Tak Ada yang Abadi

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 17 December 2012

Tet….tet….
Bel berbunyi 2 kali, menandakan pergantian pelajaran.
“Baik anak-anak, untuk kali ini Bapak akhiri. Bapak harap, kalian mempersiapkan ujian praktek 2 bulan yang akan datang dengan semaksimal mungkin” ujar Pak Anton, guru seni musik, kepada kelas XI IPA 4 yang tengah berada di ruang seni.
Virta terlihat murung sejak Pak Anton menjelaskan tata cara ujian praktek nanti. “Nyanyi ya nyanyi aja, kenapa harus dengan main gitar sih” keluhnya. Indah, teman dekatnya, hanya bisa mendengar keluh kesah Virta sejak tadi. “Main gitarnya juga ngga wajib kan Ta, udah tenang aja” hiburnya. Memang, keduanya sama-sama asing dengan yang namanya gitar.
“Eitssss…” hadang Mela. Baik Virta ataupun Indah sungguh tidak ingin bermasalah dengan anak itu. “Galau karena ujian prakteknya main gitar ya” tuturnya bernada mengejek.
“Plis Mel, aku ngga mau berurusan sama kamu” Virta berusaha melewatinya.
“Tunggu dulu…”
“Apa lagi ?”
“Santai dong. Gimana kalau aku tantang kamu main gitar waktu ujian praktek nanti. Jadi ngga cuma nyanyi. Dan siapa yang nantinya mendapat nilai yang rendah, dia berhak menuruti semua permintaan dari yang nilainya tinggi. Deal…” Mela menyodorkan tangannya ke depan.
“Ta, dia kan gitaris band Senja. Jangan terima tantangan dia deh..” bisik Indah.
“Ok. Deal…” Virta menyambut sodoran tangan Mela. Tersirat senyum kemenangan di bibir Mela.

Sedari tadi Virta hanya mondar mandir tidak jelas mengingat tantangan konyol tadi pagi yang dia terima. Indah bosan melihatnya.
“Tadi kan udah aku bilang, kamu jangan terima. Jadi kayak gini kan akhirnya…”
“Tapi In, kalau aku tolak tantangan itu, nanti dia mengira aku takut sama dia…”
Indah berpikir keras untuk jalan keluar masalah ini. “Hanya ada satu solusinya Ta..”
Virta segera menghampiri Indah yang duduk di tepi kasurnya. “Apa ?”
“Minta bantuan sama kak Rafa. Dia kan jago main gitar”
Mendengar nama itu, Virta tertunduk lesu. “In, kamu tau sendiri kan semenjak kak Nana pergi, hubungan aku sama kak Rafa ngga harmonis. Dia kayak ngga menganggap aku seperti adiknya”
“Tapi apa kak Rafa pernah ngomong kayak gitu ? Ta, coba kamu lurusin deh salah paham itu. Kak Nana meninggal bukan karena kamu. Dia kecelakaan karena mau menolong kamu…”

Virta mempertimbangkan ucapan Indah tadi. Hari ini Ayah & Ibunya tidak di rumah, mereka menjenguk nenek Virta yang lagi sakit di desa. Otomatis, hanya ada Virta & Rafa di rumah. “Aku harus menyelesaikan masalah ini…”
Dia menghampiri kakaknya yang tengah berada di teras rumah. Rafa memetik senar demi senar gitarnya memainkan sebuah lagu yang disukai oleh kekasihnya dulu. Semenjak Nana pergi, Rafa selalu terlihat murung & menyendiri. Bahkan kuliahnya menjadi terbengkalai.
“Kak Rafa…” Virta memberanikan diri duduk di kursi samping kakaknya itu. Rafa hanya diam dan tetap memainkan gitarnya. Virta hampir mengurungkan niatnya, tapi dia harus tetap meluruskan semua itu. “Kak Rafa boleh marah sama Virta. Aku rela, aku tidak dianggap adik lagi sama kakak. Kalau aku tau yang nolong aku waktu itu kak Nana, aku lebih memilih untuk tidak ditolong kak. Aku lebih memilih pergi selamanya dibandingkan harus melihat kakak seperti ini…”
Rafa mulai merespon. Dia berhenti memainkan gitarnya. “Maaf kak, jika aku sudah memisahkan kakak dengan kak Nana. Aku cuma ingin melihat kakak seperti dulu lagi. Semangat dan tidak seperti ini,,,”
Rafa menoleh ke arah Virta yang sejak tadi sudah berurai air mata. “Kakak ngga marah sama kamu Ta. Aku juga tidak menyalahkan kamu. Aku hanya belum percaya semua ini terjadi. Ini terasa seperti mimpi. Mimpi yang tidak aku inginkan…”
“Kak, apa kakak mau bangkit dari keterpurukan kakak saat ini. Jalan hidup kakak masih panjang”. Rafa meletakkan gitarnya ke lantai dan langsung memeluk adiknya itu. Tangisnya pecah. “Maaf, jika selama ini aku dingin sama kamu Ta..” Sebenarnya Rafa sangat menyayangi adik satu-satunya itu.
“Ngga kak, aku yang seharusnya minta maaf. Karena aku yang menjadi penyebab semuanya”
“Ngga, itu bukan salah kamu ini semua rencana Tuhan. Dan inilah yang dinamakan takdirNya”

Pagi ini, Virta merasa lebih tenang karena beban masalahnya sudah berkurang. Tapi masih ada satu lagi masalah yang dia terima.
“Em..kak, aku boleh ngga minta diajarin main gitar sama kakak” ucapnya saat keduanya tengah sarapan. Rafa yang saat itu tengah meminum teh, tersedak dibuatnya. “Ada angin apa tiba-tiba kamu minta kayak gitu” tanyanya tak percaya. Yang Rafa tau, Virta sangat tidak tertarik dengan dunia seni.
“Ceritanya panjang kak, yang jelas 2 bulan lagi ada ujian praktek seni musik. Dan meskipun ini ngga wajib, tapi untuk menambah nilai diperharuskan nyanyi sambil main gitar…”
Rafa tersenyum mendengar penuturan adiknya itu. “OK. Mulai besok kakak mau ngajarin kamu”
Hampir setiap malam, Rafa sibuk mengajari adiknya yang sama sekali tidak mengenal dunia pergitaran itu.
“Nah, kalau yang ini A minor…” Rafa memperkenalkan satu per satu kunci dasarnya.
Virta menyimaknya dengan serius. “Bukan seperti itu Ta, coba lihat kakak” ujar Rafa saat Virta salah menempatkan jari-jarinya.
“Kenapa berhenti” tanya Rafa saat melihat Virta meletakkan gitarnya ke lantai. “Capek kak. Jari-jari tanganku sakit semua”
“Itu dia perjuangannya. Dulu kakak juga sama sekali ngga bisa. Di dunia ini tidak ada yang instan, semua perlu proses”
“Instan ? Ada kok mie instan..” sahut Virta sekenanya. “Meskipun namanya mie instan, apa itu langsung kamu makan tanpa dimasak dulu ? Terbukti kan, ngga ada yang instan. Belajarlah dari hati, jangan hanya niat tapi lakukan” ucap Rafa bijak. Dia memang pantas menjadi kakak yang didambakan oleh Virta.

“Kumpulkan PR nya sekarang..” ujar Bu Rita yang kini tengah berada di depan kelas.
Virta kaget. “Memang ada PR ya In” bisik Virta.
“Jangan bilang kalau kamu lupa Ta..”
Virta mengangguk. “Aduh Ta, semalam kamu kemana aja ?” sesal Indah menghadapi sifat pelupa temannya itu.
Karena sifat pelupanya itu, Virta harus Rela mendapat hukuman. Hormat pada Sang Merah Putih sampai bel istirahat berbunyi..
“Maksud hati ingin bisa main gitar, tapi kenapa jadi seperti ini…”
“Kenapa sampai lupa ?” tanya seseoramg yang kini sudah ada di sampingnya dengan melakukan hal yang sama. “Jerry, kenapa kamu ada di sini ?” kaget Virta.
“Buku ku ketinggalan” jawabnya singkat. “Kamu kenapa sampai lupa ?”
“Tadi malam soalnya belajar gitar sama kak Rafa..”
Jerry menghembuskan nafasnya. “Jadi kamu terima tantangan itu. Ingat Ta, Mela itu gitaris. Dia lebih mahir dari kamu. Jadi aku harap kamu batalin itu. Belajar gitar itu bukan karena tantangan, tapi karena dari dalam hati…” ujar Jerry panjang lebar.

“Apa ? Mela gitaris Senja itu kan ? Ya ampun Ta, itu bukan tandingan kamu” respon Rafa saat Virta menjelaskan alasan sebenarnya dia minta diajari main gitar. “Terus kalau sampai nilai kamu lebih rendah dari dia, apa konsekuensinya”
“Aku harus menuruti semua permintaannya. Aku tau kok kak, dari awal ini memang salah aku..” ujar Virta tertunduk, menyesal.
“Nasi sudah menjadi bubur. Kakak akan tetap ajari kamu sampai kamu bisa..”
Virta tersenyum. “Terimakasih kak. Selain karena itu, ada alasan lain lagi yang membuat aku sampai rela belajar gitar”
Rafa heran, “Lalu apa alasan selain itu?”
“Ada seseorang yang jadi alasanku. Karena dia menginginkan, kelak seseorang yang menjadi pendampingnya bisa memainkan alat musik itu..”

Besok adalah hari ujian prakteknya. Virta hanya bisa pasrah. Dia sudah berusaha.
“Bagaimana persiapanmu buat besok ?” tanya Jerry disaat keduanya duduk di depan kelas.
“Aku memang tidak mahir seperti Mela, seperti ucapanmu dulu..”
“Semoga besok aku bisa melihatmu bermain gitar”
“Meskipun nanti permainanku tidak bagus, apa kamu tetap mau melihatnya ?”
“Aku janji, bagus ataupun tidak, aku tetap ingin melihatnya…”
Virta lega mendengarnya. “Andai kamu tau Jer, kamulah alasanku..” lirihnya.

Anak-anak XI IPA 4 sudah berkumpul di ruang seni musik. Sebagian akan ada yang bernyanyi dengan diiringi gitar. Indah memilih untuk tidak bermain gitar, berbeda dengan Virta.
“Mela Dinda Putri..” panggil pak Anton. Mela berdiri, dia sempat tersenyum sinis ke arah Virta.
“Dia memang bukan tandinganku..” lirih Virta melihat penampilan Mela yang sempurna. Dia membawakan lagu Pupus untuk ujian praktek kali ini.
“Ayolah Vir, kamu pasti bisa” semangat dari Indah.
Tiba-tiba Virta ingat pada Jerry. “Kamu lihat Jerry ngga In”
“Dia kan emang sering datang telat”
Virta melirik jam tangannya. “Tapi juga tidak terlalu telat seperti ini”
Entah kenapa, perasaannya menjadi tidak enak. “Udahlah Ta, kamu fokus dulu sama penampilanmu nanti. Jangan pikirkan Jerry ataupun yang lain”
“Tapi dia udah janji In, bagus ataupun buruk dia akan tetap melihatku…”
“Virta Kirana Dasty…” panggil pak Anton.
Dengan diliputi rasa cemasnya akan Jerry, Virta maju. Pandangannya menyebar ke seluruh ruangan. “Kamu dimana Jer…”
Dengan ragu, Virta mulai memainkan gitarnya.
Seandainya kau tau betapa, ku sangat inginkan dirimu…
Seandainya kau tau apa yang, ada di dalam isi hatiku…
Dan akankah bisa ku nyatakan, rasa cinta dalam hatiku…
Dan akankah bisa ku katakan, bahwa kaulah yang terindah untukku…
Begitulah lirik demi lirik dinyanyikan Virta dengan lancar.
“Aku yakin Ta, kamu pasti bisa…” ujar Indah terus menyemangati Virta yang tengah maju.

Rafa kini berada di rumah sakit. Tadi dia dicegat oleh musuh-musuhnya dan mereka mnghabisi Rafa. Tapi untungnya, ada seseorang yang membantunya. Tapi naas, yang membantunya justru lebih parah darinya.
“Gimana dok, teman saya tidak apa-apa kan” tanya Rafa cemas, bahkan dia tidak mengenal siapa yang membantunya tadi.
“Keadaannya kritis, sudah banyak darah yang dia keluarkan. Akibat hantaman truk yang mengenai kepalanya, sangat sedikit harapan dia bisa hidup kembali…”
Mendengar penuturan dokter itu, Rafa merasa sangat bersalah. Dia melihat ke dalam kamar dimana cowok itu dirawat. Keluarga cowok itu berada di sana, tengah menangis. Tanpa terasa, Rafa ikut menangis. “Ini semua gara-gara aku. Andai mereka tidak menghabisiku, cowok itu tidak akan jadi korbannya…” sesalnya.

Selesai tampil, Virta belum juga melihat Jerry. “Apa dia lupa sama janjinya sendiri…”
“Ta, ada berita yang sangat buruk” ucap Indah gemetar. Virta yang baru saja sampai di tempat duduknya, langsung ikut panik. “Apa In ?”
“Jerry Ta, Jerry…”
“Iya Jerry kenapa?” Sungguh perasaan Virta menjadi tidak karuan mendengar nama itu disebut.
“Dia…tadi aku dapat kabar, dia kecelakaan..”
Deg. Seperti tertimpa beban berton-ton, Virta langsung lemas. Dia hampir terjatuh.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, tak henti-hentinya Virta menangis. “Tenang Ta, aku yakin dia baik-baik saja…”
“Semenjak tadi perasaanku ngga tenang In…aku takut” tangis Virta semakin pecah. Indah berusaha menenangkannya.

ADVERTISEMENT

Virta langsung mencari kamar 204. Bahkan dia meninggalkan Indah yang tengah membayar taksi. Dari kejauhan, dia melihat orang yang mirip dengan Rafa tengah duduk di depan kamar rawat.
“Kak Rafa..”
Rafa menoleh, “Virta ..”
Rafa mencegah Virta yang ingin masuk. “Kak, tolong jangan larang aku untuk masuk. Aku ingin lihat keadaannya Jerry kak..”
Rafa langsung menenangkan Virta dalam pelukannya. “Teman kamu itu sudah pergi Ta…”
Virta merasa ruangan di sekitarnya berputar-putar. Virta tidak percaya. “Ngga mungkin, kakak pasti bohong kan..” Virta terus meronta dalam pelukan Rafa.
“Tenang Ta, kamu tenang dulu…”
Virta terus menangis. “Ini ngga mungkin..Jerry”

Dunia ini memang fana. Tidak ada yang abadi. Hari ini, Virta harus merelakan seseorang yang berarti baginya untuk pergi selama-lamanya. Dengan didampingi Rafa, Virta menghadiri pemakaman Jerry. Semua teman-temannya seakan tidak percaya jika Jerry telah pergi, tenang di sisi-Nya. Virta berusaha untuk menahan tangisnya.
“Virta…” panggil Mela. “Dari ujian praktek kemarin, aku yang kalah. Aku rela menuruti semua permintaanmu..”
“Virta tersenyum. “Permintaanku..aku hanya ingin kamu menganggapku tidak sebagai sainganmu. Anggaplah aku sebagai temanmu…”
“Maafin aku Ta…” Mela memeluknya.

“Aku janji, bagus ataupun tidak, aku tetap ingin melihatnya…”
Kata-kata itu masih Virta ingat jelas. “Kenapa kamu mengingkari janjimu sendiri Jer…” lirihnya menatap bintang-bintang yang tengah bersinar di langit.
“Ta..maafin kakak, karena kakak..Jerry ikut menjadi korban mereka. Karena kakak juga, Jerry pergi…”
Virta menoleh ke arah Rafa. “Kak, sama seperti kak Nana, Jerry pergi bukan karena kesalahan siapa-siapa. Dia pergi karena takdir. Kita ngga tau, besok, lusa atau entah kapanpun kita dipanggil. Tidak ada seorang pun yang mampu menghindari datangnya maut. Manusia tidak bisa merubah takdir yang satu ini….”
Esok harinya, Virta meminta Rafa untuk menemaninya ke makam Jerry. Suasana pagi di pemakaman terasa sunyi.
“Hai Jer, bagaimana kabarmu ? Apa tidurmu nyenyak” ucap Virta yang kini terduduk di samping makam Jerry. “Aku ngga apa-apa kok kamu tidak memenuhi janjimu saat itu. Justru aku berterima kasih padamu, karena kamulah yang membuat aku mempunyai keinginan untuk mengenal tentang alat musik itu..”
Rafa yang mendengar penuturan adiknya itu, terkejut. “Jadi..alasan kamu itu adalah Jerry”
Virta mengangguk. Rafa merasa sangat menyesal mengetahui hal ini diakhir.
“Maaf Jer, kalau aku ngga bisa sering-sering main ke sini. Semoga kamu tenang dalam tidur panjangmu…” Virta tak bisa menahan airmatanya untuk jatuh. “Terimakasih sudah hadir dalam hidupku. Maaf, jika selama ini aku menyimpan perasaan padamu. Maaf, jika aku terlalu lancang memimpikanmu dalam setiap tidurku. Maaf, aku harus pergi sekarang. Maaf aku tidak bisa menemanimu di sana…”
Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi. Siap ataupun tidak, setiap makhluk akan bertemu dengan kematian. Jangan terlalu larut dalam dukanya. Mulailah berjalan ke luar, tatap masa depan. Hari esok masih ada dan jalanilah…

THE END

Cerpen Karangan: Nurul Anggraini
Blog: Nurulalways29.wordpress.com
Facebook: Nurul Anggraini
Sekolah : SMA N 1 GONDANG, kelas XII IPA 2
Alamat : Sedah, Gondang, Sragen
TTL : Sragen, 29 Juni 1995
Twitter : @Nuruul_29

Cerpen Tak Ada yang Abadi merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Perasaan Yang Telah Hilang

Oleh:
Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di Makassar. Saat ini aku sedang menikmati liburan semester. Aku tinggal di Lombok, liburan ini sekaligus menjadi sebuah bagian dari

Not Because of Reasons

Oleh:
Perlahan aku mencoba membuka semua hidupku dari awal, mengikhlaskan apa yang bukan menjadi hakku. “Kenapa lo lakuin ini, kenapa lo nggak pernah mau tahu tentang apa yang gue rasain.”

Tak Kunjung Usai

Oleh:
Untuk pertama kalinya bingung dengan keadaanku saat ini, perasaanku yang campur aduk dan pikiranku yang terus menghantui. Tak pernah aku berfikir untuk mencari penggantimu, jika tuhan menghadirkan seseorang untukku,

Suddenly You Changes My Life (Part 1)

Oleh:
Drrrttt drrrttt drrrttt, getar handphone gadis itu berbunyi. “Assalammu’alaikum. Ran?” suara laki-laki dari ujung sana. “Wa’alaikumssalam, ayah ada apa?” ucap gadis dengan nada mengantuk. Rani Ramadhani adalah seorang gadis

Kejutan

Oleh:
Ku buka satu per satu lembar buku harian di tangan. Mencoba membaca dan mengingat-ngingat berbagai kenangan yang telah ku tulis di buku ini. “Ya Tuhan, apa ini yang dinamakan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Tak Ada yang Abadi”

  1. Hatake dewi says:

    Aku sangat suka sama namanya cerita kakak adex ilove

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *