Kekeluargaan, Kebersamaan, Kesempatan Mengabadikan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Kisah Nyata, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 29 October 2012

Hamid segera kembali ke tempat dimana ia berangkat semula. Namun di tengah jalan, teman-temannya justru tidak berada di situ, melainkan di sebuah sisi jalan yang nampak teduh dari kejauhan. Mereka memanggil-manggil namanya sambil menunjuk mobil mereka yang agaknya jauh dari situ. Rupanya mereka meminta tolong kepada Hamid untuk mengambil sambal yang berada di dalam tas milik Habib, sekaligus sebilah pisau milik sang supir. ‘Tak apa, sekalian menaruh kopiah’ ujarnya dalam hati. Ia segera berbalik arah menuju mobil tersebut, lalu kembali ke tempat teduh tadi, bersama-sama menunggu teman-teman lainnya yang sedang shalat.

Hamid melihat sebuah mangga yang ukurannya cukup besar baginya, mungkin baru kali ini ia melihat mangga sebesar itu. Dikupasnya buah mangga tersebut oleh Yanti yang baru saja tiba tadi. Seketika berkumpullah teman-teman Hamid di sekitar Yanti, lalu terciptalah sebuah kerumunan dadakan dari mereka yang Hamid kira sedang lapar, menunggu giliran mendapatkan sebuah irisan mangga dari Yanti, bak seorang anak yang menunggu sesuap nasi dari ibunya. Mereka menunggu dengan seksama, dan di saat yang bersamaan datanglah satu per satu teman-teman Hamid yang lain ke tempat teduh tersebut.

Tetapi tiba-tiba, sejenak mata Hamid terpana oleh sebuah pemandangan yang sekiranya kembali membuat sesak dadanya. Ia melihat sang gadis pujaannya, lagi, bersama seorang teman laki-lakinya bercanda bersama, sambil berfoto bersama pula. Meskipun tak benar-benar berdua, toh, masih ada kedua temannya lagi yang kesemuanya adalah perempuan. Namun yang membingungkan Hamid, ialah mengapa mereka terlihat begitu dekat seakan-akan ada sesuatu yang tersembunyi dibalik kedekatan mereka. ‘Mengapa harus dia? Mengapa bukan aku saja? Mengapa mereka seperti itu?’ tanyanya penuh selidik seketika. Bukan apa-apa, ia baru melihat mereka sedemikian dekat sekarang, tidak seperti biasanya.

Namun fokus Hamid teralihkan tatkala melihat sang gadis mendekati kerumunan teman-temannya, yang sedang menunggu sebuah irisan mangga dari Yanti. Dan perhatian Hamid sekarang terpusatkan pada Harto yang diam-diam sedang merekam kerumunan tersebut. Ia punya ide, ia ingin mengambilalih handphone yang di pegang Harto lalu ia sendirilah yang akan merekam teman-temannya. Terbesit dihatinya, ia ingin mengabadikan sang gadis pujaannya tersebut di sebuah rekaman, tentunya dengan dalih ia sedang merekam teman-teman lainnya. ‘Aku ingin mengabadikan dan memperbanyak kemunculannya di sini’ ucapnya sembari tersenyum penuh arti, memegang handphone milik Harto. Ia melakukan ini karena ia teringat ucapan Wati yang mengatakan bahwa dua minggu lagi, ia akan mengumpulkan foto-foto dan video kenangan dari sini di sebuah notebook lalu membiarkan teman-temannya untuk mengambilnya. ‘Ide yang bagus’ ujarnya saat itu.

Ia segera mengambil handphone milik Harto dan mempersilahkan pemiliknya untuk duduk santai. Pertama-tama gambar yang Hamid ambil adalah teman-temannya sendiri yang sedang asyik dalam kerumunan tersebut. Ia mengelilingi mereka dan memfokuskan pada pengambilan gambar yang terbaik satu per satu. Berikutnya Habib, Sefrud, Sento dan Ulya yang sedang bercanda disekitarnya, tak lupa juga pemilik handphone tersebut. Tak tahu, apa yang mereka candakan. Tapi yang pasti, Hamid menantikan saat-saat menentukan tersebut. Sesekali ia melirik pada sang gadis, lalu terdesirlah hatinya seketika. ‘Dia cantik sekali’ ujar batinnya. Gadis pujaannya tersebut menggunakan sebuah pakaian berwarna kuning muda disertai dengan aksesoris cantik yang cocok dan menawan.

Tibalah saatnya, Hamid berhenti sejenak disamping Yanti, yang posisinya sedikit berhadapan dengan sang gadis. Dengan terus memutar-mutar handphone tersebut, ia mencoba mengarahkannya pada sesosok cantik nan mengagumkan didepannya saat ini. Terlebih dahulu ia mengalihkan fokusnya pada pemandangan hijau di sekitar tempat teduh tersebut, lalu seketika ia membalikkan arahnya ke arah sang gadis. ‘Tepat sekali’ ujarnya dalam hati. Ketika ia berhasil mengarahkannya pada sang gadis, kontan ia langsung memperbesar ukuran rekaman, tentunya sesuai dengan fasilitas yang sudah ada didalamnya. Ia mencari-cari perbesaran terbaik dari handphone tersebut untuk sang gadis, sembari berwaspada, khawatir ada seseorang diantara teman-temannya yang menangkap gerak-geriknya tersebut.

Sambil berusaha mencari dan menemukan posisi terbaik dalam merekam sang gadis, akhirnya ia pun mendapatkannya. Ia tak langsung gembira begitu saja, kendati teruntai sebuah senyum dibibirnya yang menandakan bahwa ia begitu senang tak terkira. Melainkan ia terus berusaha agar tidak terlalu kentara gerak-geriknya, dengan cara sesekali mengalihkan obyek rekamannya ke lain hal, semisal kerumunan didepannya atau teman-temannya yang tak sungkan beraksi. Tak hentinya juga ia berputar mengelilingi kerumunan teman-temannya tersebut, hanya untuk mengalihkan perhatian agar taktiknya tidak diketahui mereka sebisa mungkin.

Gadis pujaan Hamid yang merupakan obyek utama rekamannya tersebut, hanya diam. Ia memang tak banyak berbicara ketika ia tak dibutuhkan untuk itu. Ia lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. Tetapi saat bersama teman-teman dekatnya seperti Yanti, Rahmah, Ummi, Ziyah atau siapapun itu, serta ketika ada hal yang dibicarakan, ia sama seperti pada umumnya perempuan, ia akan banyak berbicara kendati tak berlebihan dan tidak seperti orang yang sedang ber-ghibah. Hamid ingat betul suara sang gadis ketika berbicara, halus dan khas. Saat membacakan sebuah teks, berpidato atau menjadi narator, suaranya begitu khas dan Hamid mengenali betul setiap logat maupun tinggi-rendahnya nada saat berbicara. Lebih lagi, saat sang gadis membacakan sebuah puisi, Hamid dibuatnya terpukau dengan suaranya yang melengking hebat namun sedikit berat, sampai-sampai hatinya tersentak seketika itu. Ya, Hamid mencoba mengingat-ingat kembali saat-saat seperti itu di kelas dulu.

Sang gadis hanya terdiam, mungkin tertunduk. Terbesit di hati Hamid, tentang apakah mungkin dia mencium gelagatnya, apakah mungkin dia merasa menjadi pusat perhatian dari seorang Hamid yang sedang merekamnya. Hamid tak mempedulikannya, kendati ia sendiri merasa khawatir andai itu semua benar adanya lalu sang gadis akan membencinya serta menjauhinya, karena ia merasa dijadikan obyek pengambilan rekaman di saat itu dilakukan tanpa seizinnya. Atau kekhawatiran lain yang memang sangat ditakuti Hamid, yaitu tentang tak disukainya ia melakukan hal tersebut. Sedangkan jika orang lain, sang gadis akan dengan senang hati melakukannya. Dalam arti, sang gadis tak menyukainya melakukan hal demikian. Inilah ketakutan luar biasa dari seorang Hamid. Ini pula berlaku bagi semua orang, tak terkecuali gadis pujaannya tersebut.

Di samping itu semua, dalam kegiatan majak tersebut, teman-teman Hamid tak hentinya bergembira, bercanda dan tentunya mengganggu kegiatan perekaman yang dilakukan Hamid. Hamid sendiri mencoba untuk tenang dan berusaha mengendalikan perasaannya, yang sesungguhnya sedang terfokuskan pada pengambilan gambar untuk gadis pujaannya. Sesekali ia mengalihkan obyek gambarnya menuju teman-temannya yang sudah tak begitu canggung dengan kegiatan perekaman, justru mereka tidak sungkan dan malu untuk beraksi di depan kamera. Mereka tersenyum, bernyanyi dan berjoget, mengeluarkan ekspresi dan mimik muka yang menggelikan, mereka pula meluapkan seluruh kegembiraan dan perasaannya di depan kamera yang di pegang Hamid. Saat-saat seperti inilah yang ingin diabadikan Hamid, kendati harus meminjam handphone milik Harto.

ADVERTISEMENT

“Makasih ya atas pinjamannya, mohon jangan di hapus dulu. Tolong simpan ini untuk 9 Juli nanti.” pinta Hamid pada Harto seusainya.

Cerpen Karangan: Arya Al Jauhariyah
Facebook: Harry Mj

Cerpen Kekeluargaan, Kebersamaan, Kesempatan Mengabadikan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Bongkar Rumah Sendiri

Oleh:
Malam itu hujan deras aku suamiku juga teman-temanku sinta endi dan kokom terjebak hujan di desa kalong liud. Kami berlima memang berniat jalan-jalan malam. tapi malang menimpa kami. belum

Cinta Sejati

Oleh:
Michelle duduk di sebuah bangku kecil di taman belakang rumahnya, dia sangat senang bermain gitar. Setiap sore selalu menghabiskan waktu dan kembali mengenang sosok ibu yang sudah 7 tahun

Aku Suka Kamu

Oleh:
Ketika cinta yang kita beri pada seseorang, namun dengan gamblangnya dia katakan tidak pada kita, disitulah jati diri kita yang sebenarnya yang akan meluluhkan hati yang beku. “Ra, liat

Cinta, Cita dan Kita

Oleh:
Cinta cinta dan cinta adalah suatu kata yang nggak ada matinya untuk dibahas. Kata yang mempunyai makna yang luas dan arti yang berbeda dalam masing-masing individu. Love is never

Gadis Berkursi Roda (Part 2)

Oleh:
Aku pun tak mampu menolak tawaran Ghani dan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Ternyata Ghani mengajakku ke taman belakang sekolah. Taman itu terlihat lebih indah dari biasanya, seperti telah

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *