Gejolak Jiwa (Bagian Pertama)
Cerpen Karangan: Aqil AziziKategori: Cerpen Cinta, Cerpen Galau
Lolos moderasi pada: 27 August 2023
Pernahkah kau merasa menyukai seseorang yang tidak pernah bisa kau dekati walau kau merasakan perasaanmu begitu dekat dengannya?
Pernahkah kau merasakan rindu yang hebat saat matamu tak memandangnya, namun tatkala kau menjumpainya di depan matamu namun kau tak pernah berucap sepatah kata pun kepadanya?
Pernahkah kau berdebat dengan pikiranmu dengan berbagai asumsi bahwa dia tak pernah benar-benar menyukaimu namun kau masih berharap bisa mendapatkan perhatiannya, meskipun asumsi itu belum tentu benar, dan pikiranmu selalu mengalahkanmu?
Aku pernah. Dan itu terjadi padaku saat ini.
Aku kacau. Pikiranku tak bisa kukendalikan. Mungkin setiap saat bayang wajahnya senantiasa menghantuiku. Aku benar-benar seperti orang gila karenanya.
Aku berusaha menenangkan pikiranku, menundukkan perasaanku, dan menggurui diriku sendiri. Aku ini baru berusia 11 tahun. Rasanya belum pantas memiliki perasaan seperti itu kepada lawan jenis. Siapapun itu. Dan rasanya masih tabu untuk memiliki perasaan seperti itu. Kodratku sebagai seorang perempuan, harusnya bisa menjaga diri agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak semestinya.
Namaku Risa. Aku adalah seorang pelajar kelas 5 di sebuah sekolah Islam. Orang yang aku maksudkan adalah Rendra, kakak kelas yang kini duduk di kelas 6. Aku tak tahu sejak kapan perasaan ini menyergapku. Jujur saja aku menyukainya. Namun disebabkan perasaan ini juga aku merasa sangat tersiksa. Seperti seseorang yang merasa dahaga, yang tak akan hilang bila tak mendapati minuman yang menyegarkan. Seperti itu juga denganku, bila tak memandangnya, pikiranku berkecamuk. Kacau balau. Namun bila memandangnya, walau dari kejauhan dan sekejap saja, aku jadi tenang walau sesaat.
Sejak perasaan itu muncul, dia laksana benih. Kian hari makin tumbuh dan kini bagaikan pohon yang bertunas dan bercabang. Aku tak mampu menguasainya lagi. Semakin aku menjauhkan pikiranku tentangnya, semakin aku terjatuh dan menjadi tidak berdaya.
Sebagai seorang murid kelas 6, Rendra tak lama lagi akan lulus. Aku tak sanggup membayangkan bila momen itu tiba. Bagaimana denganku, bila saat itu tiba? Apakah aku masih sanggup untuk merelakan kepergiannya?
Aku menyukainya dalam diam, seperti seorang pengagum rahasia. Yang dikagumi tidak pernah tahu perasaan orang yang mengaguminya. Diam-diam aku memperhatikannya, walau dari kejauhan. Bila memandangnya dari jauh saja membuat hatiku tak karuan, apalagi saat berpapasan dengannya. Bila itu terjadi, kakiku seperti lemas tak berdaya untuk bergerak, jantungku berdegup kencang, namun mataku tak kuasa menatapnya langsung.
Ada norma yang harus aku jaga. Aku tak boleh terlihat seperti wanita yang murahan. Aku harus tetap bisa menjaga imej agar harga diriku tidak jatuh di hadapannya. Namun, di sisi lain sebenarnya aku tak sanggup melewatkan momen itu karena tidak terjadi setiap saat.
Aku sering mengutuk diriku, mengapa perasaan ini bisa menghinggapiku. Dan saat ini malah menguasaiku dan aku seperti tak berdaya menghadapinya. Tapi ini adalah takdirku. Takdir yang tak dapat kutolak. Aku hanya bisa pasrah menjalani takdir itu.
Saat mengingat waktu Rendra yang tak lama lagi akan meninggalkan sekolah ini, aku menjadi semakin gila. Aku terlihat lebih banyak murung saat membayangkan perpisahan yang akan terjadi tersebut. Namun aku pun tidak bisa menghentikan waktu. Waktu terus berjalan. Dan perpisahan itu akan segera terjadi.
Tak terasa waktu terus berlalu tanpa melihat ke belakang. Rendra hanya memiliki waktu sepekan saja. Setelah itu, dia tak lagi berada di sekolah ini. Murid-murid kelas 6 akan menyelesaikan rangkaian studi mereka setelah 6 tahun menimba ilmu di sekolah ini.
Aku lebih sering terlihat murung akhir-akhir ini. Bahkan teman-temanku sering menjumpaiku menangis secara tiba-tiba. Tanpa angin dan tanpa hujan, air mataku tertumpah begitu saja. Tentu hal ini membuat panik teman-temanku.
Aku malu menceritakan perihalku kepada teman-temanku. Aku takut mereka akan mengejekku. Namun semakin aku ingin menutupi kebenaran, rasa ingin tahu teman-temanku juga tak tertahankan. Aku memang harus menyampaikan alasan yang logis yang menjadi sebab aku menangis secara tiba-tiba. Akhirnya aku memberitahukan hal yang sebenarnya kepada teman-temanku. Aku menyukai Rendra. Dan saat ini aku merasa sedih karena Rendra akan meninggalkan sekolah ini.
Tak kusangka, teman-temanku malah bersimpati kepadaku. Mereka tidak mengejekku. Mereka justru berusaha untuk memahamiku dan memahami perasaanku. Bahkan saat aku menangis tiba-tiba, mereka berusaha menghiburku dan menenangkanku.
Hari yang aku khawatirkan pun tiba juga. Rendra tak tampak lagi di sekolah ini. Meskipun pengumuman kelulusan belum diberitahukan, namun Rendra telah pergi. Pagi hari yang seharusnya aku hadapi dengan semangat, kini terasa hampa. Kakiku melangkah, namun pikiranku entah ke mana. Di dalam keramaian, aku bahkan merasa sendiri. Sedih. Aku tak lagi melihatnya. Gelak tawa yang aku sering dengarkan saat dia bercanda dengan teman-temannya, kini hilang bagai ditelan bumi. Sosoknya lenyap bagai ditenggelamkan tsunami. Namun bayangannya senantiasa hadir seperti menari-nari di dalam memoriku.
Aku berusaha berunding dengan diriku, sembari berucap di dalam diri, “Duhai hati. Bisakah engkau memberikan aku istirahat sejenak saja agar aku tenang untuk tidak memikirkannya untuk saat ini?” (Bersambung)
Cerpen Karangan: Aqil Azizi
Cerpen Gejolak Jiwa (Bagian Pertama) merupakan cerita pendek karangan Aqil Azizi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Nona Manis
Oleh: Vitra Fhill ArdyUAS telah selesai. Itu artinya aku bisa pulang kampung. Ritual yang juga biasa dilakukan oleh Mahasiswa lainnya terutama mereka yang merantau. Aku menyebutnya pulang kampung meski Kalideres adalah kota.
Pemuda Berkacamata
Oleh: Tika Maya Sari“Maaf, saya tidak sengaja,” ujarmu merasa bersalah kala itu. Saat petang menjemput suasana di taman kota setelah kau tumpahkan es jeruk itu ke lengan jaketku. “Tentu, tak apa,” sahutku
Ambigu
Oleh: Mila MarthasariOrang bilang cinta tanpa balasan itu menyakitkan. Orang bilang jika kita mengejar seseorang justru itu akan menjauhkan. Dan orang bilang cinta tidak selamanya harus memiliki. Terkadang kita bisa mencintai
Sorry
Oleh: Eche CekarusTawaku mendadak berhenti ketika melihat sebuah nama yang tak asing bagiku mengirim permintaan pertemanan ke akun facebookku. Ia tidak memakai wajahnya untuk dijadikan foto profil. Ia memakai foto seorang
Everlasting Woman
Oleh: Fibrina Audia SafitriMengagumi hanyalah sebuah rutinitas, dipikir tak berarti tapi menenangkan hati. Matanya yang selalu tajam dan tak pernah menatap, mungkin sebuah prinsip. “Apakah dia tak pernah jatuh cinta?” pertanyaan yang
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply