Gedung Pernikahan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 20 July 2021

“Saya akan absen kalian” melihat satu-persatu ke arah siswa-siswi. Sekarang giliran namaku dipanggil “Kirana Alcantara” menoleh ke arahku.
“Hadir” menunjuk atap. Aku seorang siswa kelas 11 IPA 2. Guru ini walikelas kami bernama Pak Rudi. “Sehabis jam saya nanti matematika dengan Pak Jeco, dia guru baru di sekolahan kita” menutup dan merapikan buku.
“Silahkan masuk pak” menyodorkan tangan untuk mempersilahkan.
“Iya” senyum lebar. Aku duduk di bagian paling belakang.
“Eh, itu kenapa Pak Jeco ngeliatin kamu terus?” ucap Dona.
“Ngak tau, aku masih ngantuk nih” melipat tangan di atas meja.
“Itu yang belakangan sendiri, saya perhatikan kok dari tadi masih tidur aja” melirik ke arahku.
“Na… bangun na.. di panggil Pak Jeco” wajah agak malas.
“Apa sih” ucapku lirih.
“Kamu nanti ke ruangan saya” ucap Pak Jeco marah.
“Ada apa ya pak?” hatiku jadi panik.
“Lihat saja nanti” sikapnya cuek.

Bel pulang telah terdengar.
“Malas sekali rasanya bertemu dengan pak itu” batinku merasa jengkel. Aku ketuk pintu kantor “Tolong kamu catat siswa yang minat les tambahan untuk matematika saja” memberikan selembar kertas. Selepas itu aku langsung pulang. Sebelum sampai rumah aku mampir ke supermarket. Tanganku tak sengaja menyenggol pop mie dan terjatuh semua.
“Biar aku bantu” mengambil satu wadah.
“Pak Jeco” jantungku seakan-akan berdetak kencang.
“Kok kamu belum pulang na?” sambil memilih barang-barang.
“Disuruh ibu belanja dulu” berjalan bersama. Aku dengan Pak Jeco hanya terpaut usia 7 tahun dan tingginya pun hampir sama.
“Biarkan saya yang bayar” mengeluarkan sejumlah uang.
“Tapi kan” merasa tidak enak hati.
“Sudah, ayo aku antar pulang” menyalakan mesin mobil. Karena Pak Jeco agak memaksa aku ikut aja.

Sesampainya di rumah, ayah sedang duduk di teras sambil baca koran.
“Itu siapa na?” Ucap ayah. Ayahku seorang dosen di Universitas Semarang begitu pula dengan ibu.
“Ohh… itu Pak Jeco guru matematika di sekolahku” sambil tersenyum.
“Jeco??” melirik ke arahku.
“Iya, ada apa sih yah?” menatap dengan wajah kebingungan.
“Nama lengkap Jeco siapa?” sambil menutup koran dan membuka kacamata.
“Kenapa ayah tiba-tiba nanya nama lengkap Pak Jeco?” batinku.
“Jeco Aldio Iskandar” hatiku penuh bertanya-tanya.
“Dia dekat dengan kamu na?” Ayah merasa ada yang aneh.
“Hanya sebatas guru dengan murid aja yah, aku masuk dulu ya” berjalan menatap langkahku sendiri.

Malam semakin larut di tambah dengan adanya hujan. Perutku merasa lapar, mencari makanan di meja sudut tidak ada. Hanya ada sebungkus mie instan. Setelah aku membuat mie instan aku bawa ke kamarku. Lewat depan kamar ayah dan ibu terdengar suara bisikan.
“Bu, ibu tau kirana tadi pulang sama siapa?” ayah sambil menatap laptop.
“Tidak yah, emangnya ada apa?” ibu merasa kebingungan dan penasaran.
“Dia pulang sama Jeco” dengan nada lirih.
“Jeco? Setahu ibu dia murid kita dulu kan” tatapan ibu serius.
Menguping pembicaraan ayah dan ibu tak lama terdengar suara hentakan kaki. Aku segera naik ke atas menuju kamarku. “What? Jeco murid ayah sama ibu?” aku sampai lupa dengan mie yang aku buat tadi. Tapi entah kenapa ketika mendengar nama Jeco jantungku berdetak kencang.

Aku bangun pagi jam 04.30 sambil bantu-bantu ibu di dapur. Menyiapkan buku yang akan dibawa.
“Selamat pagi Karina” sapa dan senyum Pak Jeco.
“Pagi juga Pak Jeco” melemparkan senyum balik.
Aku harus segera pergi ke kantor memberikan laporan tentang les matematika.
“Kenapa kamu tidak mengikuti les ini?” merasa bingung.
“Tidak begitu suka dengan les” jawabku begitu.

Bel berbunyi “Selamat pagi semuanya” melambaikan tangan.
“Pagi Pak” teriakan semua siswa satu kelas.
“Hari ini kita akan ulangan harian ke 3, siapkan selembar kertas dan alat tulis saja” perintah Pak Jeco.
Semalam aku tidak belajar lagi malah Pak Jeco nyuruh ulangan “Gimana nih” perasaanku binggung.

Tak lama waktu telah habis “Kumpulkan semuanya” berdiri lalu berjalan. Pak Jeco memandangiku dengan wajah yang sangat serius “Kirana nanti kamu ketemu saya” tatapan mata yang tajam.

Bel pulang berbunyi Pak Jeco menghampiriku “Kirana mana?” mencari-cari.
“Nanti saya akan ke ruangan” ucapku nada malas.
“Kamu tunggu aku di parkiran belakang” hanya mengucapkan itu. Menyalakan mesin mobil “Ayo masuk” suruhnya. Tanpa basa-basi aku ikut dengan Pak Jeco.

“Mau kemana kita Pak?” tanyaku penasaran.
“Sudah, kamu ikut aja” lalu senyum.
Pak Jeco membawaku ke sebuah pinggiran danau dan dia memintaku untuk menutup mata. Apa yang akan dilakukan Pak Jeco aku benar-benar tidak tahu sama sekali. “Pak… pak…” teriakku lirih.

“Coba kamu buka” menjulurkan sebuah nilai ulangan tadi.
“Ini ulangan yang tadi kan?” pintaku binggung.
“Coba kamu lihat di belakangnya” senyum tebar pesona.
“Hanya gambar?” binggung lagi aku.
“Kamu tau arti gambar itu?” tanya Pak Jeco.
“Jelas tidak, gambarnya tidak jelas sama sekali” wajahku sedikit marah.
“Ini gambar seorang laki-laki sedang melamar kekasihnya” memandangi gambar itu.
“Kenapa gambarnya hanya di kertas ulanganku saja?” tak tau apa yang akan terjadi.
“Besok kamu bisa temani aku menghadiri sebuah pernikahan temanku?” pintanya.

ADVERTISEMENT

Hari ini hari libur sekolah. Melihat ke ponsel “kamu sudah siap Kir?” dengan emot senyum.
Kenapa hatiku yang berdetak kencang padahal yang mau nikah bukan aku. Pak Jeco menjemputku “terlihat lebih cantik dari biasanya kamu Kir” memandangiku penuh dengan asmara.

Tanpa sepengetahuan aku, ayah dan ibuku juga hadir di acara itu. Sesampainya di sebuah gedung aku merasa ada yang aneh. “Yang mau menikah mana pak?” Selalu saja aku dibuat penasaran oleh Pak Jeco.
“Kita yang mau menikah” tertawa sedikit.
“Jangan bercanda bapak ihh” perasaanku mulai sebal dengan Pak Jeco.

Aku duduk bersama kedua orangtuaku dan Pak Jeco. “Kenapa Pak Jeco melangkah maju ke depan?” hatiku bertanya-tanya. Terucap dari mulut Pak Jeco “saya akan melamar kekasih saya yang bernama Kirana Alcantara” senyum lebar dari Pak Jeco membuat hatiku berdebar kencang.
“Kirana, ayo..” pinta ayah dan ibu.

Aku maju dengan langkah pelan-pelan. Pak Jeco menyodorkan sebuah cincin di hadapanku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Hal yang tak pernah saya pikirkan ini bisa terjadi sangat cepat.

Cerpen Karangan: Lia Agustin
Blog / Facebook: Benk Spdr

Cerpen Gedung Pernikahan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Mantan Rasa Kawan

Oleh:
“Za” teriak seseorang dari pintu kamar gue, itu pasti vano. Dengan ogah ogahan gue ngebukain pintu buat dia. “Apa” “Gue kesepian, temenin gue yah” ucap vano sambil nyelonong masuk

Naksir Cewek Ditaksir Bencong

Oleh:
Dunia puber memang sangat menyenangkan. Rasa ingin tahu akan sesuatu yang baru juga sangat begitu besar. Coba ini, coba itu semuanya dijabanin. Kadang kalanya ada di posisi yang benar

Tatapan Pertama Camer

Oleh:
Malam minggu terasa hambar seperti malam-malam biasanya bagiku. Karena cewek gue gak bisa ke luar malam hari. Acara malam mingguannya hanya via bbm. Untuk menghilangkan suntuk gue yang kesepian

Dia Yang Tulus

Oleh:
Kelvin menatap tubuh kurus adik perempuannya. Mata sendunya tak berhenti menangis setiap bertemu adiknya. Kalau sudah begini, adiknya hanya tersenyum tipis sambil berkata, “Kakak jangan sedih dong.” Tapi pagi

Padahal Baru Saja Kuseduh

Oleh:
Pria dingin, sedikit teman, tidak punya pekerjaan tetap, apartemen, namun bisa nongkrong di warung kopi sampai pagi Mulukmanlah orangnya. Seorang perantau berumur hampir kepala tiga dan bergelar S.H, yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *