Ramalan Cinta Untuk Langit

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 29 November 2017

Alarm jam di kamarku sudah berulang kali berbunyi, tapi rasa hangatnya selimut yang membalut tubuhku dari tadi malam sungguh sulit untuk kugantikan dengan seragam sekolah, apalagi jika kuingat pelajaran pada jam pertama adalah pelajaran dengan guru terganas di sekolahku.

Kenalkan namaku Rembulan, ibuku memberikan nama yang sangat indah untukku. Ibuku mengatakan aku dilahirkan pada malam bulan purnama, jadi dia memberiku nama Rembulan. Aku adalah sosok yang sangat pendiam. Bahkan di sekolah aku tidak memiliki seorang teman pun. Aku lebih senang menyendiri di taman saat jam istirahat berlangsung. Satu lagi keanehan yang aku miliki yaitu aku dapat meramal. Entah dari mana kemampuan ini aku dapati, tapi aku benar-benar bisa meramal seseorang. Tapi aku selalu ingin menyembunyikan keanehanku ini.
Karena itu pulalah tak seorang pun yang mau berteman denganku di sekolah. Mereka semua menjauhiku semenjak mereka tau aku memiliki keanehan. Ada pula yang takut dengan diriku, ketika aku mendekat mereka semua akan pergi menjauh. Aku benar-benar merasa kesepian meskipun aku sekolah di sekolah favorit yang memiliki banyak siswa. Banyak juga dari mereka yang memanggilku dukun. Ah entahlah!! Aku merasa kesepian dan ingin hidup normal seperti mereka semua, tanpa ada yang takut padaku. Hari ini aku memiliki firasat yang aneh tapi aku tak dapat memahaminya. Aku tak mengerti dengan perasaanku hari ini.

“Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Bandung.” Jelas Pak Agus pagi ini. Aku hanya tertunduk di kursiku dan bahkan tak melihat ke arah pak Agus yang tengah bicara di depan kelas. “Silahkan perkenalkan dirimu.” Kata pak Agus lagi, pasti pada anak baru yang barusan disebutkannya.
“Namaku Langit Shaputra.” Aku mengangkat wajahku, dan pandanganku beradu dengan seorang pemuda tampan yang tengah berdiri di depan kelas. “kalian dapat memanggilku Langit.” Sambungnya. Aku tetap saja tak mengalihkan pandanganku darinya. Entah ada apa pada diriku, aku sungguh terhipnotis oleh anak baru ini. Ada hal aneh yang menyelubungi hatiku, aku tak tahu apakah itu tapi rasanya sungguh aneh.

Anak baru itu berjalan ke arahku. Aku seketika menjadi gugup. Apa yang terjadi pada diriku?. Setelah sampai di depanku pemuda itu tersenyum sangat manis membuatku jadi salah tingkah memandangi senyuman itu. “Aku boleh duduk di sini?” tanyanya ramah menunjuk kursi kosong di sebelahku. Hatiku bergetar mendengar suara itu. “Boleh aku duduk di sini?” ulang pemuda yang mengenalkan dirinya Langit itu. “Oh.. eh bo.. boleh. silahkan.” Jawabku gugup. Dia kembali tersenyum sangat indah kearahku, aku hanya menunduk tak berani beradu pandang dengan mata indah pemuda ini, matanya berwarna coklat bening dan tatapannya tajam.
“Langit.” Kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan. Aku masih menunduk tak berani menatap mata pemuda yang ada di sampingku sekarang ini. “Rembulan.” Jawabku pelan tapi cukup bisa didengar olehnya. “Namamu cantik seperti orangnya.” Lagi lagi dia tersenyum manis. Aku makin menundukkan kepalaku mendengar pujian itu.

Bel istirahat pun akhirnya berbunyi. Semua anak berlarian menuju kantin kecuali aku. Dan Langit? Dia juga gak pergi ke kantin, dia masih setia duduk di sebelahku. Namun itu hanya berlangsung beberapa detik saja. “Lang.” Panggil seseorang dan orang itu adalah Andi. “Lo ngapain di sini sama dukun ini?” andi memang selalu memanggilku dengan julukan itu hingga anak anak lain akhirnya juga memanggil demikian. “dukun? Maksud kamu dia?” tanya Langit menunjukku dengan telunjuknya. “Iya Lang. Dia yang sebelumnya gue ceritain, Lo harus hati-hati sama dia.” Kata Andi. Perkataan itu sungguh menyayat hatiku, aku segera berlari meninggalkan tempat itu dengan genangan air mata.

Sungguh aku merasa sedih, aku tak mengerti mengapa Tuhan memberikan aku kemampuan ini yang hanya membuatku terlihat aneh dimata teman-temanku. Aku terus menangis di bawah sebuah pohon, aku tak sanggup kalau harus begini terus. “jangan nangis. Nanti gak cantik lagi.” Suara laki laki dan menyerahkan tissue, aku menoleh ke arah suara itu dan ternyata Langit. “kamu ngapain di sini?” tanyaku, kini aku beranikan diri untuk menatap mata pemuda ini. “Aku gak bisa ngeliat air mata seorang cewek.” Aku tak mengerti dengan pria ini, kenapa dia begitu peduli padahal dia tak mengenalku. “aku tak bisa kalau harus melihat seorang cewek nangis, itu akan membuatku merasa sedih.” Katanya lagi sambil tersenyum.

Sejak hari itu Langit terus bersikap baik padaku. Dia tak pernah menjauhiku seperti teman teman yang lain meskipun Andi berulangkali mempengaruhinya untuk menjauh dariku namun tampaknya Langit tak pernah menghiraukan kata kata Andi.

“Heh dukun! Lo mantrain Langit ya? Sampai sampai dia gak mau dengerin gue sama sekali.” Andi menghadangku ketika aku hendak ke kelas pagi ini. “maksud kamu apa sih Ndi? Aku gak ngerti.” Jawabku. “udahlah Lo gak usah pura pura gak bersalah gitu, sekarang balikin Langit kayak dulu lagi.” Kini nada Andi makin keras saja. “Tapi aku benar benar gak ngerti.” Aku terus membela diri karena aku gak ngerti apa yang tengah dimaksud Andi dengan ‘kembalikan Langit seperti dulu’ “Lo pasti udah guna guna Langit kan?” aku terkejut mendengar tuduhan itu. Guna guna? Itu tuduhan yang menyakitkan. Sungguh!
“Sumpah Ndi, aku gak mungkin guna guna Langit.” Andi makin marah mendengar jawabanku “Gue gak percaya sama Lo, gue yakin Lo pasti udah mantrain Langit karena Lo suka sama dia iya kan?” “Sumpah Ndi tolong percaya sama aku.” Andi terus saja menuduhku dia membentak bahkan dia hampir menamparku namun… “ANDI!!” teriak seseorang, orang itu adalah Langit.
“Dia gak pernah guna-guna apalagi mantrain aku Ndi. Aku yang mau berteman sama dia.” Langit berusaha menjelaskan. “Lo itu udah diguna-guna jadi Lo gak mungkin sadar Lang.”

Aku segera pergi meninggalkan tempat itu, aku gak sanggup hidup lagi kalau harus diperlakukan seperti ini. Ternyata Langit mengikuti langkahku dari belakang. “Lan maafin Andi ya? Kamu jangan dengerin kata kata Andi.” Aku diam tak menjawab malah kupercepat langkahku meninggalkan Langit. “Lan tolong maafin ucapan Andi yang keterlaluan.” Langit terus mengikutiku.
“Kamu bisa gak berhenti ngikutin aku? Aku gak apa apa kok.” Kataku menahan lelehan air mataku.
“Tapi Lan…” belum selesai kalimat itu aku sudah menyatukan kedua tanganku memohon padanya.” Aku mohon jangan ganggu aku, aku gak apa-apa. Tolong tinggalin aku sendiri.” “Aku gak bakalan ninggalin kamu sendiri, terserah kamu mau marah sama aku, kamu mau nampar aku silahkan tapi jangan minta aku buat pergi.” “sebenarnya mau kamu itu apa sih?” kini air mata sudah bercucuran tak dapat ku tahan lagi. “aku hanya ingin menjadi temanmu.” Kini dia malah tersenyum. “tapi aku gak butuh teman, aku bahagia kok meskipun selama ini aku gak punya teman.” Jawabku sudah agak tenang.
“aku yang butuh teman kayak kamu.” Lagi lagi dia tersenyum. Gak jelas banget nih anak, yang lain pada sibuk jauhin aku dia malah pengen jadi teman aku. “Kenapa?” tanyaku penasaran kini tangisku sudah hilang. “gak papa pengen aja punya teman yang bisa ngeramal. Jadi kalau aku mau diramal gak perlu jauh jauh pergi ke dukun.” Jawabannya membuatku tersenyum. “gitu donk! Kalau senyum kamu itu tambah manis loh.” Sungguh orang yang aneh. “aneh kamu.” Kataku “aneh kenapa?” matanya kini mengerdip liar aku kembali tersenyum melihat tingkahnya. “kalau gitu kita berteman mulai sekarang. Ok?” aku hanya mengangguk, Langit begitu senang aku juga tak tau apa sebabnya padahal aku hanya menerima dia sebagai teman bukan pacar tapi dia senang bukan kepalang. Sungguh orang yang aneh bathinku.

Kini aku mempunyai seorang teman kalau di sekolah, dimana ada aku dia pasti juga ada di situ. Tapi ada perasaan aneh yang kini tumbuh di hatiku saat bersama dengan Langit. Entah perasaan macam apa itu tapi aku merasa nyaman saat aku bersama dengan Langit. Mungkinkah ini cinta?. Tapi aku berusaha membuang perasaan itu jauh-jauh. Aku meyakinkan diriku kalau Langit hanyalah teman saja tidak boleh ada perasaan lebih. Sungguh sulit untuk menghilangkan perasaan ini, tapi aku akan terus berusaha.

ADVERTISEMENT

“Lan kamu tolong ramal aku donk.” Langit tiba-tiba meminta diramal olehku.
“kenapa? Kok minta ramal segala?” tanyaku heran dengan permintaanya. “aku lagi suka sama cewek Lan aku mau tau apa dia juga suka sama aku atau tidak.” Balas Langit. Mendengar itu hatiku terasa begitu sakit. Oh apakah ini rasanya patah hati? Kenapa hatiku sangat sakit karena kenyataan ini. Aku memaksakan bibirku untuk tersenyum. “oh ya? Siapa tuh cewek yang beruntung bisa bikin kamu jatuh hati?” tanyaku mencoba bersikap wajar meski sulit. “nanti kamu juga tau sendiri.” Jawabya tersenyum manis. Aku membalas senyuman itu meskipun dalam hati ini terasa perih. “ya udah siniian tangan kamu biar aku lihat.” Kataku.

Dia memberikan tangan kanannya padaku. Aku memperhatikan telapak tangannya dan aku bertambah sedih mengetahui kenyataan bahwa cewek itu juga menyukainya. Haruskah aku berbohong dan mengatakan cewek itu tak menyukainya? Tapi Langit adalah satu satu orang yang mau menjadi temanku di sekolah ini aku tak mungkin membuatnya sedih dengan berbohong dan mengatakan bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Aku jadi semakin galau sekarang. Kalau aku berkata jujur aku akan menyakiti diriku sendiri dan kalau aku berbohong aku akan menyakiti orang yang aku sayang. Aku harus bagaimana?

“gimana Lan?” Langit tak sabar mendengar jawabanku.
“Maaf Lang.” Wajah Langit berubah murung mendengar jawabanku “Maaf Lang dia juga suka sama kamu.” Lanjutku. Wajahnya yang tadi murung kini jadi berseri-seri sebuah senyuman mengembang di bibirnya. “Benarkah Lan?” tanya Langit memastikan. Aku hanya mengangguk, sebenarnya sakit mengetahui semua ini tapi mau bagaimana lagi aku gak mungkin bohong sama Langit. Langit memelukku erat, ada rasa bahagia saat dia memelukku tapi aku menyadari hati ini telah terluka dan aku harus siap menanggungnya. “Lan aku senang banget Lan. Trus kapan waktu yang tepat buat aku nembak dia Lan?” tanya Langit setelah melepas pelukannya.
“Tanganmu.” Ujarku. Dia memberikan tangan kanannya lagi, aku memperhatikan telapak tangan Langit. Sebenarnya Langit bisa membak dia kapan saja karena mereka memang sudah saling menyukai satu sama lain tapi aku masih belum rela melihat Langit bersatu dengan wanita pujaannya secepat itu jadi aku berbohong pada Langit. “sebaiknya jangan minggu ini, karena kurang baik untuk memulai suatu hubungan. Sebaiknya kamu nembak dia hari minggu minggu depan.” Jelasku pada Langit.
“Aku merasa sangat senang Lan. Aku menyukai dia sejak pertama kali aku ketemu sama dia.” Ujar Langit. Aku tersenyum ‘aku juga menyukaimu sejak pertama melihatmu Lang’ kataku dalam hati. “Kalian adalah pasangan yang cocok. Aku yakin kamu dan dia akan langgeng.” “aku juga berharap demikian Lan.” Langit tampak sangat sangat bahagia hari ini. Tapi aku malah ngerasa sedih, andiakan kamu tau Lang kalau aku menyayangimu lebih dari seorang teman.

Saat pulang sekolah aku melihat Langit memboncengi seorang cewek, namanya Bela. Dia adalah siswa kelas X, setahun di bawahku. Aku yakin Bela adalah wanita yang disukai oleh Langit. Bela memang cantik dia juga terkenal di sekolah karena Bela cukup aktif dalam organisasi sekolah. Kamu memang lebih cocok sama Bela Lang, bukan sama aku. Harusnya aku sadar dari awal, tak seharusnya aku menyimpan perasaan lebih padamu. Maafkan aku Lang aku gak bisa jadi teman yang baik, aku gak bisa ikut bahagia atas kebahagiaan kamu. Aku minta maaf.

Semangatku benar benar hilang sejak aku melihat Langit bersama Bela. Hingga kini semangatku belum juga kembali, aku merasa berantakan hari ini. Rasanya aku tak ingin pergi ke sekolah karena tak sanggup kalau harus bertemu sama Langit. Aku menyeret kakiku yang terasa enggan melangkah menuju kelasku. Aku berusaha bersikap wajar pada Langit agar dia tak tau kalau aku rapuh saat ini. Aku tak ingin dia tau kalau aku sedang sedih karena kebahagiaannya.

Waktu berjalan dengan cepat. Hari ini adalah hari minggu dimana hari yang aku sarankan pada Langit untuk menyatakan cintanya pada Bela. Aku hanya uring-uringan sejak pagi, mungkin sekarang Langit udah jadian sama Bela. Mungkin memang takdirku hanya menjadi pengagum semata yang harus memendam perasaanku.

Trrr… trrrr… trrrr… teleponku berdering. Nomornya tak aku kenali.
“Halo” kata seseorang di seberang sana. “Iya halo, ini siapa?” tanyaku “Gue Andi.” Aku kaget setelah tau siapa yang nelpon. “Andi? Ada apa ya Ndi?” tanyaku penasaran. Setahuku Andi sangat tidak menyukaiku kenapa tiba tiba dia nelepon? “Gue pengen ketemu sama Lo Lan.” Kata Andi “Temui gue di taman dekat sekolah.” Lanjutnya. Dan tanpa mendengarkan jawabanku dia langsung menutup telponnya. Aku bingung sebenarnya ada apa kenapa tiba tiba
Andi pengen ketemu sama aku.

Karena penasaran akhirnya aku datang juga ke taman dekat sekolah seperti yang dikatakan Andi lewat telepon. Sampai di taman aku tak menemukan Andi di sana yang ada hanya Langit yang tengah duduk di sebuah kursi di bawah pohon yang cukup rindang. Sepertinya dia tengah menunggu seseorang. Jangan-jangan dia lagi nunggu Bela. Aku hendak beranjak meninggalkan tempat itu namun sebuah tangan menarik tanganku. Aku menoleh dan ternyata yang narik tanganku adalah Langit.
“kamu ngapain di sini Lan?” tanya Langit padaku. “Aku lagi nunggu Andi. Kamu sendiri?” pertanyaan bodoh bathinku. “Aku lagi nunggu dia Lan.” Langit tersenyum, aku membalas senyuman itu dengan hati tersayat. Kenapa aku harus datang ke taman ini dan kenapa Andi pengen ketemunya di taman ini? Trus orangnya mana lagi? Aku sangat kesal atau Andi hanya ingin mengerjaiku supaya aku melihat Langit nyatain perasaannya sama Bela? Sial banget sih aku hari ini.
“Kalau gitu aku pergi aja deh Lang. Kayaknya Andi ngerjain aku deh.” Kataku. “Kamu di sini aja Lan, biar kamu jadi saksi saat nanti aku nyatain perasaanku sama dia.” Kata Langit. “Apa?” aku kaget. Jadi saksi? yang bebar saja bagaimana mungkin bisa aku menyaksikan orang yang aku sayangi menyatakan perasaannya pada wanita lain itu sama saja kau ingin membunuhku Lang. “tapi aku harus pulang Lang.” Jawabku. “Ayolah Lan demi aku.” “Tapi Lang…” “Plisss…” langit terus saja memaksaku, tapi bagaimana mungkin Lang kau tak mengerti perasaanku Lang.
“Lan aku sangat gugup, menurutmu dia akan menerimaku?” Tanya Langit. “Pasti Lang. Dia juga suka sama kamu, itu yang aku lihat.” Kataku mencoba menegarkan hatiku sendiri. “ok. Nanti pas jam 10 aku akan nyatain perasaanku padanya.” Kata Langit.

Aku melirik jam biru yang melingkar di pergelangan tanganku 10 menit lagi batinku. Tapi aku belum melihat kehadiran Bela apa mungkin dia terlambat? Sampai 7 menit berlalu Bela belum datang juga. Apa mungkin terjadi sesuatu padanya aku jadi bingung. Kulirik Langit dia tampak begitu tenang, kenapa dia tidak merasa panik sampai tiga menit lagi dia akan menyatakan perasaannya Bela belum datang juga. Hanya ada aku dan dia di taman ini.

Tepat jam sepuluh. Aku ngelirak lirik ke sekeliling taman manun aku tak melihat Bela bahkan bayangannya saja tak tampak. Langit masih duduk di sebelahku, dia tampak sangat tenang sedangkan aku mulai panik. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Bela?

“Rembulan.” Aku terkejut saat tangan Langit menggenggam tanganku. Aku hanya diam tak menyahut. Apa yang terjadi sebenarnya. “Lang kenapa Bela belum datang?” tanyaku sambil menarik tanganku dari genggaman Langit. “Bela? Kenapa kamu nyari Bela?” tanya Langit heran. Aneh! Bukannya dia yang sedang nunggu Bela. “Bukannya kamu lagi nunggu Bela?” tanyaku “Kok Bela sih?” aku semakin keheranan “Bukannya kamu mau nembak Bela?” kini wajah Langit makin heran, aku jauh lebih heran dari dia. “Bukan Lan.” “Trus siapa donk kalau bukan Bela?” aku sudah keheranan. “Kamu.” Jawab Langit singkat, padat dan jelas. “A.. aku?” kini aku benar benar keheranan. “Iya kamu. Aku suka sama kamu Lan. Aku cinta sama kamu sejak pertama aku ketemu sama kamu. Dan berkat kamu aku juga tau kalau sebenarnya kamu juga suka sama aku.” Jelas Langit. “J..jadi yang waktu itu aku ramal itu aku sendiri?” tanyaku keheranan. “Yap” Langit tertawa lepas melihat ekspresi heranku yang kini sudah memuncak.

“Jadi selama ini kamu ngerjain aku?” tawa langit makin menjadi-jadi saja. “trus telpon dari Andi itu juga rencana kamu?” tanyaku memandang lekat wajah tampan milik Langit dia hanya mengangguk masih dalam tawanya “Kamu jahat ya Lang.” Kataku akhirnya. “Jahat?” tawa langit langsung berhenti mendengar ucapanku barusan. “Iya kamu jahat. Kamu tau gak gimana sakitnya aku saat tau kamu suka sama seseorang? Kamu tau gak penderitaan yang harus aku jalani setiap hari? Kamu tau gak betapa sakitnya hatiku?” aku menangis mengingat perihnya hatiku saat itu. “Maafin aku Lan.” Langit mendekapku dalam pelukannya. “Maafin aku Lan. Aku emang gak tau, tapi aku sungguh menyayangimu.” Wajahnya terlihat begitu bersalah.

Aku melepaskan diriku dari pelukannya dan berdiri dari kursi yang kami duduki. Kulihat wajah Langit tampak sangat bersalah. “Aku sungguh minta maaf Lan.” Kata Langit lagi. Aku tertawa tak kuasa melihat wajah bersalahnya. Langit jadi keheranan memandang ke arahku. “jadi kamu ngerjain aku toh mbak dukun.” Katanya hendak menangkapku namun aku berlari menghindar dari tangkapannya. “Kamu pikir Cuma kamu yang bisa ngerjain orang.” Kataku dan berlari karena dia sudah sangat kesal dan siap menangkapku.
“Aku cinta sama kamu Lan. Kamu mau kan jadi pacarku?” tanya Langit menggenggam tanganku erat. Aku tak menjawab dengan kata-kata aku hanya menganggukkan kepalaku dan langsung memeluk Langit seakan tak ingin melepaskannya lagi.

Akhirnya aku mengerti dan kini aku tak pernah menyalahkan kemampuanku lagi. Karena kemampuan anehku inilah aku bertemu dengan Langit, orang yang sangat aku cintai dan mencintaiku. Kini aku sudah memiliki Langit, dan takkan pernah kesepian lagi. Rembulan kini telah menemukan Langitnya.

THE END

Cerpen Karangan: Yulia Mardesi
Facebook: Yulia Mardesy

Cerpen Ramalan Cinta Untuk Langit merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Ketika Kebaikan Mendatangkan Ujian (Part 2)

Oleh:
Kring, kring, kring. Bunyi suara jam weker membangunkanku dari tidurku. Matahari menyilaukan pandanganku saatku membuka mata. Aku melihat ke arah jam, jam menunjukkan pukul enam. Biasanya Kakak selalu membangunkanku

Dia yang Tak Tergapai

Oleh:
Hari senin menyambut, waktunya untuk berangkat ke sekolah seharusnya, tapi aku diam saja alih-alih berangkat dengan tergesa aku justru duduk dengan santai di teras rumah, sengaja menunggu sepuluh menit

Ku Kira itu Cinta

Oleh:
Aku memandang ponsel BBku dengan geram. Kini, ponsel bukanlah sarana penyemangat, hiburan ataupun komunikasi bagiku khususnya. BB ini menjadi suram bagiku. Dentingan dan LED BBku pun tak pernah ku

Kutemukan Dirimu di San Francisco

Oleh:
Aku sedang berada di San Fransicco. Kota yang menjadi favoritmu, Li. Sampai saat ini, aku masih belum mengerti kenapa kau begitu menyukai San Fransisco. Padahal banyak wanita sepertimu yang

Akhir Hayatku

Oleh:
Diwaktu senggangnya, Annira gadis remaja berusia 17 tahun senang menyanyikan lagu-lagu KPOP, yaaa, Annira adalah seorang fangirl KPOP, dia adalah seorang yang berkepribadian introvert plegmatis, dia sangat slow, bahkan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *