta mereka adalah kebun tumbuhan hama yang cantik tak terperi, sakit bukan buatan.

Perempuan peracun itu, sebut saja Bunga, nama aslinya Vonny, adalah seorang kelas X yang baru. Tidak begitu cantik untukku, tapi mungkin di mata Aldho ia adalah Aphrodite. Tingginya mungkin sedada Aldho. Kulitnya cokelat mediteran. Ia anggota OSIS, maka bisa dibilang ia adalah orang penting di sekolah. Ia pasti tidak bisa memberi waktu untuk masalah remeh temeh seperti cinta cinta dan menye-menye. Tapi tidak, ia seringkali mencampakkan Aldho bukan karena Aldho adalah masalah remeh temeh. Tentu aku tahu dari gerak-geriknya mereka saling cinta betul. Walau jauh dari serasi tapi siapalah aku untuk men-judge mereka.

Berawal dari sosial media. Kira-kira hampir setiap malamnya mereka saling kirim mention dan menuai benih cinta yang tidak terlihat pada waktu itu. Dan kiranya setelah satu minggu, aku mulai ikut campur dengan cara menjodoh jodohkan mereka seperti hal yang dilakukan anak SMA nakal pada umumnya. Dan oh Tuhan, betapa indahnya persahabatan rasa cinta mereka. Tidak butuh kata untuk mereka saling tahu. Tidak butuh ikatan untuk mereka saling mengisi. Malu-malu bagai merpati pada musim kawin. Indah tak terperi.

Pada bulan ketiga semuanya pecah dibanting kenyataan multikultural. Dan Tuhan, betapa merasa berdosanya diriku setelah aku sadar bahwa Bunga adalah siswi dari kelas X MIA 6. Kalian lihat? 6! Sistem pembagian kelas sekolah kami mengharuskan mereka yang beragama non muslim menduduki kelas dengan digit di belakang 1 dan 2. Kami adalah siswa XI IPS 2, yang berarti kelas kami memiliki komposisi banyak agama berbeda. Tapi Bunga berasal dari kelas dengan digit 6 di belakang kelasnya. Cinta yang sudah ranum ini harus dibakar paksa karena Aldho adalah penggembala domba-domba Vatikan dan Bunga adalah peternak unta unta Mekkah. Jika saja aku diam, mereka tidak harus menderita seperti ini.

Tuhan, aku berlumuran dosa.
Bulan ke-10 cinta ini tumbuh, hari Kamis tepatnya. Aku yakin itu hari Kamis karena kejadian ini terjadi ketika kami mengenakan pakaian olahraga. Jam 9 pagi waktu itu aku ingat betul. Setelah jam pelajaran olahraga, mampir ke kantin bukanlah hal tabu untuk dilakukan. Ketika aku mengambil dompet dari kelas, aku tidak melihat Aldho di mana-mana.

Aku sedang berjalan sendirian ketika aku melihat keributan di depan ruang OSIS. Saat itu OSIS sedang menangani hal-hal penting sehingga harus memotong jam pelajaran para anggotanya. Dan aku mendapati diriku melihat Aldho sudah diculik oleh teman-teman yang kelakuannya khalayak alien brengsek yang kehabisan sapi untuk diculik. Iya, Aldho sedang meniti kakinya melewati siksaan sakaratul maut. Dan brengseknya, aku ikut menyiksanya di dalam ruang OSIS. Dan ya, ada Bunga di meja komputer OSIS. Kurang ajar betul aku. Ah, anak muda.

“Baruuu ku sadariii,” Diva menembang. Sungguh kurang ajar. Kita semua tahu bahwasanya menyanyikan lagu lagu milik Dewa 19 sebelum Maghrib datang itu benar sungguh tidak baik untuk perasaan.
“Cintaku bertepuk sebelah tangaan,” tapi aku ikut saja. Brengsek sekali.
“Kau buat remuk,” Niko menyaut. Kami adalah segerombolan laki-laki yang memiliki suara bass tapi memaksan diri bermain tenor seperti Once Mekel yang akibatnya terdengar seperti kucing dilindas truk.

ADVERTISEMENT

Setelah lagu Pupus selesai kami memberi bridge orasi.
“Bagaimana Dho? Kamu laki tidak? Ini Bunga sudah tidak sabar menunggu kata cinta kau. Bisa-bisa dia punya pacar duluan barulah kamu menjadi orang ketiganya,” Diva menyulut api.
“hahaha,” sebenarnya aku hanya ingin tertawa kasual tapi entah kenapa tawa yang ke luar benar jauh dari batas manusiawi.
“Sudahlah, kita tidak saling cinta. Benar, tidak bohong.” Aldho berbohong.
“Oh tidak saling cinta?” kali ini Agung.
“Aku bisa membuatmu,” Niko meniup arang-arang. Ini adalah tembang Risalah Hati yang liriknya tidak kalah kurang ajar pahitnya.

Semakin brengsek ketika anggota OSIS ikut membakar arang-arang ini.
“Jatuh cinta kepadaku meski kau tak cintaaa.” Semakin pecah suaranya. Semakin panas suasananya. Wajah Bunga semakin merah marah bagai tomat.
“Sudahhh,” Aldho muntab.
“Ya sudah tapi kalian harus berpegang tangan dulu,” Gunung Kelud meletus lagi.

Bunga yang sedari tadi malu-malu kucing ikut muntab. Tapi muntabnya lucu, karena Bunga menjulurkan tangan ke arah Aldho.

“Wowww!!”

Ketika Aldho berjabat tangan, waktu seakan berhenti. Aku adalah saksi perhentian waktu itu. Ada pahit dan manis ditiap tempelan sel kulit yang bukan mukhrimnya itu. Malaikat kiranya datang menjadi saksi insan yang terpisah kepercayaan ini. Ketika waktu berjalan lagi, euphoria pecah di ruang OSIS, wajah Aldho dan Bunga menghitam merah. Tapi bisa ku lihat kebun mawar semakin menjadi jadi merahnya.

Sesungguhnya kawan, bukanlah diputuskan yang paling pahit. Diputuskan adalah siklus mutlak cinta. Semakin banyak anda mengalami putus cinta, anda harusnya semakin bahagia karena semakin banyak anda mengalami putus cinta, semakin dekat anda dengan jodoh asli anda. Friendzone? Friendzone hanyalah alasan untuk mereka para lelaki yang tidak cukup berani menyatakan rasa cintanya saat si sahabat masih dalam keadaan menunggu. Dan ketika sahabat mulai terlalu lelah menunggu, anda menganggap sahabat anda adalah wanita j*lang paling j*lang yang pernah dilahirkan di muka bumi. Friendzone bukan kisah cinta tragis, tapi hanya kebodohan dan kelambatan reaksi yang mengkambing hitamkan cinta.

Cinta tak acuh memang menyakitkan. Cinta anda nyata, tapi kekanak-kanakan dan ketidaketisan anda dalam mencari perhatian adalah tembok cinanya. Apa yang anda dapat dari melempari tembok cina dengan bola lumpur? Tembok itu akan tetap gagah, begitu juga hati para pujaan kalian yang risi dengan cara kalian caper. Mereka tidak punya waktu untuk menggagas kecaperan kalian yang tidak penting sama sekali itu. Cinta tak acuh kurang lebihnya gampang dirobohkan dengan sedikit instropeksi.

Tapi Tuhan, betapa menyakitkannya cinta jarak jauh ini. Bukan cinta beda negaralah yang sakit. Apalagi hanya beda kota. Cinta yang benar sejati sakitnya adalah cinta yang berbeda rumah ibadah. Ketika cinta begitu abadi. Ketika cinta tak bisa dipangkas lagi. Ketika cinta begitu khusyuk. Ketika cinta begitu tumaninah. Semua tidak bisa disatukan lagi. Benar sakit. Sakit tak terperi. Sakit bukan buatan.

Tuhan, jika reinkarnasi dan purgatori benar adanya, maka ikatlah mereka dalam kesatuan abadi.

Cerpen Karangan: Dwipa “embul” Indra
Blog: Ceritapojokkelas.blogspot.com
Facebook: Dwipa Indra Atmaja
Twitter: @dwipaembul

Cerpen Cintai Aku Di Purgatori Nanti merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cherry

Oleh:
Jantungku berdetak semakin tak menentu. Mulai kucoba pejamkan mata namun tak berhasil. Tik tok tik tok suara detak jam terus mengusik ketenanganku. Kringgg alarm handphone ku pun berbunyi. Tepat

Tipe Ex Cinta

Oleh:
Cinta itu bagaikan angin tanpa bau, karena cinta yang seperti angin itu tidak akan memiliki bau tapi memiliki rasa yang menyentuh. Dalam kehidupan seorang manusia cinta antara laki-laki dan

Coffee For Two

Oleh:
Aku tiba di stasiun. Ku lihat jam tanganku, masih lima belas menit lagi sebelum kereta datang. Hari menjelang petang dan tampak mendung. Sedari siang tadi, awan kelabu memang sudah

Jerrot Makin Melorot (Part 1)

Oleh:
GAGAL MOVE ON Awan hitam yang mulai perlahan menutupi awan putih, aku dan Widya yang sedang duduk berdua di puncak tetapi bukan sedang romantis-romantisan melainkan mengatakan putus seperti film

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *