My Last Star

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 6 March 2017

“ahh… capek” kuhempaskan tubuhku di atas kasur kesayanganku. Hari ini Sungguh hari yang sangat melelahkan buatku, bukan hanya secara fisik. Tapi juga secara emosionlku benar-benar terkuras di pesta tadi. Rasanya aku benar-benar terkena dilemma seperti yang dirasakan kebanyakan abg labil jaman sekarang.
“akkhhh..!” aku mengacak rambut hitamku frustasi. Bintang kedua..? bullsh*t jika kukatakan aku tak lagi mengharapkannya. Mungkin aku sudah sedikit tertarik dengan gadis pemilik senyum manis yang akhir-akhir ini memenuhi otakku. Namun kenyataannya tetaplah sama, menghapus rasa cinta tidaklah semudah menghapus tulisan di papan tulis. Jangankan dalam waktu semalam saja, bahkan bertahun-tahun pun tidaklah mudah.

Masalah ini benar-benar membuatku nyaris gila. Perlahan kucoba menutup mataku, berharap rasa kantuk akan menghapus setidaknya untuk sementara masalah yang membebaniku ini. Ya allah, tunjukanlah jalan terbaik untuk hambamu ini. Agar kelak aku tak menyesal dengan keputusan dan langkah yang kutempuh nanti. Jujur aku bukanlah pria kuat seperti superman, sekuat-kuatnya aku menahan sakit ini, toh juga akan ada saatnya dimana aku tak bisa lagi menahannya.

“akkhhh…!!” Teriakku panik saat melirik jam di nakas. Gimana tidak disana terpampang jelas 7:32, yang berarti aku hanya punya waktu kurang dari 30 menit untuk ke kampus. Sekedar info aku masuk jam 8 hari ini, mana yang ngajar dosen killer lagi. Tamatlah riwayatku hari ini.

Dengan cepat kuseret tubuhku yang masih loyo ini ke kamar mandi, setidaknya cuci muka dengan sabun juga cukup. Dengan terburu-buru kubasuh wajah kusamku di wastafel lalu dengan cepat kuberlari mencari baju untuk kukenakan hari ini.
Aku keluar dari kamarku dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, kancing baju yang belum seluruhnya terpasang, rambut acak-acakan, tas berantakan dengan keadaan menganga.

“loh.. di, mau ke mana kok buru-buru gitu sampe pakaian aja masih berantakan gitu” ucap ibuku tercinta. Aku hanya nyengir lalu kuhampiri beliau dan kukecup singkat pipinya
“adi mau berangkat kuliah dulu bun, udah telat banget nih. Bye assalamu alaikum” ucapku sambil mencium tangannya.
“walaikum salam, kamu gak sarapan dulu emangnya?” tanyanya lagi. Aku menggeleng lalu segera berlari menuju motorku di garasi.
“hti-hati.. jangan ngebut” kudengar lagi teriakan ibuku dari dalam rumah saat aku hendak berangkat.

Di sekolah…
“aishhh… sial” gerutuku saat kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kananku. Bagaimana tidak kesal coba, sekarang ini aku sudah telat 20 menit, padahal jarak rumahku ke sekolah hanya sekitar 2 km. bukannya aku tidak menancap gas motorku untuk cepat, namun apa daya jalanan ibukota sangatlah padat.

Aku berlari secepat mungkin menuju kelas tempat mata kuliahku hari ini berlangsung. Capek tak lagi kupikirkan, meski harus menempuh 3 lantai, tapi aku tetap semangat untuk sampai setidaknya lebih baik dari minggu lalu. Minggu lalu aku telat 32 menit, dan aku diceramahi habis-habisan.

Brukk
“akhh” jeritku saat tubuhku oleng dan berakhir tengkurap di lantai. Ditambah lagi sesuatu yang sangat berat jatuh di atas tubuhku.
“ohh sorry sorry gak sengaja” ucap bimbo, salah satu gajah duduk di kampus ini.
“sorry pala lu peyang… remuk nih pinggang gue. Untung gak encok gue” omel ku udah kayak emak-emak dekat komplek rumahku. Gimana gak kesal coba, udah telat eh malah ditubruk gajah melar gitu.
“iya kan gue ud..” “ahh udah minggir lu sana, telat nih gue” kudorong dia agar sedikit menyingkir dari hadapanku.
Sreet..
Kutendang segala model rerumputan yang ada ditaman ini dengan kesal. Entah cobaan apa yang telah diberi tuhan untukku hari ini. Udah telat, kena tubruk sama si gembul bimbo, eh sampe kelas malah dapat pencerahan yang menguras emosi pagi-pagi. Tapi setidaknya masalah ini membuatku sedikit melupakan masalah semalam.

Di sinilah aku sekarang, di taman belakang kampus yang sepi. Setidaknya aku bisa tenang untuk sejenak di sini. Kurebahkan tubuhku si atas rumput hijau yang cukup terawat ditaman ini. Seperti biasa saat aku pusing aku memasang earphone hitamku ke telingaku, dan mata terpejam menikmati alunan musik dari ponselku.

Tak kurasa aku sudah lama berbaring di sini sampai tertidur. Aku terbangun saat kurasakan seseorang mengusap rambutku.
“hei” sapanya kikuk, saat aku bangkit dan melepas earphoneku lalu menatapnya bingung.
Dia tersenyum. Oh tuhan, aku sampe lupa kalau dia adalah pemilik senyum yang beberapa hari ini membuatku nyaris gila. Dan apa sekarang? Dia sedang duduk dan menatapku sambil tersenyum.
“h-h-hai” oh tuhan, kenapa dengan tenggorokanku ini. Kenapa terasa kering sekali dan susuh untukku bersuara.
“aku airin, kamu adi kan?”
“iya” entah kenapa aku jadi hemat kata-kata seperti ini. Apa voucher kata-kataku sudah hampir habis jadi kudu hemat begini ya. “semalam kamu kemana? Kok ngilang gitu aja?” “ahh, i-itu semalam lagi pusing jadi pulang cepet” bohongku, padahal akulah yang pulang paling akhir karena sibuk memandangi langit di atap gedung.
“oh gitu, padahal semalam aku liat kamu tiduran diatap sampe tengah malem” refleks aku menoleh dengan mata membulat. Astaga malu gila aku sekarang. Tapi bagaimana dia tau ya. Apa dia seorang peramal?.
“aku bukan seperti yang kamu pikirkan itu. Aku tau karena aku juga di sana bersamamu dan pulang saat kau juga pulang” lagi, mataku kini seakan ingin loncat dari tempatnya.
“j-jadi, k-kau d-di..”
“iya, aku mengikutimu dan melihatmu bahkan mendengar semuanya” dia tersenyum. Oh ya tuhan apa-apaan ini, jantungku berdisko ria. Padahal semalam waktu pesta saja tidak seperti ini.
“di” “ehm” aku menoleh. Dia menatapku serius lalu seutas senyum kembali tercetak di bibirnya. Kenapa dia mudah sekali tersenyum sih, mana manis lagi.
“tidak bisakah kau lupakan dia dan melirik orang yang lebih memperhatikanmu selama ini?” aku tertegun mendengar pertanyaan atau semacam permintaan itu.
“ma-mak-maksudnya?” “aku. Aku mencintaimu di, tidak bisakah kau melirikku sedikit saja” lagi-lagi aku hanya bisa menelan ludahku dengan susah payah. Baru kali ini aku dapat pernyatan cinta dari seseorang untukku. Jantungku kini semaki memacu aliran darahku dengan kecepatan yang sangat tinggi.

ADVERTISEMENT

Kutarik nafas dalam-dalam. Kutatap ke dalam manik matanya yang biru. “apa jika jantung kita berdetak sangat cepat saat berhadapan dengan seseorang itu tandanya jatuh cinta?” ucapku seraya memegangi dadaku yang berdetak cepat.
“apa?” dia sedikit bingung dengan pertanyaanku. Dia ikut memegangi dadanya
“sepertinya” “kalau begitu sepertinya aku juga mencintaimu” ucapku tersenyum malu-malu sama sepertinya yang juga tersenyum dengan rona di pipinya.

Terima kasih ya tuhan, karena engkau telah memberiku sedikit titik terang atas rasa sakit yang selama ini kurasakan. Kini aku berjanji akan selalu menjaga kepercayanmu akan bintang yang kau tunjukkan padaku. Airin.. meski kau bukanlah bintang pertama dalam hidupku tapi kuharap kau akan menjadi bintang terakhirku.

Cerpen Karangan: Bhara Rifal
Blog: Bhara.rifal@mywapblog.com
full name: Bhara rifal
fb: bhara rifal
masih belajar menulis, jadi mohon maaf kalo jelek.
my wattpad: @seranggamungil

Cerpen My Last Star merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Mama Untuk Dara

Oleh:
Perempuan yang duduk bersimpuh di samping sebuah makam itu bernama Dara. Makam itu adalah tempat peristirahat terakhir mamanya, Malena. Sudah seminggu terakhir Dara mengunjungi makam setelah bubaran sekolah dan

Masa yang Tak Berubah (Part 3)

Oleh:
“Anak itu, kan? Dia adek kelas, kan.” “Aku gak nyangka kalo itu Esha.” “Esha anak 11 MIPA 1 itu, kan?” “Iya, dia orangnya.” “Iel tau gak nih, ya?” “Emang

Rintik Sendu di Atap Tendaku

Oleh:
Pendakian ini adalah kali kedua setelah sekian lama menutup pintu rumah dan menutup mata akan bisingnya kota dan kata-kata itu. Berharap otak ini mampu lupa akan banyak hal dan

Mau Tak Mau

Oleh:
Mendung terlihat dari aura wajahku setelah melihat nilai uts di raport yang tidak memuaskan dengan beberapa nilai merah di beberapa mata pelarannya. “kapan nilai kamu bisa bagus nay?” kata

Akankah Menjadi Nyata?

Oleh:
Tak tahu apa yang akan ku lakukan lagi. Di sekolah aku hanya diam dan tersenyum saat temanku membuat adegan lucu. “kamu sakit, cit?” tanya sari kepadaku. Aku hanya memandangi

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

2 responses to “My Last Star”

  1. hani sukmawati says:

    cerpen nya bagus, menarik 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *