Saat Kita Berbicara, Ditemani Angin yang Berhembus

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 5 March 2016

Dalam diam kita duduk bersisian tanpa saling memandang satu dengan yang lain. Mata kita tertuju ke lereng Gunung di mana kita duduk Sambil menikmati angin yang berhembus. Pemandangan dari Gunung Rinjani sangat indah, danau Segara Anak yang terlihat biru berpadu dengan warna tanah dan bebatuan serta rerumputan terasa begitu menyejukkan hati.

“Rasa lelah hilang setelah melihat pemandangan di sini.” ucap Sam memecahkan kebisuan di antara kami. Aku senyum menanggapi perkataan Sam. Pertemuan dengan Sam di Gunung Rinjani ini tak pernah direncanakan sebelumnya. Aku nggak tahu apa maksud Tuhan mempertemukan kami di sini.
“Senang rasanya menikmati ini semua dengan kamu.” ucapnya lagi.
“Aku senang melihatmu setelah dua tahun tak bertemu.” ucap Sam. Ya.. sudah dua tahun tidak bertatap muka seperti ini dengan Sam. Aku menoleh padanya dia sedang melihat ke arahku, angin mempermainkan rambut kami. Sam tersenyum, aku membalas senyumannya.

“Aku juga senang melihatmu, kamu kelihatan bersemangat.” ucapku, dia tersenyum.
“Apa kabar Dania?” tanyaku, Sam tak langsung menjawabku dia hanya menatapku sejenak lalu..
“Dania baik.” jawabnya Sambil kembali melihat ke depannya, Dania adalah pacar Sam.
“Salam ya pada Dania.” ucapku Sam hanya senyum.
“Kenapa kamu ikut pendakian ini?” tanya Sam mengalihkan pembicaraan kami lalu kembali melihat ke arahku.
“Aku ingin melakukan sesuatu yang selama ini belum ku lakukan.” jawabku sambil melihat langit yang biru.

“Tapi ini bukan pertama kalinya kamu ikut pendakian kan.” ucap Sam lagi.
“Iya, ini pendakianku kesekian kalinya, tapi yang ini berbeda dari yang terdahulu.” ucapku.
“Bedanya?” tanya Sam.
“Kali ini, aku ingin merasakan kebebasan seutuhnya, aku ingin merayakan kebebasanku.” Aku senyum sambil menatap langit yang dihiasi awan putih lalu melanjutkan perkataanku.
“Aku baru berhenti dari pekerjaanku dan sekarang aku ingin menikmati waktu-waktu liburku dengan hal-hal yang berbeda dari segala kegiatan selama ini.” ucapku sambil melihat ke bawah ke bebatuan yang terlihat curam. “Tapi tetap saja kamu ketemu aku ya.. sesuatu yang bukan hal beda bagimu.” ucapnya sambil tertawa, aku senyum lalu menoleh pada Sam.

“Kamu sendiri kok berada di sini?” tanyaku. Sam menatap ke depannya menatap awan-awan di atas kami.
“Aku ingin mencari jawaban.” jawabnya.
“Jawaban apa?” tanyaku sedikit heran.
“Jawaban dari semua pertanyaan yang ditujukan padaku dan juga jawaban dari pertanyaanku sendiri.” ucapnya.
“Pertanyaan?” ucapku lagi tak mengerti.
“Ya.” kali ini Sam melihat padaku sambil berbicara.

“Aku dan Dania sudah putus.” ucapnya aku kaget.
“Dan pertanyaan Dania saat kami sepakat untuk putus tidak dapat ku jawab dan juga segala perkataannya membuatku bertanya pada diriku sendiri.” ucap Sam. Ku tatap Sam aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi dibalik sorot matanya. “Bukankah tahun lalu kalian sudah kembali berbaikan.” ucapku.
“Ya.. dan usahamu untuk menyatukan kami sia-sia Gi.” ucap Sam, aku menatap Sam. Matanya terlihat begitu kelam, ada apa dengan Sam.

“Dania mengatakan kalau aku bukan Sam ketika bersamanya. Dia katakan dia selalu merasa aku seperti tak ada di sisinya meskipun aku ada di sisinya. Dania mengatakan kalau hatiku bukan untuknya. Dania merasa aku berada di sisinya karena keterpaksaan. Padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi seseorang yang terbaik untuknya dan aku tidak tahu kenapa dia merasa seperti itu di sisiku. Lalu dia mengatakan sesuatu yang membuatku merasa aneh, dia mengatakan ketika aku bersamamu aku adalah Sam yang sebenarnya, selalu tertawa, ceria, dan apa adanya. Karena itu dia mengatakan kalau aku lebih tepat di sisimu.” ucap Sam, aku kaget kenapa dania berpikir seperti itu.

“Gi.. aku nggak tahu kebenaran semua ini, aku memang merasa semakin tidak cocok dengannya tapi aku sudah berusaha belajar menerima Dania seperti apa adanya dia tapi tetap aja gagal kan Gi..” ucap Sam. Aku diam tak tahu harus berkata apa dan mengalihkan pandanganku. “Aku sudah melakukan apa yang menjadi saranmu.. tapi inilah hasilnya lalu apa yang salah Gi?” ucap Sam, aku memang selalu menasihati Sam untuk bertahan dengan Dania. Aku hanya ingin mereka mencoba untuk saling menerima dan terbuka sehingga hubungan mereka terjalin dengan baik. Aku nggak ingin Sam salah mengambil keputusan memutuskan Dania lalu menyesal di kemudian hari. “Dania bertanya benarkah aku mencintainya? tapi aku tak bisa menjawabnya Gi.. betapa bodohnya aku pertanyaan sekecil itu pun aku nggak bisa menjawabnya.” ucap Sam Sambil melihat ke lereng gunung. Aku kembali menatap Sam, hatiku sakit melihat Sam begitu sakit dengan semua ini.

“Aku nggak tahu kenapa kami bisa pacaran bila pertanyaan itu pun tak mampu ku jawab.” ucap Sam pelan.
“Lalu sekarang apa pertanyaanmu sudah terjawab bukankah kamu sudah tiba di puncak Gunung Rinjani.” ucapku, Sam tidak menjawab sejenak terasa hening. Angin berhembus menerpa kami lalu. “Aku belum menemukan jawabannya tapi aku menemukan titik terang dari semua ini.” ucap Sam Sambil menoleh padaku dan menatapku lekat. Dadaku berdesir halus.. tak mampu menyembunyikan rasa yang hadir, aku tahu aku nggak bisa menipu hatiku kalau Sam sangat spesial di hatiku. “Apakah Dania benar? Bila aku berSamamu aku menjadi diriku sendiri dan berbahagia?” tanya Sam, aku tak mampu menjawab pertanyaan Sam.

Sam adalah salah satu sahabat terbaikku saat masa-masa di kampus dulu. Tapi aku nggak tahu pasti.. sesungguhnya perasaan seperti apa yang ku milki padanya yang ku tahu dia sangat spesial bagiku. “Aku bertanya pada diriku tapi aku belum punya jawaban pasti akan itu.” ucapnya lagi.
“Aku hanya merasa nyaman bersamamu.. dan selalu ingin menceritakan banyak hal denganmu. Ketika Dania mengatakan hal itu, aku seperti tersadar dari sebuah lamunan.” ucap Sam. Apa yang harus ku katakan pada Sam, jawaban itu harus dia sendiri yang menemukannya sehingga dia bisa bebas dari belenggu kebimbangannya.

ADVERTISEMENT

“Lalu.. apa yang menjadi keputusanmu.” ucapku.
“Aku belum tahu.” ucap Sam.
“Terkadang bila kita bersama seseorang kita tidak menyadari arti kehadirannya bagi kita sampai dia pergi dari kita. Ini bukan hanya tentang aku tapi juga Dania. Kamu harus menyadari arti kehadiran kami bagimu sebelum kamu memutuskan.” ucapku, Sam hanya diam lalu. “Kamu begitu sakit setelah pisah dengan Dania.. tapi bila tak bersamaku bukankah kamu baik-baik saja.” ucapku lagi, meski hatiku tak ingin mengatakan hal ini.

“Kenapa kamu bisa mengambil kesimpulan seperti itu?” tanya Sam.
“Lihat dirimu.” ucapku sambil menatap Sam.
“Lihat dirimu yang sekarang.” ucapku lagi. Sam yang tadi terlihat bersemangat sudah berubah kuyu.
“Pikirkanlah itu, jangan buru-buru mengambil keputusan.” ucapku lalu berdiri dari dudukku.
“Kenapa kamu mau pergi dan menyuruhku berpikir lagi sekarang.” ucap Sam membuatku yang tadinya ingin melangkah pergi menghentikan langkahku dan berdiri di depan Sam yang masih duduk di tempatnya semula. Dia memalingkan wajahnya kearahku dan menatapku. Sesaat kami saling bertatapan.

“Kamu takut kalau aku mengatakan Dania benar dan aku ingin kamu yang berada di sisiku.” ucap Sam, dadaku berdesir halus. “Kenapa aku harus takut?” ucapku berusaha biasa dengan perkataannya yang begitu mengejutkanku.
“Karena kamu tidak ingin aku bersamamu.” ucap Sam.
“Kenapa bisa kamu mengambil kesimpulan seperti itu?” tanyaku berusaha biasa.
“Karena kamu yang selalu berusaha menyatukanku dengan Dania sampai detik ini.” ucap Sam, kamu salah Sam aku hanya nggak ingin kamu menyesal dengan keputusanmu.. ucapku dalam hati.

“Sam, jangan berprasangka buruk, memangnya kamu begitu buruk sampai aku berusaha menjauhkanmu dariku? Aku hanya nggak ingin kamu terburu-buru mengambil keputusan yang akan kamu sesali di kemudian hari.” ucapku berusaha tenang. “Apa karena aku pernah menyesal dengan keputusanku berpacaran dengan Dania?” ucapnya lagi.
“Tidak Sam.” aku berkata cepat, karena bukan itu pemikiranku tentangmu Sam.
“Bukan itu.., aku ingin kamu berbahagia dengan keputusanmu.” ucapku Sam hanya diam sepertinya dia belum percaya dengan alasanku. Sam kembali melihat ke depannya.
“Kalaupun itu keputusanmu Sam aku nggak akan melarangmu.. hanya mungkin kita harus banyak bicara tentang diri kita dan apa yang kita rasakan bersama. Jalinan pertemanan yang kembali terjalin seperti dahulu.” ucapku. “Setelah itu kita akan tahu semua jawabannya.. baik jawaban yang kamu cari selama ini maupun jawaban dari pertanyaan yang sempat aku pikirkan dalam pikiranku.” ucapku akhirnya.

Sam berdiri dari duduknya dan mendekatiku.. matanya yang kelam berubah melembut. Ya Tuhan.. benarkah Sam menjadi dirinya dan berbahagia ketika bersamaku? Kenapa matanya melembut saat aku memberi kesempatan padanya masuk dalam hidupku? “Untuk kali ini pun aku terima saranmu.” ucapnya lalu tersenyum. Dadaku berdegup kencang, ya Tuhan jangan Sampai Sam mendengar suara degup jantungku.
“Igi.” suara Naura memanggilku, aku menoleh. Naura salah satu teman yang ikut pendakian ini kami satu rombongan.
“Hei Sam, ayo.” teman Sam satu rombongannya pun memanggil Sam.
“Sepertinya sudah tiba saatnya untuk kembali.” ucap Sam aku senyum.

Aku dan Sam beda rombongan tapi kami ketemu di saat menuju puncak Rinjani sehingga rombongan kami memutuskan berjalan bersama. Kebetulan rombonganku dan rombongan Sam berjumlah sedikit. “Kita kan kembali bicara saat tiba di kehidupan kita sebenarnya.” ucap Sam lalu kami melangkah mendekati rombongan kami masing-masing. Entah kenapa aku merasakan kebebasan yang ku inginkan setelah bicara dengan Sam, mungkinkah selama ini hatiku yang terbelenggu seperti juga Sam. Entahlah tapi untuk selanjutnya kami akan jalani dengan apa adanya mengalir seperti air dan tak perlu menyembunyikan perasaan ini.

Angin berhembus mempermainkan setiap benda yang disentuhnya. Memberikan rasa dingin pada kulitku. Namun tubuhku terasa hangat meski angin menerpaku mungkinkah karena hati yang menghangat setelah bicara dengan Sam. Aku tersenyum sambil melirik Sam yang tak jauh dariku, Sam pun sedang melihat kepadaku. Dadaku berdesir halus Rinjani memang akhirnya memberikan hal yang berbeda di hatiku. Seperti harapanku ketika mengikuti pendakian ini. Dan semua terasa menjadi lebih baik sekarang saat kami telah bicara, ditemani angin yang berhembus.

Cerpen Karangan: Imelda Oktavera
Blog: Imeldaginting.blogspot.co.id

Cerpen Saat Kita Berbicara, Ditemani Angin yang Berhembus merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Melarung Bersama Senja

Oleh:
Sore itu, di tepi pantai pada hamparan pasir. Yang kulakukan hanya duduk menatap lepas lautan tanpa batas, sejauh mata memandang. Ini adalah hal favorit yang selalu kulakukan untuk mencari

3 Hari (Part 2)

Oleh:
“Ya Kak?” tanya Zani saat ia sadar di tengah konsentrasinya merangkai sketsa alur cerita yang hendak ia gunakan untuk mengikuti kompetisi dalam rangka 4ICU universitasnya. “Lagi ngapain Zan?” tanya

Cokelat Cinta dari Kak Andra

Oleh:
“Vankaaa..!! Ke sini kamu, cepat!” Teriak Raisya. “Ada apa sih Ra? Nggak usah teriak-teriak juga bisa kan?!” Tanyaku ketus. “Ya deh, maaf Van. Gini Van, aku mau cerita sama

Cinlok

Oleh:
Rara masih serius menatap dirinya di cermin. Lirik kiri! Lirik kanan! Manyun! Menyeringai! Terbahak! Pasang raut wajah MELAS! NGOOOK! Nampaknya dia masih kurang PD dengan rambut barunya. Suruh siapa

Bukan Yang Sempurna

Oleh:
Ku lihat jam di tanganku sudah pukul 1 lewat 45 menit. Itu artinya aku sudah menunggu selama 1 jam 45 menit. Yah kalau mengikuti perkuliahan 2 sks sudah lebih

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *