Tentang San (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 7 February 2022

Rasa malas menghinggapiku seharian. Suara berisik anak kecil tetangga sebelah rumah begitu nyaring didengar telingaku. Kulirik jam ungu kecilku di atas meja, sudah pukul 4 sore. Aku bergegas bangun dan menuju dapur. Disana kulihat ibu sedang berkutat dengan alat-alat dapurnya. Meriah sekali..

“Ibu berasa ga punya anak gadis deh kak…” Tentu saja Ibu ngedumel. Aku memakluminya.
“Maaf, bu… kemarin kakak ngerjain laporan sampe larut malam” Sekalipun aku memaklumi omelan ibu, bukan berarti aku tidak berhak membela diri, bukan?
“Ibu masak apa?”
“Gulai ayam kak,…”
“Kok gulai ayam bu? Ini hari spesial ya?” Aku berusaha mengingat. Nihil. Otakku tak mampu mengingat ini hari penting apa sampai-sampai ibu memasak gulai ayam kesukaan ayah. Wait… Astagaaa, bagaimana aku bisa lupa? Ini hari ulang tahun ayah. 11 Januari. Kulihat ibu masih diam dan tetap menyibukkan diri. Aku tak banyak bertanya lagi. Ku beranjak dan mulai mencuci piring kotor di westafel.

“Bu, Kak Siska mau nikah loh,..” Oke baik, aku berusaha memecah keheningan.
“Iya kak, ibu sudah dengar kemarin,.. kamu kenal calonnya?”
“engga tahu Bu, ga pernah dikenalin, ga pernah jumpa juga..”
“Hemm, paling engga dia mau nikah ya kan kak,…” Jleb!!! Aku salah memunculkan topik. Tanpa kusadari aku menarik napas berat dan panjang.
“Ibu tuh pengen juga loh kak, dikasih kabar bagus sama kamu, dikenalin sama siapa kek gitu, Ibu tuh sedih karena kamu terus-terusan dibicarain orang, kok umur 30 tahun ya belum menikah…” suara ibu tidak marah, malah terkesan halus sekali sampai ke telingaku. Dan ini bukan kali pertama buatku. Sejak aku umur 26 tahun, pembahasan ini seringkali jadi headline news. Singkat tetapi tiba-tiba.

Panggil aku San. Sanisti. Gadis kolerik berkemauan keras dan penuh ambisi. Workaholic adalah nama tengahku. Aku tidak akan ditemui di café ataupun tempat tongkrongan. Aku mengabdikan diri pada pekerjaan sepenuhnya. Bekerja, bekerja dan bekerja. Panutan sekali, bukan? Tidak tahu tepatnya kapan aku mulai seperti ini. Mulai kehilangan minat pada lingkungan sosial. Apa sejak Irene, sahabatku, mengkhianatiku dan selingkuh dengen Rein, pacarku? Atau sejak Fiona menceritakan banyak hal rahasiaku pada Kevin, gebetan sesaatnya kala itu? Atau sejak aku diasingkan dari pertemanan glamour mereka hanya karena aku anak yatim? Ah, aku ingat. Aku begini tepatnya sejak 10 tahun lalu, di usia 20 tahunku, ketika ayahku, yang seorang Angkatan Laut dinyatakan hilang tanpa kabar dan tanpa jasad hingga hari ini.

“… So go ahead and break my heart again,
Leave me wondering why the hell I ever let you in,
Are you the definition of insanity, or am I?
Oh, it must be nice to love someone who lets you break them twice..”

Lagu Break my heart again nya Finneas menemani sore mingguku yang sepi. Aku sedang duduk di teras rumah, menikmati semilir angin ditemani secangkir teh jasmine kesukaanku, tentu saja buatan Ibu. Lagu ini adalah salah satu lagu kesukaanku dan ayah. Yang kata ayah sering dinyanyikannya ketika sedang bermasalah dengan ibu ketika masih pacaran dulu. Hahahaha, ayahku ternyata bisa melankolis juga.

“Kak, tadi Tante Rika cerita, anaknya bulan depan mau tunangan loh kak,” Suara ibu mengejutkanku. Aku menoleh dan menatap ibu dengan pandangan yang aku sendiri sulit deskripsikan, antara males menanggapi tetapi tidak tega membiarkan ibu cerita sendirian.
“Ibu darimana? Kok tadi kakak cariin ke bawah ga ada?”
“Abis dari arisan Kak,…” Aku mengangguk-angguk paham. Pantes ibu tiba tiba bicara soal tante Rika dan anaknya,.. siapa ya namanya? Aku lupa.. seingatku ia sebayaku sekarang.
“Nih kak, lihat deh, Evelyn mau tunangan, cakep kan calonnya?” Ah, iyaa… Namanya Evelyn. Gadis cantik yang seingatku selalu berponi dengan pipi chubby dan menggemaskannya. Ibu mengulurkan ponselnya kepadaku. Memperlihatkan foto Evelyn dan calon tunangannya itu. Iya bener, calon tunangannya cakep sih, dengan badan tegap dan tingginya.
“Tadi tante Rika juga nanya, kamu kapan nih nyusul Evelyn…” Aku hanya diam tanpa menanggapi Ibu. Sudah hampir malas sekali membicarakan ini dengan ibu.
“Bu, kalau kakak misalnya ga nikah? Gimana?” pertanyaan spontan dariku yang membuat ibu terdiam sejenak. Ibu menatap wajahku cukup lama, tanpa reaksi, hanya kulihat mata ibu yang cukup sendu.
“Ibu berharap itu ga kejadian ya kak, tetapi seandainya kamu maunya gitu, ibu ga bisa maksain kamu. Asal kamu bahagia kak, ibu gapapa…” Aku bisa menebak itu adalah jawaban yang cukup sulit yang keluar dari mulut ibu. Sedetik kemudian ibu memelukku.
“Menikah juga bukan perjalanan mudah, Kak.. Kalau kamu terpaksa melakukannya hanya untuk menyenangkan hati ibu, kamu pasti akan kesusahan. But Dad will hope the same as I wish you…, yang terbaik… Maafin Ibu ya selalu nanyain kamu…” aku hampir menangis mendengar kata-kata ibu. Aku membalas pelukan ibu dengan erat. Sore mingguku berubah melankolis sekali.

Evelyn’s engagement. Ibu memaksaku hadir di acara ini dengan alasan memperbanyak teman dan relasi. Aku bukannya tak mengenal Evelyn. As I said before, dia temen mainku dulu. Tetapi aku memang bukan formal person. Aku tidak terlalu suka keramaian dan huru-hara. Dan terjebak disini sangat menyiksa sekali.

ADVERTISEMENT

“Melarikan diri juga?” Entah aku yang terlalu terpaku pada pikiranku sendiri atau memang dia yang datang mengendap-endap seperti pencuri, aku tak tahu. Yang jelas, aku tak mendengar langkah kaki siapapun yang mendekat hingga ia mengajukan pertanyaan itu barusan.
“ah, iya..” aku menjawabnya singkat. Kelemahanku si kolerik adalah tak pandai berbasa-basi.
“Kayaknya mau hujan deh,..” Dia melanjutkan percakapan sembari menatap langit. ‘Ini siapa sih?’ kok sok kenal sok dekat banget. Aku mulai ngedumel dalam hati. Tetapi aku ikut-ikutan mengikuti arah pandangnya dan menatap langit yang mulai mendung.

“Gue Joe, by the way…” Kali ini dia mengulurkan tangan ke arahku. Aku ragu-ragu.
“Sanisti…”
Perkenalan singkat itu entah kenapa bisa berlanjut kemana-mana. Mendadak acara pertunangannya Evelyn ini menarik bagiku, dan semoga juga bagi Joe, si laki laki aneh tetapi menarik ini.

“Tadi ibu lihatin kamu ngobrol, kak…” here is my mom, yang paling kepo sedunia.
“Emm…” here is me, si suka buat penasaran ibuku sendiri.
“Siapa? Cakep loh kak…”
“Kak…” Ibu kembali memanggilku saat aku tak menjawab apa apa.
“His name is Joe, Bu,…”
“terus?”
“terus apa Bu? Ga ada terus-terusannya…” To be honest, aku geli melihat wajah penasarannya Ibu.
“yaaa kan kirain ada terusannya kak,…” Aku tersenyum simpul. Jangankan ibu, aku pun berharap ini ada lanjutannya. Ada yang menarik dari Joe, dan aku tidak tahu pasti itu apa. Semoga ini bukan hanya rasa penasaran. Di usia segini, rasa penasaran tak ada gunanya lagi.

“Hei…” Ting!! pesan singkat dari nomor tak dikenal mendarat manis di WhatsAppku. Aku enggan menanggapi.
“Hello, Joe is here..” pesan lagi. Aku menghentikan aktivitas membacaku dan mulai menimang-nimang ponsel di telapak tanganku. Sedang berpikir tentang satu jawaban yang tak terlalu kentara dan tak terlalu cuek. Aneh ya aku…
“Hi, San is here…” Awal yang manis. But wait, darimana dia dapet nomorku? Ckckckck, masa bodo… Kemudian percakapan-percakapan khas kami berdua berlanjut dengan seru. Mengalir apa adanya. Tidak dipaksakan. Dia bercanda, aku tertawa. Aku bercanda, dia tertawa. Menarik sekali bagiku.

Lalu tanpa terlalu kusadari, dinding chat WA kami sudah terlalu panjang. Entah apa saja yang kami berdua bicarakan. Kebanyakan trivia things yang bener bener trivia. Seperti misalnya: ‘mamanya semut siapa ya?’ atau ‘cincinnya Saturnus tuh di jari manis juga ga ya?’. Ga penting kan? But we enjoyed it. So weird.

“Udah gimana sama Joe, Kak?” Sejak pertemuanku dengan Joe, ibu selalu penasaran tentang perkembangan kedekatan kami berdua.
“Ya gitu deh, Bu…” Dan jawaban template dariku yang akan membuat ibu cemberut. Hahahaha, durhaka sekali aku pada Ibu. Belum pernah sekalipun kuijinkan Joe mampir ke rumah, sekedar duduk singgah atau pun bercakap-cakap dengan Ibu. Bukan aku kejam, terlalu cuek atau apalah namanya itu. Aku hanya bersikap hati-hati. Hati hati pada hatiku sendiri, hati-hati juga pada hati Ibuku. Kalau, -hanya kalau-, aku dan Joe tak berjalan seperti yang diharapkan, bukan hanya aku yang akan hancur, Ibu juga.
“Kak, Ibu serius ihh.. udah gimana?”
“Baik-baik aja, Bu…” Demikian selalu percakapan itu kututup dengan Ibu. Diiringi dengan permintaan maaf dalam hati sendiri karena belum bisa sepenuhnya jujur.

Hari itu hari Rabu. Aku baru saja akan merebahkan badanku yang letih seharian dengan kerjaan kantor ketika tiba tiba ponselku berdering. Joe is calling…
“Hai, tumben nelpon?” Sebenernya bukan tumben. Tapi aneh, ini pertama kalinya dia menghubungiku secara langsung sejak pertemuan kami hampir 5 bulan yang lalu.
“Kamu di rumah?” Suaranya manis sekali. Nadanya rendah dan buat candu. Setidaknya bagiku.
“Ia, baru pulang.. kenapa? You Ok?”
“No, Iam not…”
“Kenapa? Wanna talking about it?”
“I need to meet you. May I?” Aku diam. I miss you too, dude. But, I can’t handle my feeling after I meet you again. Itu sebabnya aku menahan langkahku dan langkahmu untuk berjumpa lagi.
“Ga boleh ya San?” Joe kembali bertanya lagi ketika tak mendengar jawaban dariku. Aku tetap diam. Menimbang banyak hal. Pikiran dan hati. Logika dan perasaan. Siapakah yang akan menang?
“WeIl, aku tunggu ya.. Jangan lupa pake jaket..” Hahahaha, hati menertawakan otak kecilku karena kalah. Entah apa yang merasukiku. Kurasa aku sudah gila. Semoga ini pilihan yang tepat.
“Hei, duduk dulu..” Sapaan pertamaku ketika Joe sudah sampai di rumah. Ia tersenyum manis sekali ke arahku. Aku bisa merasakan degup jantungku yang berdetak dua kali lebih cepat dari yang biasanya. But, I try to stay calm, setidak nya aku berharap dia tak melihat kecanggunganku.
“Aku gangguin kamu?”
“Engga kok,.. mau minum? Air hangat? Teh? Aku ga nawarin kamu kopi kok, tenang aja..” Aku ingat kalau Joe tak menyukai kopi.
“Air hangat aja,.” Ia tersenyum. Aku ke dapur dan mengambil segelas air putih hangat. Ibu sedang keluar hari ini.

“So, how is your day… good?” Ini bukan pertanyaan sok kenal sok dekat kok. Kami biasanya memang menanyakan hal ini di penghujung hari. Tak jelas siapa yang bertanya duluan. Kadang Joe, kadang aku. Bedanya, kali ini secara langsung bukan melalui pesan singkat itu.
“Not good, cape banget..” Joe menjawab sembari menyenderkan lehernya dibantalan kursi. Pertemuan pertama kembali tetapi tidak terlihat canggung. Hebat sekali.
“You?..” Joe menatap mataku sembari bertanya. Kemudian kudapati aku bercerita banyak hal tentang kegiatanku hari ini. Joe menatapku, mendengarkan ceritaku, sesekali tersenyum, lalu tertawa terbahak-bahak. Wait? Bahkan kami sudah menghabiskan dua piring nasi goreng buatan Joe dan sekotak martabak coklat manis sembari berbicara kesana-kemari. Oh my God..

“So, besok mau nemenin aku makan steak nya?” aku mengantar Joe ke depan pintu. Ajakan barusan bukan tanpa sebab. Tadi ketika makan martabak, aku iseng melihat tempat makan langgananku dan Ibu dari aplikasi online yang biasa nya menyediakan steak enak. Berniat pamer, malah aku berujung diajak ke tempat favoritnya Joe.

“Boleh, jam 5?”
“Agak malam aja… eh tapi boleh deh jam 5. Besok sekalian aku jemput ke kantor aja ya…”
“Ya udah.. aku ga bisa nolak kan?” Aku menggoda nya sembari tersenyum.
“Kamu udah keseringan bilang ‘engga’, San.. Kali ini aku ga mau denger penolakan lagi..”
“Hahahaha, okeee, Hati-hati…” Ucapan yang biasa saja ketika kuucapkan pada Ibu atau orang lain, tetapi kenapa sama Joe terkesan manis gini ya?
“Iyaaa. See you besok, San…” Aku menutup pintu dan bergegas ke kamar. Hari yang panjang, ralat. Seolah panjang. Padahal durasinya sama seperti kemarin. Masih sempat kulihat satu pesan singkat dari Joe ‘aku udah di rumah ya..’ sebelum aku memutuskan tidur dan mengisi tenaga untuk menghadapi esokku yang entah akan berjalan bagaimana lagi.

Cerpen Karangan: Tanty Angelina
Blog / Facebook: Tanty Angelina
IG : @tanty_angelina / @setengah_cerita

Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com

Cerpen Tentang San (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cinta Ku Busway

Oleh:
7 bulan jomblo itu rasanya parah-parah banget, kalau setiap malem kaga ada yang ngucapin “selamat malam sayang, semoga mimpi indah ya” dan kalau pagi pun enggak ada yang ngucapin

Nafa dan Zulfikar

Oleh:
Sendiri… Sekarang aku hanya ingin menyendiri di tempat berkapuk ini. Tak peduli aku berdiri, aku duduk, atau aku berbaring. Aku hanya ingin membiasakan diri bercengkraman dengan dinginnya dinding dan

Happy Ending Isani

Oleh:
Pagi ini hari yang begitu sangat mengesankan karena dimana hari ini sudah 1 bulannya isani bekerja di perusahaan swasta, mulai bergabung dengan rekan kerja yang baru untung saja semua

Belum Ada Judul

Oleh:
Aku tiba di Paris pada pertengahan September tahun tersebut. Tak kusangka, ternyata kota tersebut tidak lebih indah dari Jakarta yang tak pernah lekang oleh waktu. Aku disibukkan oleh pencarian

Mahkota Daun Teh

Oleh:
Aku berdiri di atas sebuah batu tua di tengah derasnya air terjun. Kurentangkan kedua tanganku, perlahan mataku pun kupejamkan. Saat ini aku hanya merasakan kedamaian hidup yang membuatku tak

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *