Hai

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 25 May 2016

“Tutup matamu dan berharap yang baik, maka kau akan dapatkan yang terbaik ketika kamu membuka mata,”

Begitulah kalimat dari ibuku ketika aku ingin tidur. Kalimat itulah yang akan selalu aku ingat. Sayang, wanita yang sangat aku cintai itu telah tiada. Sekarang aku hanya tinggal bersama ayahku yang super sibuk dan kakak laki-laki yang cuek banget sama aku, ketika makan malam yang harusnya diisi canda, tawa, dan bahagia pun telah tiada, mereka hanya makan masakanku dan sesekali menatap saja. Akulah pengganti ibuku masak, mencuci, dan semua urusan rumah lainnya aku kerjakan sendiri. Belum lagi aku harus sekolah di SMA yang enggak aku kenal, lengkaplah sudah penderitaanku.

“Teet….Teet…Teet.”

Suara bel jam pertama pun berbunyi, aku masuk kelas IPA 2. Tidak ada yang aku kenal di sana, mungkin akan sama seperti di SMP ketika aku hanya punya satu teman saja yang aku percaya, sekarang aku juga nggak tahu dia di mana. Oh iya, namaku Farah Lidya, aku baru memasuki masa-masa dimana para remaja galau, jatuh cinta, dan lainnya. Aku harap aku dapat merasakannya. Seperti biasa, dari jam pertama hingga jam terakhir pelajaran hari ini semuanya memperkenalkan diri, mulai dari guru, absen pertama hingga terakhir, bosan rasanya. Di rumah, seperti biasanya juga aku belajar hingga larut malam, kadang aku juga enggak tidur.

Prinsipku dari dulu itu menjadi yang terbaik dari yang terbaik, dan mengalahkan kakakku yang selalu menjadi kebanggaan keluarga dari kecil hingga sekarang. Baik saudara, keponakan, ayah ibu, dan semua anggota keluarga lainnya membanggakannya. Menurutku dia sangat jenius, saking jeniusnya waktu SD ia menyelesaikan 2 lembar soal latihan yang berbeda dari teman-temannya, tapi ia menyelesaikannya dengan waktu yang sama dengan teman-temannya yang menyelesaikan satu lembar soal saja. Ya, dia memang mirip Einstein dari kecil. Keesokan harinya di pagi buta, tiba-tiba ada yang nelepon aku, entah dari siapa, nomornya tak ku kenal.

“Hei Farah! Pagi! Berangkat sekolah oy, jangan tidur mulu!” ungkapnya.
“Maaf ini siapa ya?” kataku.
“Yaelah masa lupa sama temen sendiri, ini Nadya temen SMP kamu dulu,” ungkapnya.
“Nadya?! Nadya Adila? OH MY GOD, aku kangen banget sama kamu Nad.. sekolah di mana sekarang?”
“Iya ini aku Nadya, baru sebulan pisah udah kangen aja.. aku nggak mau ngasih tahu aku sekolah di mana, pokoknya nanti jam istirahat pertama kamu harus ke perpustakaan sekolah kamu ya. Dah,” ia langsung menutup teleponnya, padahal aku masih mau ngomong sama dia.

Di sekolah, jam istirahat pertama aku ke perpustakaan. Aku lihat nggak ada Nadya, cuma ada petugas perpus dan beberapa anak lainnya yang sedang membaca buku. Tiba-tiba ada yang menngejutkanku.

“Hai!” sapanya. Ternyata dia Nadya, betapa terkejutnya aku, teman yang aku kangenin ada di depan mataku.
“Kok kamu di sini?” tanyaku.
“Aku kan sekolah di sini hehe,” tawanya, sambil menunjukkan senyum gigi kepadaku.
“Kalau kamu sekolah di sini, kamu kelas apa?” tanyaku yang masih tak percaya.
“Aku kelas IPS 1 dong! Jajan yuk, aku laper nih. Hehe,” ungkapnya.
“Ayo!” kataku. Karena nggak enak sama yang ada di perpus, mereka berkali-kali melirikku dan Nadya. Jadi, kita pindah ke kantin. Kami, duduk di bangku kantin sambil membawa makanan dan minuman.

“Eh, kamu masih suka sama si Mikha Far?” tanyanya. Mendengarnya, aku langsung tersedak jus jeruk yang baru aku beli. “Apaan sih kamu, ngagetin aja sambil nanya pertanyaan yang gak jelas!” jawabku.
“Itu pertanyaan yang sangat jelas tahu! Mmm.. berarti masih ya? lihat aja mukamu langsung memerah,” Ungkapnya.
“Kalau masih kenapa emang? Aku mah udah pasrah aja, paling dia udah sama yang lain, yang lebih cantik dan lebih baik daripada aku,” Kataku.
“Nggak apa-apa sih.. aku denger dia sekolah di sini juga,” Ungkapnya.
Kedua kalinya di hari yang sama dia membuatku tersedak lagi, tapi kali ini aku sampai terbatuk-batuk.
“Hah?! Seriusan?” tanyaku penasaran.

Bel langsung berbunyi ketika Nadya ingin menjawabnya. Rasa penasaran yang luar biasa ada di benakku, sampai-sampai aku tidak konsentrasi dari pelajaran setelah istirahat pertama tadi hingga jam terakhir. Ketika pulang sekolah, aku mendatangi kelasnya Nadya tapi dia sudah pulang. Rasa penasaranku berlanjut hingga keesokan harinya. Keesokan harinya, ketika aku menuju kelasku yang melewati kelas IPA 1 aku melihat seseorang berkacamata yang suaranya sangat aku kenal, senyumannya dan tatapannya ke teman-temannya yang tidak pernah ku lupakan.

ADVERTISEMENT

“Ini beneran Mikha?! Aku nggak percaya aku bisa melihat orang yang aku sukai di sekolah yang sama denganku,” Ungkapku dalam hati yang tak bisa menahan rasa senang.
Dia menengok ke arahku, dan aku nggak tahu harus melakukan apa, di situ aku langsung salah tingkah.
“Hai,” ungkapnya sambil memberikan senyuman manis kepadaku.
“Hai juga,” Kataku yang mulai membeku badannya.
Setelah dia ke kelasnya, aku dengan terburu-buru masuk ke kelas, dan menduduki kursiku sambil menutup wajahku yang memerah.
“Farah, kamu kenapa?” Tanya teman sebangkuku yang bernama Cecil.
“Eng..nggak apa-apa kok, cuma sedikit pusing aja,” ungkapku bohong.
“Oke, GWS ya,” ungkapnya.

Pelajaran matematika dimulai, dari awal pelajaran hingga akhir pelajaran, aku selalu teringat dengan kejadian tadi. Tiba-tiba guru matematika menanyakanku dan aku pun tidak bisa menjawabnya. Malu bukan kepalang, rasanya campur aduk, entah senang, sedih karena kangen, dan perasaan lainnya jadi satu. Apa ini rasanya “fallin in love,” yang kata orang dapat membuat hati berbunga-bunga?

Jam istirahat pertama. Layaknya mata-mata profesional aku memata-matainya dari depan kelas. Saat dia jalan pun aku ikuti dengan menjaga jarak kurang lebih 2 meter. Seperti biasanya laki-laki yang manis pun dikerubungi perempuan. Kesal rasanya dalam hatiku, tapi aku nggak berhak untuk galau karenanya. Aku bukan siapa-siapanya, aku hanyalah seseorang yang menatapnya dari jauh dan belum pernah aku bicara padanya. Kesal rasanya, tapi mungkin inilah takdirku yang hanyalah penggemar rahasianya dari SMP. Ini pun sudah suatu kemajuan yang besar ketika dia menyapaku, entah dia mengenalku atau tidak.

Di SMP aku hanya melihatnya dia mengobrol bersama teman-temannya, dan mengingat Anime apa yang ditontonnya, siapa teman dekatnya, dan siapa saja “geng,”-nya. Dan itu sudah cukup membuatku sangat bahagia. Belum lagi, aku bisa sekelas selama 2 kali itu sudah menambah kebahagiaanku. Aku tidak berani menyapanya ataupun mengajaknya bicara, aku hanyalah seorang perempuan yang mempunyai jerawat di wajah, gemuk, pendek, nilai ulangan jelek, dan semua keburukan ada di diriku. Hanya Nadya yang dari dulu, selalu menyemangatiku dan menjadi teman curhatku. Kebahagiaanku di SMP hanyalah 2, yaitu melihat Mikha dan Nadya bahagia, tentunya Nadya selalu ada di sampingku.

“Hai Farah!” teriak temanku Cecil dari kejauhan. Mungkin karena suaranya terlalu keras, ia menoleh ke arahku. Karena gugup, aku membalikkan tubuhku yang mulai bergetar ke arah Cecil. “Kamu kenapa Far? Sakit lagi? Kok gemetar begitu?” ungkapnya sambil menyentuh dahiku. Aku berbohong lagi kepada Cecil, dan ia langsung mengantarkanku ke UKS Sekolah, karena aku nggak bisa bilang kalau aku tadi gemetar karena dilihat seseorang yang aku sukai.

Hari demi hari ku lewati dengan kegiatan seperti biasa, tapi semakin hari, aku semakin mendapat banyak teman di kelas maupun diluar kelas. Rasanya kurang karena “dia” jarang masuk kelas. Dalam benakku, aku sedikit khawatir tentangnya dan perasaan tidak enak pun muncul. Aku menanyakan kepada temanku yang berada di kelasnya, dan katanya “dia” ingin pindah sekolah di UK karena pekerjaan ayahnya. Ketika temanku selesai mengatakannya, tubuhku melemas, aku tidak bisa berpikir kala itu. Waktu yang ditentukan telah datang, ia pun pergi dan tidak pernah kembali, bahkan aku belum sempat menyapanya untuk yang terakhir kali. Teman-temanku memang banyak, tapi apalah artinya jika “dia,” tidak ada. Dengan keadaanku yang sedang murung, wali kelasku datang dan memintaku untuk mengikuti ajang kompetisi pelajar, tingkat tertingginya yaitu Internasional.

Sebuah kesempatan yang menyebalkan, dimana aku bisa mencoba mengalahkan prestasi kakakku tapi dengan keadaanku yang sedang kehilangan “It’s Impossible!” Teman-temanku semuanya mendukungku termasuk Nadya, hatiku mulai luluh dan aku mengatakan kepada wali kelasku bahwa aku siap menerima kompetisi itu. Di rumah, temanku adalah buku dan cemilan. Aku sering tidak tidur dan belajar “mati-matian” untuk memenangkan kompetisi itu. Dan perjuanganku dan doa teman-temanku tak sia-sia, aku berhasil peringkat 5 se-Nasional. Otomatis peringkat 1-5 masuk ke ajang Internasional. Tentunya, aku semakin tidak bisa tidur. Di sela-sela belajar aku mencari di google letak kompetisi itu diadakan, dan betapa terkejutnya aku ketika aku tahu kompetisi itu diadakan di UK.

Perasaan ini mulai muncul kembali, padahal aku sudah benar-benar hampir melupakannya. Dalam benakku aku terus berkata, “Kamu adalah yang terbaik, jangan mudah terpengaruh olehnya lagi!” kata-kata motivasi itu membangkitkan semangatku lagi. Aku mendapatkan medali emas setelah aku memenangkan kompetisi itu. Suatu kebanggaan bagiku, keluarga, dan teman-temanku yang berada di sekolah. “Ayah dan Ibu pasti bangga melihat medali ini, dan aku bisa membuktikan bahwa tingkatanku bukan berada di bawah tingkatan kakakku,” ungkapku dalam hati.

Di Bandara ketika ingin pulang ke tanah air, aku menemukan sepucuk surat teka-teki di dalam tasku. Karena penasaran aku membukanya, dan membacanya. Setelah membaca surat itu aku menuju ke luar bandara, dan mengikuti petunjuk yang ada di dalam surat itu. Setelah sampai di tempat, di belakang surat itu menyuruhku mengikuti kalimat yang selalu mendiang ibuku katakan padaku. Ketika aku membuka mata, datang seseorang yang tidak akan mungkin ku lupakan.

“Hai,” giliranku menyapanya.
Dengan senyuman yang manis, aku berikan kepada seseorang yang mengirimkan surat itu kepadaku. Dialah Mikha yang selama ini aku cari dan aku nantikan.
“Hai juga.. Selamat ya kamu menang medali emas,” Jawabnya dengan memasang wajah manis seperti biasanya dan medali perak yang ada di lehernya.

Ketika pesawat akan pergi, ia memberikan surat lagi kepadaku dengan melambaikan tangannya. Aku membaca suratnya saat di pesawat. Isi surat itu…
“Hai, gimana kabarnya? Kamu sehat-sehat saja kan? di sini aku selalu kesepian, tidak ada yang memata-mataiku lagi saat aku jalan, makan, dan lainnya. Maaf ya. Aku yang meminta wali kelasmu atau teman ibuku ke sini, karena aku yakin kamu pasti bisa mengalahkan lawan-lawanmu. Banyak perempuan yang mendekatiku tapi tidak ada yang semisterius kamu, itulah yang ku suka darimu. Oh iya, saat aku di Jakarta nanti aku ingin bisa berbicara lebih banyak denganmu, your secret admirer.”

Tak tahan rasa senangnya, aku memeluk kertas itu. Dan aku simpan di catatan harianku yang selalu aku jaga. Pertemuanku dan Mikha di Jakarta datang juga, aku sangat berharap pertemuan itu bukanlah yang terakhir bagiku dan baginya karena pada saat itu juga, Mikha memberikanku cincin dengan memberikanku kesetiaannya. Kata “hai,” yang terucap dari dirinya akan selalu ada di memori ingatanku. Ketika aku menutup mata dengan mengikuti kalimat petunjuk ibuku sebelum tidur, Mikhalah yang mengucapkan kata terbaik untukku yaitu “hai,” Ketika aku bangun.

Cerpen Karangan: Farah Mufidah
Facebook: https://www.facebook.com/farah.mufidah.16

Cerpen Hai merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Rara Pengen Masuk SMA

Oleh:
Pelajar kelas 9 tentu memikirkan mereka akan melanjutkan sekolah selanjutnya dimana, itu adalah hal wajar. Seperti aku saat ini, aku sedang bimbang antara ke SMA atau ke SMK. Sejujurnya

Ada Apa Dengan Negara Ini

Oleh:
Reno terus berlari dengan kencang 2 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup dia berlari sambil meruntuki dirinya sendiri, motor yang dibawanya mogok di tengah jalan dia lupa membawanya ke

Semua Tentang Kita (Part 2)

Oleh:
Jiko melantunkan lagunya dengan gitar kesayangannya. Kejadian tadi siang di sekolah membuat dia gelisah. “Bro, tumben lo nyanyi lagu galau. Biasanya juga Rock?” kata Eiji “Diem lo, gue memang

Tidak Punya Waktu

Oleh:
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah ditahun pelajaran baru. Seperti biasa murid-murid masuk ke kelas barunya masing-masing, saling menyapa, menanya kabar, dan saling bercanda. Namun seperti biasa ia

Gadis Di Balik Jendela

Oleh:
Denting piano mengalun lembut. Seorang gadis duduk sambil memainkan jemarinya pada sebuah console piano. Tubuhnya berayun mengikuti rangkaian melodi yang dimainkan. Ia tersenyum berseri. Benaknya berangan-angan. Beberapa menit yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

2 responses to “Hai”

  1. Portgas D Ace says:

    Kisah nyata, kak?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *