Menempa Dunia

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 7 July 2017

Waktu terus berputar dalam detik dan menit. Waktu yang terus berputar bersama dengan udara, serta waktu yang berputar dengan masa dan peristiwa. Di tengah udara yang menusuk, di bawah pendaran cahaya bulan, Felly menulis melodi itu. Menghapus segala rasa yang terus mengusik hatinya dalam kedamaian dan kemarahan. Rasa yang menyatu dalam satu waktu dengan relevansi yang begitu lama.

Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Malam itu, Felly tidak kembali ke rumah, atau sekedar mampir ke apartement. Di pagi hari tadi, ia juga datang lebih awal daripada Billy, Riska dan Bram. Tidak biasanya Felly melakukan hal itu. Ia, kembali dalam posisinya. Singa liar yang selalu terpencara di dalam dirinya, hari itu keluar di waktu ia tidak bisa keluar.

Emosinya memuncak, hasratnya yang sudah tak mampu terbendung keluar seketika saat ia tak mampu mengendalikan seluruhnya. Yah… bagi Felly mengendalikan jadwal padatnya sebagai seorang gitaris, model, dan juga designer dapat dikendalikan dengan mudah. Namun, saat ia mengendalikan hatinya untuk menghadapi lawan bicaranya, ia akan mengalami kesulitas saat hatinya menyertai.

Dalam kehidupan Felly. Memberikan hati kepada seseorang adalah hal yang termahal untuknya. Ia tidak akan memberikan hatinya tanpa balasan yang setimpal. Ia selalu menganggap bahwa cinta hanyalah sebuah permainan otak di pikirannya. Penentuan strategi. Sama halnya saat ia menentukan strategi untuk menembus pasar dengan keuntungan yang dapat ia peroleh melebihi target yang ada.

“Felly!,” panggil seseorang yang ia melihat Felly tengah menengadahkan kepalanya dengan memejamkan matanya.
“Gila nih anak! Semalam dia nggak pulang?!,” tanya Billy.
“Lo gimana sih, Bram! Bukannya lo bilang kemaren dia mau pulang?!,” tanya Riska kepada Bram dengan tatapan menuduh.
“Ya, kan dia bilang dia mau pulang. Mana gue tahu kalau ujung-ujungnya dia bakalan kayak begini!,” kata Bram tak mau disalahkan.
“Berisik!,” decah Felly dengan tetap memejamkan matanya.
“Fel, lo nggak papa?,” tanya Riska dengan memegang kening Felly. Ia kawatir, kondisi Felly akan drop sebelum mereka melakukan rekaman.
“Gue akan keluar buat cari makan. Gue yakin, lo pasti belom makan,” kata Billy seraya ia meninggalkan studio.

Bram melangkahkan kakinya ke arah. Mendekat dan mengambil beberapa kertas yang berserakan di sana. Partitur musik. Tangga nada musik. Not angka musik. Sinopsis, dan deskripsi. Bram kembali melihat semua berkas itu. Meneliti satu persatu. Hingga akhirnya, ia menolehkan kepalanya ke arah Felly yang masih asik tidur.
“Ris, sini!,” pinta Bram memanggil Riska yang sibuk mengkhawatirkan Felly.
Riska mendekat. Matanya langsung tertuju dengan berkas yang ada di tangan Bram. Ia menautkan alisnya. Mengerutkan keningnya. Dan ia juga melakukan hal sama yang dilakukan oleh Bram. Menolehkan kepalanya, ke arah Felly yang masih tertidur dengan setengah kesadarannya.
“Jangan bilang ini lagu utama kita?!,” tanya Felly berbisik.
“Kayaknya sih, begitu!,” duga Bram.
“Waktu deadine tinggal sedikit. Jangan bilang kita suruh bikin satu lagu lagi dan mengubah seluruh instrumen yang udah kita garap sebelumnya,” kata Riska khawatir.
“Garap lagunya hari ini! Gue bakalan setor ke produser malam ini!,” kata Felly saat ia mendengar capan kedua sahabatnya. Sekaligus, rekan kerjanya.
Riska dan Bram, seketika menoleh cepat secara bersamaan. Mereka memandang Felly dengan membulatkan mata dan mulut yang ternganga. Sedangkan Felly masih asik memejamkan matanya. Memanfaatkan waktu yang ada sebelum ia kembali bekerja dan menyika teman-temannya.

“Bil, sini cepetan!,” kata Bram terburu saat melihat Billy membawa makanan.
“Lo cepetan balik lagi ke supermarket. Beli makanan yang banyak sebelum lo nggak bakalan makan seharian!,” kata Bram dengan berbisik.
“Kenapa gitu?,” tanya Billy heran dengan nada berbisik pula.
“Ntar gue ceritakan. Cepetan berangkat. Sebelum Felly bangun! Beli makanannya jangan snack. Banyakin makanan beratnya. Beli susu juga. Gue nggak mau anemia sebelum rekaman,” jelas Riska.
Billy pun mengendapkan kakinya untuk ke luar ruangan. Sedangkan Bram dan Riska, mereka sibuk memberikan kenyamanan untuk Felly agar Felly dapat tertidur lebih lama. Berulang kali Bram melihat ke arah jam tangannya. Ia merasa, waktu bekerja akan segera di mulai. Sedangkan Billy baru saja berangkat.

Saat Bram sibuk memberikan kenyamanan pada Felly dengan menghidupkan AC, mengipasi Felly, Riska sibuk menyembunyikan makanan yang sudah dibelikan oleh Billy agar ia dapat memberikan alasan kepada Felly kalau ia harus memakan makanan Billy. Sedangkan Billy belum datang, jadi mereka harus menunggu Billy. Karena tidak mungkin, mereka memainkan lagu mereka tanpa basis di sana.

“Kalian kenapa?,” tanya Felly saat melihat sorotan panik di kedua mata temannya.
“Hah?! Enggak. Nggak papa, anu… lo tidur aja. Billy belom datang!,” jelas Bram.
“Riska!,” panggil Felly.
“Hmmmm?!,” tanya Riska dengan nada suaranya yang tegang.

Sungguh. Felly benar-benar kapten yang kejam saat dilihat dari teknisi kerjanya. Ia selalu melupakan waktu saat pandangannya hanya terfokus pada satu hal. Tapi semua itu setimpal dengan hasil yang mereka dapatkan. Mereka termasuk dalam jejeran anak muda yang sudah mendapatkan karir diusinya yang masih sangat muda dan belia.
Mereka juga sudah dpaat menghasilkan uang sendiri, hingga mereka dapat membiayai kehidupan mereka serta membeli beberapa aset bangunan untuk menjamin kehidupan mereka. Terkadang, mereka juga harus berkerja ekstra untuk kedua faktor pekerjaan. Sekolah dan ngeband.

ADVERTISEMENT

“Billy ke mana?,” tanya Felly.
“Dia beli makanan lo, kan tadi?! Mungkin nagntri,” kata Bram alasan.
“Sejak kapan supermarket ngantri?,” tanya Felly heran.
“Itu, anu.. bayarnya kali yang ngantri, Fel!,” bela Riska terhadap Bram.
“Oh, ya udah!,” kata Fellu cuek.
“Lo, nggak mandi dulu?,” tanya Bram.
“Nggak usah, Ntaran aja. Kalian berdua sini! Ada yang pengen gue bicarakan!,” pinta Felly.

Bram dan Riska pun mendekat. Mereka berdua langsung dihadapkan dengan partitur musik ciptaannya. Felly memberikan penjelasan dengan hasil karyanya. Riska dan Bram mulai masuk ke dalam penjelasan Felly dan sesekali mereka memberikan pendapat untuk musiknya. Hingga akhirnya, konsentrasi mereka terpecahkan saat Billy masuk dengan membawa orang lain.
“Brillian,” gumam Felly nyaris tak terdengar.
“Fel, dia mau bicara sama lo!,” kata Billy.
Bram dam Riska sudah bisa menangkap apa maksud semuanya. Pasti ada hal yang nggak beres hingga membuat Felly seperti itu. Felly Anggi Wiraatmaja yang mereka kenal, bukanlah anak yang mudah berubah pikiran meski ia terus merubah pola pikirnya hingga menjadikan suatu hal yang ada di tangannya menjadi sempurna.
“Brillian bilang apa sama lo?,” tanya Bram menyelidik saat Billy memasuki ruangan dan Felly keluar bersama dengan Brillian.
“Mereka berdua putus. Tapi, gue nggak tahu kenapa mereka bisa putus. Oh ya, tadi ada apaan? Felly berubah pikiran buat aransement lagu kita?,” tanya Billy menduga seraya ia meminum minuman soda yang ada di kantong plastik belanjaan.
“Aransement masih mending. Nah kalau bikin lagu baru gimana?,” kata Bram menjelaskan.
“Apa? Uhuk, uhuk!,” kata Billy terbatuk setelah ia mendengarkan ucapan Billy.
“Ihhhhh! Jorok banget sih lo, Bil!,” bentak Riska jijik saat bajunya terkena semprot minuman Billy.
“Sorry-sorry! Eh yang bener aja! Rekaman Cuma kurang beberapa hari!,” ucap Billy panik.
“Makanya itu. Gue mau usul, lo tahu lah Felly kek gimana. Toh kalau kita usul, hasilnya pasti bagusan pemikiran Felly,” jelas Bram.
“Gue mah, cari aman aja Bil! Yang penting kita usaha. Toh apa yang selama ini kita turutin dari mulut Felly, juga berhasil!,” kata Riska.
“Iya sih, tapi masalahnya waktunya! Gue takut kagak nutut!,” kata Billy.
Bram dan Riska menghembuskan nafas beratnya. Mereka juga merasakan hal yang sama. Tapi, apa boleh buat. Semuanya tidak akan bisa terlihat hasilnya sebelum mencoba.
“Udahlah, jalanin aja dulu. Resiko, apa kata belakang. Yang penting kita usaha dulu buat ngehindari resiko itu. Nih pelajari punya lo!,” kata Bram dengan menyerahkan beberapa lembar
Billy pun menerimanya. Mempelajari bersama dengan Bram dan Riska seraya mencobanya sambil menunggu kedatangan Felly.

“Ada apa kau datang ke sini?,” tanya Felly membuka pembicaraan.
“Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu,” jawab Brillian.
“Perihal?”
“Hubungan kita,” kata Brillian.
“Semuanya udah jelas. Jadi aku rasa, nggak ada yang perlu untuk dibicarakan lagi,” kata Felly dengan meninggalkan Brillian.
“Apa kau tidak merasa kehilangan aku, Felly?,” tanya Brillian berhasil membuat langkah Felly terhenti.
Udara menyelimuti taman itu. Kesunyian taman di samping studio menjadi saksi bisu ucapan mereka berdua.
“Kehilangan adalah hal mutlak saat kau menjatuhkan hatimu kepada orang lain. Tapi, untuk apa kau terus berada di tempat yang sama dengan posisi yang sama saat kau mampu untuk bangkit dan pergi meninggalkan semuanya. Memulai hal yang baru jika kau mampu untuk memutuskannya, dan itu adalah keputusanku!,” kata Felly.
“Apa?! Semudah itukah kau menerima kehilanganku?! Semudah itukah..”
“Brilliandi Arka Pramana! Aku ulangi satu kali lagi dan dengarkan semuanya baik-baik. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Begitu juga kau dan aku. Kau adalah masa laluku! Kau adalah serpihan tempat yang tak seharusnya aku pertahankan dalam bentengku. Jadi aku pikir, aku harus membuang sampah yang berserakan di tempatku dan tetap menjadikan tempatku sebagai singgana yang terhormat, bukan tempat sampah!,” kata Fellu ketus.
“Felly!!!,” bentak Brillian dalam geramnya.
“Lupakan aku! Pergilah dari kehidupanku! Jangan ganggu aku lagi! Karena kau adalah masa laluku yang harus kuhapus!!!,” kata Felly tak kalah tajam.
“Tch! Dasar gadis gila!,” kata Brillian memaki kepergian Felly.
“Ah satu lagi! Jangan pernah mengejarku seperti tikus!,” kata Felly dengan tatapan seksinya. Namun sorotannya tetap dala kebencian.

Felly meninggalkan Brillian dan kembali ke studio. Selama ini, Felly telah kehilangan banyak waktu untuk memperjuangkan hubungannya dengan Brillian. Tapi, semua itu sia-sia saat Brillian menghianati janjinya sendiri. Janji yang terucap dari mulutnya sendiri. Sampai di sana, Felly memutuskan untuk pergi dari masa itu. Sebuah masa yang telah membawanya dalam suasana sendu dan seda.
Peristiwa yang mencekamkan hatinya seakan berusaha ia lepas dengan menghiburkan dirinya di depan pertitur musik. Berfokus pada satu hal, dan kembali kepada prinsip hidup serta visi misi hidupnya. Menempa dunia dengan kekerasan hatinya. Sebuah hati yang pernah lunak dalam tempat yang salah.
Terkadang, Fely berpikir untuk berlari ke klub setiap malam. Tapi ia mulai mencerna semuanya dan berjalan sesuai dengan kemampuannya. Berada dalam zona kehidupan dan menormalkan siapa dirinya dengan menjadi dirinya sendiri. Pribadi yang menganut moral bangsa berdasarka agama dan adat istiadat setempat. Meski ia tahu bagaimana cara mudah untuk lari dari sebuah masa lalu yang menyakitkan. Mengikuti arus zaman yang bertolak belakang dengan apa yang sudah ada di atas.

Felly pun kembali ke studio. Di sana, ia melihat ketiga sahabatnya terus berusaha keras dalam membuat lagu baru itu. Di sana, ia jga kembali tersadar. Usia muda, bukanlah usia untuk terus terpacu dengan kehidupan labil remaja, tapi cobalah ntuk berpacu pada kehidupan yang menjadikan dirimu berlian, hingga emaspun takut untuk menyentuhmu hanya dengan kilauan.

Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani
Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Hijab Putih)
P.N.Z adalah nama yang selalu tercantum dalam setiap karya gadis ini. Ia lebih akrab di panggil Pratiwi Nur Zamzani. Terkadang, banyak orang yang memanggilnya nama Felly. Karena, ia selalu menggunakan nama tersebut di setiap karyanya.
Ia lahir dengan kelahiran Pasuruan, 4 Juli 1999. Gadis ini telah menempuh pendidikan Menengah ke atas di SMA NEGERI 1 BANGIL, dan Menengah Pertama di SMP NEGERI 1 BANGIL. Ia memiliki cita-cita sebagai seorang Dosen dan motivator. Ia berharap, dengan tulisan yang ia buat, ia dapat mengisnpirasi dan memotivasi kalian dengan karyanya. Sehingga, karya tersebut dapat bermanfaat dalam kehidupan kalian. Banyak karyanya yang sudah di muat di media masa. Kalian juga bisa melihat karyanya di cerpenmu.com dengan mengetikkan namanya di search pencarian. Atau menjadikan namanya sebagai kata kunci pencarian di google.
Jika kalian berminat, kalian bisa menyapanya dengan alamat Facebook Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Hijab Putih), IG pratiwinurzamzani (Pakai Hijab Putih) atau melalui E-mailnya pratiwinurzamzani[-at-]yahoo.co.id

Salam dan Peluk Hangat
Pratiwi Nur Zamzani

Cerpen Menempa Dunia merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


My Happy Wedding

Oleh:
Lagi dan lagi aku terpesona akan kehadirannya. Tak bisa sedetik pun aku tak memperhatikan gerak geriknya. Dia memang tak begitu cantik. Tapi untuk gadis seusianya dia amat manis bagaikan

Kupilih Dia

Oleh:
Aku adalah seorang siswa di Sekolah Menengah Atas. Namaku Davi. Lengkapnya Davi Adrian. Aku berasal dari keluarga yang cukup kaya. Kata teman-temanku kekayaanku bukan cukup lagi tapi lebih. Namun,

Menunggu Takdir

Oleh:
Aku tertawa-tawa bersama teman-temanku Alumni SD angkatanku. Hari ini sekolahku mengadakan reunian akbar. Dari satu angkatan diatas angkatanku hingga dua angkatan dibawahku. Bertempat di Sekolah ini, aku takjub mendapati

Masa Lalu

Oleh:
Entah apa yang aku pikirkan… Setiap aku melihatmu… Seperti ada getaran yang menerpa dadaku. Dan ketika kau semakin mendekat, semakin aku merasa jantung ini tidak pada tempatnya dan ketika

Hujan

Oleh:
Hujan siang ini membuat ku begitu bahagia, bagaimana tidak Hujan telah mempertemukan ku dengan seorang pangeran yang berdiri tepat di bawah atap teras rumah ku, aku pun menghampirinya dengan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *