Dia Istimewa

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 14 April 2017

“Inara.. kamu tahu nggak? Dia tadi nyapa aku. Aaa…” ucap Aila.
“La.. biasa aja ah. Orang baru sekali juga.” sahutku acuh tak acuh. “Memangnya, siapa yang kamu suka itu?” tanyaku.
“Ada deh..” timpal Aila.

Namaku Inara Qotrunnada. Aku bersekolah di salah satu SMA ternama di Jakarta. Aku mempunyai teman bernama Aila. Dia sering sekali mengutarakan isi hatinya kepadaku. Dan kami berteman sejak bangku SD. Kebetulan pula, kami bisa bertemu lagi saat ini.

Hari ini aku berangkat sekolah lebih pagi. Sengaja kupagikan karena hari ini adalah hari dimana aku melaksanakan piket kelas. Selain itu, aku juga ingin melihat Kak Rizki, salah seorang senior di SMA ku yang memang terlihat tampan, pintar, rajin dan pastinya dia selalu berangkat pagi. Kesempatan aku bisa melihatnya pada waktu pagi hanya sekali dalam seminggu, yakni hari Selasa. Selain hari itu, aku pasti akan berangkat bersama Aila yang kebetulan rumah kami berdekatan.

Kulangkahkan kakiku menuju angkutan umum, aku tidak mau ketinggalan angkutan kali ini. Dan ya, akhirnya aku berhasil mencapai garis finish, yakni menaiki angkutan umum. Kulihat arlojiku, waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Angkutan belum juga berangkat. “Bagaimana ini? Aku harus sampai sekolah pukul 06.10 WIB, tetapi ini? Ufftt.. bagaimana bisa aku bertemu Kak Rizki?” keluhku dalam hati. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan menuju sekolah. Meski dengan keringat bercucuran, aku tidak pantang menyerah. Tujuanku hanya satu, yakni melihat Kak Rizki.

20 menit berlalu, akhirnya aku sampai gerbang sekolahku. Kulihat seorang laki-laki berjalan menuju kelasnya, dan dia adalah Kak Rizki. “Itu pasti Kak Rizki. Ya.. itu pasti dia” terkaku. Belum lama aku menerka-nerka, datang seorang laki-laki dari belakangku. Dia menyapaku, dan langsung mengajakku mengobrol.
“Hai Ra.” sapanya memulai pembicaraan.
“Hai juga.” balasku sembari menoleh ke arah samping. “Kak Rizki? Loh.. ini Kak Rizki?” tanyaku keheranan.
“Iya, aku Rizki. Rizki Putra Permana. Ada yang salah kah?”
“Nggak.. hanya saja, darimana Kak Rizki tahu namaku?”
“Dari mading yang ada di sebelah kelasku.” jawab Kak Rizki sembari tersenyum. “Ngomong-ngomong, cerita kamu bagus lho.. aku suka.” lanjutnya.
“Hah? Masak sih Kak?” tanyaku kegirangan.
“Iya.. eh kamu kenapa? Pagi-pagi sudah seperti ini? Rambut kamu sudah acak-acakan, baju kamu juga sedikit kotor?”
“Ee.. tadi.. a..aku jalan kaki Kak.. kotor ya?” jawabku sembari menunduk.
“Enggak kok. Nih, aku ada sapu tangan. Kamu bawa saja dulu. Oh ya, aku duluan ya.. aku ada jadwal piket.” ucap Kak Rizki sembari menyerahkan sapu tangannya yang kemudian disusul langkahnya meninggalkanku.
“Ternyata dia juga piket kelas hari ini. Dan dia tahu namaku? Aaa… alangkah beruntungnya aku. Nggak sia-sia juga jalan kaki dari pangkalan angkutan umum sampai sini. Tetapi.. yang kulihat sebelum Kak Rizki tadi siapa? Ah.. entahlah. Mungkin dia hanya berpostur mirip dengan Kak Rizki. Ya, meski hanya dari belakang.” batinku saat ini dengan hati yang cerah secerah hari ini.

Bel istirahat berbunyi. Aku mengajak Aila untuk pergi ke kantin. Kami pun mengobrol di sana. Aku menceritakan kejadianku tadi pagi kepada Aila. Dan dia juga menceritakan tentang sapaan cowok itu lagi.
“Inara.. lagi-lagi dia menyapaku..” ucap Aila membuka percakapan.
“Dia siapa?” tanyaku.
“Mau tahu?” godanya padaku sembari tersenyum kecil.
“Iya.” jawabku singkat.
“Kak Rizki.” balasnya dengan senyum ke PD an.
“Kak Rizki? Eh La, lihat deh sapu tangan ini.” ucapku sembari mengeluarkan sapu tangan Kak Rizki dari saku rok ku. “Lihat ada tanda ‘RPP’ di sini, yang berarti.. Rizki Putra Permana. Bagaimana denganmu?” tanyaku menggoda Aila.
“Loh.. kamu dikasih sapu tangan sama Kak Rizki? Aku? masa hanya sapaan saja?” tanyanya kesal.
“Aila, Kak Rizki itu ramah. Dia sering kok nyapa adik kelasnya. Misal seperti ini ‘Hai dek, baru pulang?’, atau bisa juga seperti ini ‘Hai.. mau ke mana? Kok buru-buru amat’.”
“Inara… ternyata dia nggak suka sama aku? Ternyata nggak hanya aku saja yang disapa?”
“Baru tahu? Hhaha…” ucapku penuh tawa.
“Huftt..” timpal Aila jengkel.

Hari-hari kulewati dengan hati yang gembira. Aku menjadi semakin rajin belajar. Dan aku juga selalu berangkat pagi. Hingga suatu ketika, kulihat Kak Rizki sedang berduaan dengan seorang perempuan yang menurutku itu pacarnya. Hatiku hancur kala itu. Aku benci Kak Rizki. Benar-benar benci. Meskipun dia berusaha mengajakku mengobrol atau bahkan sekedar menyapa, tetapi aku tak pernah menanggapinya. Hingga suatu ketika dia mengirimiku pesan lewat BBM.

“Hai Inara.. kamu pasti salah paham. Aku nggak bermaksud seperti itu. Oh ya, dan terima kasih untuk acc-nya. Aku dapat pin kamu dari Aila.” ucap Kak Rizki.
“Hah, Aila? Udah ya Kak, please jangan ganggu aku lagi. Aku sudah tahu kalau Kak Rizki punya pacar. Iya Kak, jujur saja, aku memang menyukai Kak Rizki. Tetapi rasa itu kini telah punah. Aku akan melupakan Kak Rizki.” balasku acuh tak acuh sembari meneteskan air mata.
“Inara.. tunggu dulu. Yang kamu sangka itu Rizal. Ya memang, aku punya saudara kembar. Dan maaf, aku tidak menceritakannya kepadamu. Dia sudah mempunyai pacar. Please Ra.. maaf lah, kalau aku sudah membuatmu salah paham. Kapan-kapan aku kenalin deh Rizal ke kamu, supaya kamu lebih tahu yang sebenarnya.” balas Kak Rizki.
“Hah? Benar kalau yang aku lihat itu Kak Rizal?”
“Iya.. ya sudah, besok kita bertemu di perpustakaan. Ini sudah larut malam. Kamu tidur saja.” balas Kak Rizki.
“Iya. Dengan Kak Rizki juga. Selamat tidur.” balasku mengakhiri obrolan kami.

Esoknya aku dan Kak Rizki janji bertemu di perpustakaan. Aku pun berjalan ke perpustakaan seorang diri tanpa mengajak Aila. Sesampainya di sana aku terkejut, ternyata Kak Rizki mengajak Kak Rizal pula.
“Hai Ra. Bagaimana? Kamu percaya kan?” ucap Kak Rizki.
“Iya Kak.. maafin aku.” tukasku pelan.
“Kenalin Ra, dia Rizal saudara kembarku.”
“Hai.. aku Rizal. Maaf ya, kalau aku membuat kamu jadi salah paham sama Rizki. Ya sudah.. kalian teruskan saja pembicaraannya. Aku pergi dulu.” ucap Kak Rizal.
“Iya.” jawab aku dan Kak Rizki serempak.

“Ra.. di sini aku hanya mau bilang ke kamu kalau aku juga.” kata Kak Rizki.
“Juga?” tanyaku keheranan. “Juga apanya Kak? Juga minta maaf? Atau juga yang lain?” sambungku penuh tanya.
“Kamu nggak ingat tentang chattingan kita semalam? Di situ kamu menulis kalau kamu…” Kak Rizki menggantung ucapannya.
“Kak.. aku nggak ngerti maksud perkataan Kak Rizki.”
“Aku juga menyukaimu.” timpal Kak Rizki singkat.
“Hah? Jadi?” tanyaku sembari menghayal yang tidak-tidak.
“Jadi.. aku mau kita berteman lebih dari sekedar teman.”
“Jadi pacar?” tanyaku sembari tersenyum di dalam hati.
“Bukan.” sahut Kak Rizki.
“Lantas?” tanyaku mulai menampakkan raut muka kecewa.
“Intinya.. aku mau kita berteman lebih dari sekedar teman. Aku mau itu. Bukan sahabat, bukan pula pacar.” terang Kak Rizki.
“Semacam HTS an kah?” raut mukaku kian kecewa.
“Semacam itu pun bisa. Status kan tidak penting Ra. Aku inginnya kita selalu bersama sebagai seorang kakak adik yang…”
“Kak.. please ah. Jangan menggantung ucapan.” keluhku.

ADVERTISEMENT

Kring… bel masuk berbunyi
“Itu jadi PR kamu di rumah. Ya sudah, kita masuk kelas yuk!” ajak Kak Rizki.
“Iya Kak.”

Mulai saat itu, aku dan Kak Rizki menjalani hari dengan penuh kebersamaan. Dia sering mengajariku PR, mengajakku untuk pergi jalan-jalan, menghiburku ketika aku bertengkar dengan Aila, mengajariku bermain gitar, mengajakku untuk selalu membuat karya-karya yang mengesankan, dan masih banyak hal lain yang ia lakukan untukku. Aku senang mempunyai seorang kakak yang sangat pengertian padaku. Semoga ini terus berlanjut sampai nanti kelak. ~ Inara Qotrunnada.

Cerpen Karangan: Anissa Nur Azizah
Facebook: Anissa Nur Azizah
Namaku Anissa NA. Aku bersekolah di SMA N 1 Sukoharjo kelas X BAHASA. Terima kasih untuk kalian yang telah membaca cerpen ini. Salam sejahtera untuk kalian !!

Cerpen Dia Istimewa merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tinju Dunia (Part 2)

Oleh:
~ Tragedi ~ Beberapa minggu pun berlalu setelah Firhan mengalahkan Budi dalam perkelahian. Diceritakan pada saat itu, Firhan dan Eva sedang membahas tentang liburan akhir tahun yang akan datang.

Gak Perlu Sempurna Kok

Oleh:
Hmmm… selama gua hidup gua selalu merasa insecure sama diri gua sendiri. Fisik gua jelek, punyak 3 tai lalat di wajah dan masih banyak lagi kekuranganku. Gua pernah berfikir

Hujan Membawa Takdirku

Oleh:
Di ruangan yang minimalis dengan susunan ranjang, lemari dan cermin hias yang tertata rapi, membuat suasana kamar ini indah di malam hari. Kupandangi wajah suami yang sangat aku cintai.

Teka Teki Si Klimis

Oleh:
“Sil, lihat tuh Fajar sama Bela loh,” Sila hanya bisa tertegun mendengar perkataan temannya itu. Ya, mungkin ada perasaan menyesal bercampur lega yang memenuhi dadanya sehingga terasa sesak. “Hahaha,

Hanya Kamu, Ingin Kamu dan Insyaallah Kamu

Oleh:
Assalamua’laikum hari ku. Kamis siang ini disaat semua orang sibuk dengan aktifitasnya seperti halnya diriku yang kini sedang sibuk membantu pengurus dharma wanita persatuan di kantorku untuk acara hari

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *