Pengakuan Terlarang

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Penyesalan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 9 June 2014

Drrt.. drrt.. drrt.. I have died everyday waiting for you.. drrt.. drrt.. drrt.. Darling don’t be afraid I have loved you..
“Halo Dhik?” ucapku setelah menekan tombol hijau di handphoneku.
“Bung, kamu ke mana aja sih? Dari tadi SMSku nggak dibales.”
“Maaf, aku lagi di…”
“Lagi di mana?”
“Lagi di pantai. Iya, lagi di pantai!”
“Kok nggak ngajak aku?”
“Ya maaf, tadi temenku bilangnya mendadak, jadi langsung berangkat aja deh.”
“Terus, kita ketemuannya kapan?”
“Belum tahu, emm..”
“Kenapa sih, Bung, kalau aku ajak kamu ketemuan pasti banyak alasan? Alasan ngerjain tugas lah, belajar kelompok di tempat temen lah, ada acara keluarga lah, sekarang ada alasan apa lagi?” suara Andhika terdengar keras sampai ke teman-temanku, meskipun melalui sambungan telepon.
“Maaf, Dhik. Aku emang bener-bener…”
“Kamu sayang nggak sih sama aku?” tanya Andhika tanpa menungguku meneruskan kalimatku tadi. Aku benar-benar mencintai dan menyayangimu, sehingga aku melakukan semua ini.
“Sayang lah, kalau nggak, kenapa aku terima kamu?”
“Udahlah..” Tuut.. tuut.. Andhika memutus sambungan telepon itu.

“Kamu bilang sama Andhika lagi di pantai?” tanya Anisah yang sedang memancing.
“Iya. Tadi katanya Aurel update status di facebook ‘At pemancingan w/ adel, anisah, amalia’ gitu kan? Kalau aku bilang lagi mancing, ntar Andhika curiga gimana?”
“Yeee, emang yang boleh mancing sekarang cuma kita doang? Beribu-ribu penduduk Indonesia mungkin sekarang juga lagi mancing, Del!” celetuk Amalia.

Lagi-lagi aku mengalami kebingungan yang amat memutar kerja otakku. Andhika kembali mengajakku bertemu. Sebenarnya wajar, sangat wajar. Alasannya, dia penasaran dengan wajahku dan ingin segera melihatnya. Andhika, andai kau bertemu denganku nanti, apakah cintamu tetap untukku?

Aku Delvina Cintya Ardhana, seorang wanita bodoh yang sampai saat ini masih mencintai dan mengharapkan Andhika kembali padaku. Bahkan aku melakukan hal terbodoh yang saat ini tengah kusesali, yaitu berpura-pura menjadi orang lain agar bisa menarik perhatian Andhika. Aku lebih merasa bangga ketika hubungan Andhika dengan Yani kandas gara-gara aku. Bunga adalah topeng untuk menutupi semua ini.

Arloji di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 13.00. Sudah tiga jam aku dan teman-teman anggota A4 (Adel, Anisah, Aurel, Amalia) bersusah payah memancing, namun hanya satu ikan yang berhasil didapat. Anisah lah yang berhasil mendapat ikan itu. Karena hanya mendapat satu ikan, ikan itu terpaksa kami ikhlaskan untuk kembali ke tempat asalnya daripada kami harus membayar tarif satu kilogram ikan hanya untuk satu ikan.

Amalia memesan ikan bakar dan lalapan untuk kami. Aku, Aurel dan Anisah mencoba terapi ikan. Gigitan ikan-ikan kecil itu membuat telapak kakiku merasa nyaman, yang katanya pun juga bisa membunuh kuman-kuman di dalam tubuh. Sedangkan Aurel dan Anisah, ketika mencelupkan telapak kaki mereka ke air, seketika kedua kaki mereka langsung terangkat karena gigitan ikan-ikan kecil itu.

Setelah menyantap lalapan, kami bergegas pulang. Aku dan Aurel men-started motor. Aku membonceng Amalia, dan Aurel membonceng Anisah. Kami melewati jalan kampung, di mana kanan kirinya masih dipenuhi oleh sawah-sawah, pohon-pohon yang rindang, serta rumah-rumah penduduk yang masih sederhana. Di depanku tampak dua orang lelaki berboncengan dengan motor bebek hitamnya. Sepertinya aku sudah tak asing dengan yang dibonceng. Rambutnya, lehernya, perawakannya… Oh tidak! Apakah itu Andhika? Aku mempercepat laju sepeda motorku sampai jarum kecepatan menunjuk angka 40.

Tepat di hadapannya, aku meliriknya untuk memastikan bahwa itu benar-benar Andhika yang kucintai. Ternyata dugaanku tidak salah. Dia membalas lirikan mataku dengan tatapan matanya. Amalia pun juga melakukan hal yang sama sepertiku. Tak ada senyuman, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Andhika. Bagiku, hanya dengan tatapan maut itu, hati ini sudah merasa cukup puas. Seperti pelangi, aku hanya bisa menatapnya.

“Hhhh, untung ya, Del, tadi Bunga bilang ke Andhika kalau kamu lagi di pantai,” bisik Amalia padaku.
“Oh, iya ya! Kamu kan bawa pancingan tuh, kalau tadi aku bilang lagi mancing, mateng deh aku!”
“Tapi Andhika jadi marah sama kamu ya?”
“Iya nih. Sampai kapan coba aku nyamar jadi Bunga?”

ADVERTISEMENT

Senja kini berganti malam. Bintang-bintang dan bulan purnama ada sebagai lentera pada langit yang kelam. Suatu saat bulan purnama itu akan menjadi separuh, bulan sabit, dan akhirnya menjadi bulan mati. Apakah suatu saat nanti, ketika aku mengakui bahwa Bunga adalah Adel, mantan kekasih Andhika, Andhika akan pergi meninggalkan aku?

Dua bulan sudah aku berhubungan dengan Andhika sebagai Bunga. Menjalin hubungan hanya lewat handphone dan media sosial. Aku tahu itu berat bagi Andhika yang sudah mencintai Bunga. Namun bagiku hal ini adalah suatu keajaiban, jika mengingat sikap Andhika terhadap Adel, aku yang sesungguhnya seperti apa. aku tak sanggup jika harus mengakhiri sandiwara ini, jika pada akhirnya Andhika akan menjauh dariku.

Sejak Andhika menelponku saat aku memancing tadi pagi, tak ada satu SMS pun dari Andhika sampai sekarang. Akhirnya kuputuskan untuk memulai.

Sent:
Dhik, km msh marah?

Andhika
Hmm

Sent:
Oke klo km mau kita ktemu! Bsk ini juga kita ktemu, aku tunggu km d masjid ali imran!

Andhika
Serius? Km gk bo’ong? Okk, awas sampe km gk dateng !!

Akhirnya aku memutuskan untuk menyatakan pengaakuan terlarangku esok hari kepada Andhika. Aku juga tak mau jika harus selamanya membohongi orang yang aku cintai, dan mencintai aku sebagai Bunga. Aku akan buktikan bahwa aku melakukan semua ini sebagai pengorbanan cintaku untuknya. Aku akan yakinkan dia, bahwa cintaku tulus padanya. Kulakukan cara apapun demi lebih dekat dengannya, meskipun dengan jalan pintas ini.

Aku mengambil diary di dalam laci mejaku, dan menumpahkan semua perasaan takut, menyesal, merasa bersalah dan semuanya dalam sebuah puisi.

Akulah Dia
Dia yang menyayangimu, dan dia yang kau sayangi
Dia yang mencintaimu, dan dia yang kau cintai
Dia yang menerimamu, dan dia yang kau harapkan
Dia yang merindukanmu, dan dia yang kau rindukan
Dia yang memilikimu, dan dia yang kau miliki
Seandainya kau tahu siapa dirinya
Akankah kau menerimanya apa adanya?
Bukan maksud hatinya mempermainkan hatimu
Dia hanya ingin lebih dekat denganmu
Seperti mengulang romansa masa lalunya
Kau telah indahkan hari-harinya
Dan kau telah indahkan dunianya
Sesungguhnya dia ada di dekatmu
Tapi kau tak pernah menyadari itu
Dia mungkin bukan manusia sempurna
Tapi dia selalu mengisi kekosongan hatimu
Hanya dia yang selalu menerimamu apa adanya
Hanya dia yang selalu setia padamu
Namun dia tak mempunyai jalan lain
Inilah satu-satunya jalan yang dapat dia tempuh
Agar kau dan dia menjadi kita
Sesungguhnya dia adalah diriku
Namun aku mohon…
Cintailah aku seperti kau mencintainya
Sayangilah aku seperti kau menyayanginya
Maaf, jika kulakukan semua ini
Karena hingga detik ini ku masih mencintaimu
Kenangan masa lalu yang terpatri dalam memoriku
Memaksa hati ini untuk merangkai kisah kembali
Hanya bersamamu, hanya denganmu
Meskipun jalan pintas telah ku lalui
Akulah dia
Inilah aku yang selalu mencintaimu…
#Andhika

Hari itu telah tiba. Hari yang mungkin menjadi hari paling nyesek atau hari paling melegakan bagiku. Aku mengenakan cadar, baju lengan panjang biru, celana jeans hitam, masker ungu, kacamata hitam, dan sepatu ket hitam bagaikan teroris. Aku menuntun motorku menuju ke luar gang. Started motor, tancap gas, berangkat. Di perjalanan yang hanya membutuhkan sepuluh menit itu, aku terus berfikir apa yang akan dikatakan Andhika nantinya.

Terlihat seorang lelaki sedang duduk bersandar di bawah pohon dengan mata terpejam. Aku mengenal sosok itu. Itulah lelaki yang selama ini kubohongi demi cinta. Perlahan langkah kakiku mendekati Andhika, dan Andhika membuka matanya dan menatapku.
“Kamu Bunga?” tanya Andhika. Aku terdiam.
“Iya kan?” tanya Andhika lagi.
“I… iya, aku Bunga.”
“Kenapa harus pakai cadar, sih? Kamu kan cantik, coba buka cadarmu! Aku pengen lihat wajah kamu.”
“Hah? Apa?” aku refleks mengeluarkan kata-kata itu. Andhika pun membuka cadarku. Setelah Andhika melihat wajahku, aku langsung menundukkan kepala. Aku tak berani menatap wajahnya.
“Adel???” tanya Andhika dengan mata terbelalak.
“Dhik!! Aku tahu, aku salah. Sebenernya, aku itu orang yang menyayangimu, mencintaimu, menerimamu, merindukanmu, dan selalu ingin membahagiakanmu. Seandainya dari dulu kamu tahu siapa aku, akankah kamu menerima aku apa adanya? Aku nggak maksud nyakitin hatimu. Tujuanku, aku cuma pengen lebih deket sama kamu.
Makasih banyak ya, selama ini udah indahkan hari-hariku, mengalihkan duniaku, seperti mengulang romansa masa lalu kita.
mungkin aku memang bukan manusia sempurna, tapi aku selalu ada buat kamu. Tapi aku nggak punya jalan lain, hanya inilah satu-satunya jalan yang bisa aku tempuh biar aku bisa lebih deket sama kamu. Awalnya aku cuma pengen kita sahabatan, tapi kamu nembak aku. Karena aku cinta kamu, ya aku terima.
Sesungguhnya, aku ini bukan Bunga. Aku Adel. Maaf, aku ngelakuin semua ini semata-mata karena aku masih mencintaimu! Kamu tahu kan, setelah kita putus kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kita emang masih berteman, tapi kenyataannya kita cuman diem-dieman. Aku udah nggak yakin, apa sebenarnya kamu masih sayang sama aku?
Akhirnya aku berfikir, gimana caranya untuk bisa deket sama kamu? Aku punya ide untuk pura-pura jadi orang lain, demi lebih deket sama kamu. Ya, aku pakai jalan pintas ini. Aku nggak mikir gimana akibatnya, yang jelas aku udah seneng bisa deket sama kamu. Akhirnya aku tahu kalau yang aku lakuin ini salah, sekarang ini waktunya aku ngaku sama kamu. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tahu selama ini, aku tulus sama kamu, nggak mandang kekuranganmu. Aku mohon, maafin aku ya?” jelasku dengan terisak.
“Adel, Adel. Sebenernya sebelum aku nembak kamu, aku udah tahu kalau kamu itu Adel!”
“Hah? Kok bisa?”
“Kamu masih inget waktu ada nomor nyasar ke kamu yang belakangnya 729, ngakunya namanya Sapta? Itu sebenernya nomor kakakku. Aku minta tolong ke dia meneror si Bunga-Bunga yang nggak jelas itu. Habisnya aku nggak percaya kalau Bunga itu ngacak nomer! Aku curiganya kalau itu temen-temen sekelasku, eh ternyata kamu, Del! Untung waktu Sapta yang SMS, kamu ngaku nama asli, sekolah asli, kelas asli, alamat asli, semuanya serba asli. Kalau kamu juga nyamar jadi Bunga, aku nggak akan tahu semua ini dan aku nggak akan nembak kamu.”
“Tapi kenapa kamu nggak langsung bilang ke aku, Dhik, waktu kamu udah tahu?”
“Itu sih nggak seru! Karena kamu, ngerjain aku, ya aku kerjain kamu balik! Pasti waktu aku ajak ketemuan, kepalamu pusing tujuh keliling, kan? Hahaha..”
“Iiihh, kamu tu jahat ya, Dhik! Berarti, kamu nembak aku cuma mau ngerjain aku?”
“Kalau itu sih nggak, aku emang bener-bener masih cinta sama kamu. Salah siapa kamu mutusin aku, jadinya gini, kan? Dasar penipu handal! Kamu punya bakat, Del, jadi tersangka korupsi!”
“Tapi gitu-gitu kamu sayang kan, Dhik?”
Andhika tersenyum lalu mencubit pipiku. Kami duduk berdua di bawah pohon rindang yang menjadi saksi runtuhnya panggung sandiwara ini.

Semuanya kembali seperti sediakala. Ternyata ketakutanku selama ini salah. Andhika tak seperti yang kufikirkan. Bahkan ia pura-pura tidak tahu bahwa aku membohonginya. Andhika, you’re boy who so freak in around the world!

Cerpen Karangan: Rianna Andayani
Blog: www.andynriana.blogspot.com
Rianna Andayani | SMPN 7 YK’14 | Add : www.facebook.com/riana.clalu | Follow @rianaanday

Cerpen Pengakuan Terlarang merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Menyemai Cinta dari Palestina

Oleh:
Sinar bulan purnama turut menemani indahnya malamku yang terasa begitu sunyi. Kulirikkan mata ini pada indahnya maha karya sang penguasa alam. Ingatanku kembali merayap kemasa-masa indahku di Jogja. Bersama

Sepatu Kacaku

Oleh:
Nayla namaku, dulu aku sama kaya anak-anak yang berumur 3-6 tahun, yang sangat menyukai hal yang semacam dongeng yang selalu berharap jika ada pangeran yang datang untuk menjemputku dengan

Oh, Kesempatan Ke 4 (Part 1)

Oleh:
Siang itu Rasanya panas sekali, karena takut kulit putihku terbakar matahari, jadi sepulang sekolah aku langsung minta jemput papa. Oh iya, Namaku Rizia, remaja perempuan yang masih duduk di

Sahabat Kok Gitu

Oleh:
Hai perkenalkan aku Shazia, aku mempunyai 4 orang sahabat saat aku kelas VII-G. Mereka adalah Tessa, Dea, Yanti dan Ita. Kami selalu bersama, tertawa, berbagi suka dan duka bersama

Cinta Yang Salah

Oleh:
“Kenapa sih kamu jadi marah sama aku?” Via menatap Ana, sahabatnya yang tiba-tiba berubah sikap terhadapnya. “Enggak.. siapa yang marah?!” “Kamu!!” Via to the point, ia tahu apa yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *