Hujan Sore Itu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Slice Of Life
Lolos moderasi pada: 16 October 2022

Wana duduk sendirian di bangtem kampus sore itu. Malas mau pulang karena hujan yang mulai mengguyur Jogja dari siang tadi belum juga reda. Dengan rok*k di tangan kanannya, cowok itu menatap lurus ke depan—ke selasar Gedung Soegondo tepatnya—antara melamun dan memperhatikan cewek mungil yang sedang fokus dengan ponselnya dari tadi. Dilihatnya cewek itu mengangkat ponselnya dan sedikit mendongakkan kepalanya ke arah langit, matanya menyipit fokus ke layar ponsel. Tebakan Wana, ia sedang memfoto langit yang lagi nangis sore itu. Buat konten galau di snap WA atau IG stories. Ckckck, kelakuan anak zaman sekarang.

Wana menghisap rok*knya, matanya masih setia mengikuti pergerakan cewek mungil yang berada sepuluh meter di depannya. Sekarang cewek itu sedang asyik menyeruput susu kotak rasa coklat (kalau Wana nggak salah lihat) sambil menatap kumpulan kencana ungu yang ada di bawah kakinya yang mengayun-ayun santai. Dilihatnya si cewek mungil mengambil ponsel yang tadi diletakkan, mengarahkan kamera ponsel ke kumpulan kencana ungu yang tertunduk pasrah diguyur hujan. Cewek itu terlihat serius, ia mengambil gambar si kencana ungu dari berbagai angle hingga ia merasa puas dan kembali meletakkan ponsel itu di sampingnya.

Wana kembali menghisap rok*knya dan menghembuskan kebulan asap tipis di depan wajahnya. Sejenak menghalangi pandangannya pada si cewek mungil di depan sana. Tangannya kemudian bergerak mengibas kepulan asap di depan wajahnya agar segera hilang, Wana merasa ia tak mau terlalu lama kehilangan momen si cewek mungil. Aneh. Wana beberapa kali melihat atau berpapasan dengan cewek mungil berambut pendek itu, tapi baru kali ini ia benar-benar memperhatikannya. Meski terhalang tirai rintik hujan, Wana tahu kalau cewek itu punya wajah manis. Rambutnya yang pendek dicepol setengah, persis kayak rambut samurai. Matanya yang kecil hampir sipit dibingkai kacamata, hidungnya juga kecil sama kayak badannya. Semua dari cewek itu kelihatan kecil di mata Wana. Kaos yang ia kenakan terlihat kebesaran, begitu juga dengan jaket parka yang membalut tubuhnya. Wana jadi merasa sedikit gemas. Sedikit saja.

Dia siapa ya?
Wana mulai bertanya-tanya tentang cewek di depannya. Sepertinya mereka seangkatan karena ia tahu beberapa teman satu prodinya pernah menyapa cewek itu. Tapi Wana nggak pernah tahu namanya. Seingatnya teman-temannya tak pernah menyebut nama cewek itu. Atau Wana saja yang tidak pernah memperhatikan? Wana bisa saja bertanya ke salah satu temannya tentang si cewek mungil, tapi ia tidak mau. Ia sudah tahu tabiat teman-temannya, Wana nggak akan selamat dari ejekan-ejekan kalau sampai ia bertanya soal cewek. Mungkin Wana ajak kenalan saja kali ya. Cara itu lebih cepat dan efisien daripada hanya diam dan menerka-nerka atau bertanya pada teman-temannya. Ah, tapi Wana nggak se-ngebet itu kok. Ia cuma berpikir cewek mungil di depannya itu menggemaskan. Nggak lebih.

Wana membuang putung rok*knya ke tanah, menginjaknya untuk memastikan apinya benar-benar mati. Hujan sekarang tinggal gerimis kecil. Orang-orang yang sedari tadi meneduh di selasar mulai berani menerjang gerimis. Beberapa berlari kecil, beberapa berjalan santai sambil mengeratkan tudung jaket masing-masing, ada juga yang memanfaatkan gerimis sore itu dengan bermesraan di bawah payung yang sama atau membentangkan jas hujan untuk dipakai berdua. Wana jadi ingin menawarkan si cewek mungil untuk berjalan sepayung berdua dengannya. Tapi sayangnya Wana tak bawa payung. Ia punya jas hujan, tapi benda itu ia tinggalkan di jok motornya, jadi ia juga tak bisa membentangkan jas hujannya untuk si cewek mungil. Rintik gerimis makin lama makin hilang seiring dengan matahari yang juga makin menghilang. Ah, Wana suka sekali dengan suasana sore setelah hujan begini. Rasanya adem dan membuat tenang.

Wana kemudian kembali menatap ke depan. Cewek itu terlihat mulai bersiap-siap untuk beranjak. Di kepalanya sekarang bertengger headphone yang menutupi telinganya. Ia kemudian benar-benar beranjak dari duduknya, berjalan ke arah Wana. Tidak, tidak. Cewek itu tidak berjalan ke arah Wana, tapi memang tempat Wana duduk adalah tempat orang berseliweran. Kalau berjalan ke arah kiri Wana, akan ada parkiran motor staff dan dosen yang juga sering dipakai parkir mahasiswa. Kalau berjalan ke arah kanan Wana, itu arah ke masjid fakultas. Tanpa sadar Wana masih terus mengikuti pergerakan si cewek mungil. Merasa ditatap, cewek itu mendongak hingga matanya bertemu dengan mata Wana.
Wana salah tingkah. Ia ketahuan sedang memandangi si cewek mungil. Tangannya refleks menyisir rambut ikalnya yang gondrong, sedangkan bola matanya kabur ke kiri dan ke kanan.

“Hai Wana!” Wana sedikit melotot mendengar namanya disebut. Ia menatap mata si cewek mungil, tidak percaya kalau ternyata cewek itu tahu namanya. Apakah mereka saling kenal? Mereka memang lumayan sering berpapasan karena satu fakultas, tapi Wana tak pernah benar-benar mengenal cewek itu. Namanya saja bahkan Wana nggak tahu. Aduh, Wana tiba-tiba jadi merasa jahat. Tapi ia tetap mengembalikan sapaan si cewek. “Hai!” balasnya singkat. “Baru mau pulang?” Wana nggak tahu ide siapa yang membuatnya bertanya seperti itu.

Cewek itu kini berhenti tepat di depan Wana, kepalanya mengangguk. “Iya nih, tadi nungguin hujan reda soalnya” jelas cewek itu, meskipun Wana juga tahu kenapa cewek itu baru pulang karena ia juga memperhatikan cewek itu sedari tadi. Wana hanya ber-oh ria. Jantungnya sedikit berdebar saat melihat anak rambut cewek di depanya jadi sedikit berantakan akibat tersapu angin. Wana merasa dingin dan hangat di waktu bersamaan.
Cantik. Dia cantik.

“Duluan ya, Wana.”
Sampai cewek itu berlalu dari hadapannya, Wana masih duduk tegak di bangkunya, melamun. Hingga getar ponsel di sakunya membuayarkan lamunannya. Dilihatnya nama penelepon di layar ponsel sebelum menekan ikon warna hijau.
“Iya sayang? Mau dijemput?”

-wanahana-

ADVERTISEMENT

Cerpen Karangan: Wanahana

Cerpen Hujan Sore Itu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


The Magic of Love

Oleh:
Syur, deg… deg… deg, lagi-lagi jantungku berdegup kencang. Kalau sudah begini, pasti disebabkan kehadiran Kak Arko. Entah mengapa setiap kali bertemu dengannya, hal itu selalu saja terjadi. Meskipun dia

Apa Sih Cinta? (Part 2)

Oleh:
“Terkadang kita harus merasakan luka, untuk tau caranya menghargai.” Di dalam mobil Driana hanya diam tak berkata sepatah kata pun. “Lo tumben diem?” kata Bayu. “Gue masih gak enak

Rain and Rainbow

Oleh:
“Pelangi butuh hujan untuk menjamah indahnya dunia. Begitu juga hujan, ia butuh pelangi untuk menyicip manisnya dunia dengan warna indah yang mampu menutup semua tangisnya … ” ‘TAP TAP

Istriku Bersuami Iblis

Oleh:
Dengan atau tanpa sebatang rok*k yang aku hisap ini, aku tetaplah merasa sepi. Hujan pertama setelah kemarau panjang membuat tanah di halaman berbau khas. Kunikmati tiap jatuhnya air hujan

Kumpulan Alphabet Aneh Bermakna

Oleh:
Arin keluar dari kelasnya, untuk membeli makanan ke kantin sekolah. Wigi memperhatikan langkah kaki arin yang semakin menjauh. Wigi segera berlari cepat menuju meja arin, lalu segera mengambil pensil

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *