Pelukan Keluarga

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 12 September 2016

Felly berulangkali berganti handuk hanya untuk menghilangkan keringat yang terus mengalir dari dalam tubuhnya. Meski senja itu telah basah karena air hujan, hawa panas tubuh Felly tidak pernah berhenti untuk mengeluarkan keringat. Mengingat, di waktu senja itu, ia menghabiskan sisa senja dengan latihan di dalam studio.

Nama Felly Anggi Wiraatmaja. Singa liar yang selalu terpampang di dalam majalah maupun tabloid remaja mingguan karena talenta, kekuasaan maupun fisik dan mentalnya. Julukan itu, tidak pernah hilang dari dalam dirinya. Penguatan prinsip hidup dan juga kekerasan hati yang tidak pernah bisa terbantahkan. Meskipun, ia harus menantang kedua orangtuanya sendiri.

“Lo masih mau ada di sini?,” tanya Billy dengan memasukkan buku partitur musiknya.
“Iya.”
“Perlu gue temenin?!,” tanya Bram dan Riska bersamaan.
“Kalian pulang aja. Gue bisa sendiri kok.”
“Oh… ya udah deh kalau gitu. Kita bertiga balik dulu, ya?!”
“Iya. Hati-hati di jalan.”
Billy, Riska, dan Bram menganggk serta mengcungka kedua jempolnya. Kemudian, menenteng tas ransel mereka beserta dengan alat-alat musiknya untuk latihan di rumah. Dan, meninggalkan studio itu dengan Felly yang masih mau bermain sendirian.

Untuk sejenak, Felly menghentikan petikan gitarnya. Ia menatap ke arah jendela. Menerawang masa yang akan datang dan memutar memori peristiwa yang pernah terjadi. Ia memandang wajah senja yang mandung dan tertutupi dengan tetesan hujan. Kaca yang berembun karena nafasnya yang berdekatan.

Tak lama dari itu, ia beranjak dari tidurnya. Ke luar ruangan studio dengan membawa payung plastik oleh-oleh dari sahabatnya di Jepang. Supermarket. Felly menjalankan kakinya ke arah tempat itu. Ia merasa dehidrasi setelah berpikir keras untuk membentuk lirik lagu dan juga not angka yang sesuai dengan petikan gitarnya serta alat-alat musik yang dipegang oleh teman-temannya.

“Awas!,” teriak seseorang dari kejauhan.
“Awwww! Sssshhh!,” desis Felly kesakitan.
“Maa…,” katanya terputus saat korban telah dapat melihat wajahnya.
“Arka!,” panggil Felly dengan mata yang terus dijatuhi oleh air hujan serta tubuh yang mulai basah.
“Maaf!,” ucap Arka singkat dengan mengulurkan tangannya yang tidak sekhawatir sebelumnya.
Felly menangkis tangan itu. Ia berdiri ke kakinya sendiri. Kemudian melipat payungnya dan berjalan menerobos hujan untuk pergi ke supermarket. Namun, langkahnya terhenti saat Arka menarik lengannya.
“Ini!,” kata Arka dengan menyerahkan minuman ion yang dibutuhkan oleh Felly.
“Aku bisa beli sendiri.”
“Aku tahu. Setidaknya, terimalah.”
Felly tidak menjawab. Ia hany memandang minuman itu Kemudian pergi meninggalkan Arka yang masih berdiri di tengah-tengah hujan. Tapi, tiba-tiba Arka berlari ke arah Felly dengan kecepatan tinggi. Menompang tubuh Felly yang basah.
“Apa yang kau lakukan?!!!,” bentak Felly.
“Lihatlah!,” kata Arka dengan mengarahkan dagunya ke arah yang ia maksud.
Kulit pisang. Arka menompang tubuh Felly sebelum Felly terpeleset karena kulit pisang. Sejenak, Felly merasakan rasa itu. Sesuatu yang membuatnya merasa bahwa ia adalah dirinya sendiri. Dinginnya hati itu, telah berbeda rasanya saat ia merada di depan orang ini. Memang, masa lalu mereka bukanlah tolak ukur dalam menemukan jati diri Felly. Tapi, waktu ini dan perkataan itu telah perlahan membuat Felly bertanya.
Mengingat, Felly adalah orang yang individual. Ia tidak pernah mempedulikan orang lain. Ia juga tak mau tahu dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Apapun masalah yang datang menghampiri, Felly selalu menyelesaikannya sendiri taanpa bantuan orang lain. Adapun jika mereka mau membantu, Felly selalu menolaknya. Dan, tanpa ia sadari, hal itu telah mengubah pola pikirnya. ‘Di dunia ini akan teratasi saat kau berusaha dengan keras dan percaya pda dirimu’.

“Awas!,” kata Felly dengan menegakkan tubuhnya dan kembali berjalan meninggalkan Arka. Tapi, langkahnya terganggu karena Arka mengikuti langkahnya dari samping dengan menutupi kepala Felly.
“Apa kau lakukan?!!!,” bentak Felly lagi.
“Masa lalu kita memang begitu pahit. Tapi, aku tidak bisa membiarkanmu berjalan dengan hujan seperti ini. Lagipula, kenapa kau tidak pulang. Hari sudah mulai malam.”
“Bukan urusanmu! Dan, pergilah dari sini! Lanjutkan latihan basketmu!”
“Aku sudah selesai. Dan aku hendak ke supermarket untuk membeli beberapa bahan. Kau pasti dehidrasi, kan setelah latihan. Ah! Kau itu memang selalu begitu! Aku kan pernah bilang, bawalah persediaan lebih minum. Jadi, kau tidak perlu ke luar hujan-hujan begini. Kesamber petir baru tahu rasa kamu!”
“Aw! Felly! Sakit tahu!,” lanjut Arka saat ia mendapatkan tamparan dari Felly.
“Kau pernah bilang padaku bahwa tidak usah mengingat apa yang ada di antara kita. Begitu juga dengan kebiasaan kita. Kau bahkan melarangku untuk menyentuhmu ataupun sekedar menyapamu! Tidak bisakah kau menepati janjimu pada dirimu sendiri?! Dan, jangan pernah ada di depan mataku. Arka! Ini adalah peringatan pertama dan terakhir untukmu. Dan sekali lagi aku tegaskan. Jangan pernah ada di depan mataku. Jika memang kita tidak sengaja bertemu! Anggap saja aku tidak ada. Begitu juga sebaliknya!,” kata Felly tegas dengan meninggalkan Arka yang masih berdiri termangu.
“Tch! Sudah kuduga! Kau memang sedingin ini!,” gumam Arka.
“Felly Anggi Wiraatmaja! Bisakah kau membalikkan tubuhmu?”
Tentu saja Felly tidak mendengarkan kata-kata Arka hingga Arka berteriak untuknya.
“Felly! Hentikan langkahmu! Atau aku akan mengejarmu meski kau berulangkali menamparku!”
“Jika kau pernah melepasku, maka aku akan melepasmu. Jika kau pernah menyakitiku, maka aku akan menyakitimu. Dan, jika kau pernah membunuhku, sebelum aku terbunuh aku akan menusukkan pisau yang pernah kau berikan padaku sebelum kepergianku!,” kata Felly tegas.
“Termasuk kebersamaan kita?! Termasuk kebersamaan bersama teman-temanmu?! Sampai kapan kau akan hidup sendiri dan menyendiri seperti itu, hah? Apakah kau pikir kau tercipta dengan sendirinya? Apakah kau pikir kau bisa lahir dan ada dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain?! Sehingga, kau membangi semua orang yang ada di sisimu tanpa mengingat peristiwa kebersamaanmu dengannya. Kau menganggapnya tidak ada. Tapi, tanpa kau sadari, kau menikmatinya.”
“Tutup mulutmu, atau aku akan memaksamu untuk menutup mlutmu hingga kau tak bisa berbicara satu katapun!”
“Felly! Aku tidak peduli dengan perpisahan kita! Tapi, kepedulianku kembali saat kau telah membuang teman-temanmu dna berjuang dengan seluruh kekuatanmu. Seakan, kau adalah seorang ‘Tuhan’. Aku berharap satu haal darimu. Semoga kau masih mengingat sesuatu bahwa aku tida menyukai seseorang yang tidak bisa menjadi dirinya sendiri,” kata Arka dengan meninggalkan Felly.
“Ah ya! Satu hal lagi yang ingin aku katakan! Jangan pernah menganggap kau bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain! Karena kau, bukanlah manusia sempurna dengan seluruh kesempurnaan!,” lanjut Arka dengan mengacungkan jari telunjuknya.
“Arka…,” panggil Felly lirih setelah Arka menjauh dari matanya.

Arkana Aditya. Laki-laki dengan alis yang tebal dan pawakan yang piawai dan penuh dengan kharisma. Kapten basket sekolah. Wajar saja jika ia berbicara, orang yang ada di depannya seakan terkenala peluru yang sengaja ditembakkan untuknya. Kata tegasnya seakan membunuh karena telah menodongkan pistol ke arah Arka.
Meskipun mereka berdua pernah menjalin kisah asmara yang begitu hangat. Arka tidak pernah berbicara setegas dan mematikan itu. Kecuali, saat Felly hendak mengikuti kompetisi Nasional ataupun saat ia tidak tahan dengan sikap Felly yang ia pantau dari kejauhan. Ibarat sebuah gunung, yang sudah tidak mampu menganggung lahar. Sehingga, gunung itu meledak dengan mengeluarkan lahar panas yang sudah tersimpan dengan paksaan menyimpan.

Felly terhenyak saat kata-kata itu telah berhasil menerobos hatinya yang terbuat dari es. Ia kembali meresapi setiap kata yang terlontar. ‘Menikmati’, ‘manusia tidak sempurna’, ‘Tuhan’. Kata-lata itu begitu menusuk hingga hatinya terasa sakit. Laki-laki itu, benar-benar membuatnya merasa sakit. Ia tidak pernah merasakan hal sesakit ini. Tapi, entah mengapa Felly merasa hatinya hangat ditengah kesakitaan itu. Ia merasa, air matanya yang membeku karena pola pikir dan tingkah lakunya telah meleleh karena terbakar api panas amarah Arka.

Kebersamaan. Satu kata yang benar-benar menohok hatinya. Menikmati. Satu pertanyaan yang terus terngiang selama hidupnya. Yah.. Felly menikmatinya. Hanya saja, ia tidak pernah menyadari hal itu karena ia sengaja memaksa hatinya sehingga mondorong dirinya untuk tidak memperhatikan sekitarnya. Tapi, saat ia mengingat suara tawa teman-temannya, ia merasa terdekap dalam satu suhu kedinginan yang selama ini ia mencari selimutnya. Ia sadar, bahwa ia tidak hanya memiliki satu keluarga. Tapi, semua orang yang menyayanginya meski tak pernah teranggap. Karena, setiap orang memiliki cara mencintai dan menyayangi yang berbeda.

ADVERTISEMENT

Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani
Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Kerudung Putih)
Nama saya Pratiwi Nur Zamzani. Dapat menghubungi melalui akun facebook saya yaitu Pratiwi Nur Zamzani ( Pakai kerudung putih ) , twiiter @nur_zamzani atau E-mail pratiwinurzamzani[-at-]yahoo.co.id. Dengan no Telepon 085-852-896-207. Dengan alamat, Jl. Rambutan, Pesanggrahan selatan, Bangil, Pasuruan. Prestasi yang pernah saya raih adalah juara 3 Mading, puisi dan cerpen pernah diterbitkan di majalah SPEKTRUM dan berbagai buku antologi. Antara lain adalah, Menjembut Ridhomu, Sapa malam teriak rindu, Dream Wings, dll.

Cerpen Pelukan Keluarga merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Gagal Fokus

Oleh:
Bruk. Kujatuhkan tumpukan dokumen yang cukup membuatku kesal hari ini. Apalagi kalau bukan tugas kampus, sebagai mahasiswi tugas adalah makanan utama kami setiap minggu, tidak lebih tepatnya setiap hari.

Penjaga Langit

Oleh:
Pagi yang cukup cerah di Jogja. Langit yang biru, dihiasi dengan awan tebal yang berwarna putih seperti arum manis. Pukul 7 pagi aku sudah siap dengan pakaian kaos lengan

Ketenangan Jiwa

Oleh:
Hari yang cerah menyambutku, memberitahu agar aku menyambut hari yang baru, dan melupakan hari yang lalu. Namaku Izyans, atau lengkapnya Izyansa Riyanti. Seperti biasa, aku terbangun sesuai dengan kebiasaanku.

Saat Waktu Belum Berpihak

Oleh:
Seorang perempuan dengan dress selutut bermotif bunga-bunga kecil berbalut jaket jeans tengah berjalan menuju sebuah meja dengan seorang penghuni, laki-laki berjaket hitam. Segelas milkshake coklat yang tinggal setengah terdapat

Cimon Berawal Dari Perment Mint

Oleh:
Cinta masa kecil, biasanya orang-orang menyebutnya dengan cinta monyet. Cinta ini dialami oleh dua anak yang bernama ratna dan rangga. Ratna adalah seorang gadis kecil yang duduk di bangku

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *