A Mysterious Boy
Cerpen Karangan: Deva DianaKategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Misteri, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 27 June 2017
“Bu, aku tahu ini hari pertamaku, tapi kan aku ingin pergi sendiri.” Dengusku kesal. Ibuku hanya tersenyum matanya masih fokus dan tetap berkonsentrasi dengan laju mobilnya. Aku terdiam dengan tangan yang sengaja kulipat menyilang di depan dadaku. Sembari membuang muka ke kaca mobil.
“Ibu hanya ingin melihat bagaimana kau bergaul dengan teman-temanmu yang lain, sudah dua kali kau pindah sekolah, tapi kau tidak pernah sekali pun mengajak temanmu bermain ke rumahmu. Sekedar belajar kelompok mungkin.”
Aku hanya diam, aku biarkan saja ibuku mengoceh seperti itu. Aku memang tidak memiliki teman. Satu pun aku tidak punya. Mungkin ibu mengira aku tidak bisa bersosialisasi dengan yang lain. Hanya saja ada alasan lain mengapa aku seperti ini. Ibu tidak tahu, karena memang aku tidak pernah menceritakan peristiwa itu kepada ibuku. Dan aku tidak ingin ibu mengkhawatirkanku.
Saat itu usiaku baru tiga belas tahun ketika aku benar-benar memiliki seorang teman. Teman yang sudah aku anggap melebihi saudaraku. Kami menghabiskan waktu bersama, bermain dan belajar. Aku memang sering kali singgah ke rumahnya sekedar belajar atau bermain seperti layaknya gadis lainnya. Mungkin dia sama sepertiku, telah menganggapku sebagai saudaranya. Maklum saja dia adalah anak semata wayang, apa lagi dirinya adalah anak dari seorang konglomerat yang cukup berada. Disaat ia kesepian karena orangtuanya sibuk bekerja, aku selalu ada untukya. Kami selalu tertawa, bersedih bersama dan menghabiskan waktu berdua. Hingga takdir berkata lain, atau mungkin Tuhan menginginkan aku untuk tetap sendiri tanpa teman. Nadia temanku, harus kembali kepada Tuhan saat usianya masih belia. Usianya baru lima belas tahun ketika ia terkena Kanker Leukimia. Hingga akhinya nyawanya tidak bisa diselamatkan.
Saat itu bumi rasanya gelap, bintang tidak pernah menampakkan sinarnya di langit malam, dan langit biru yang biasa kita lihat bersama tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Selama seminggu langit suram. Seakan mengetahui kesedihan yang aku alami kala itu. Dan saat itulah aku mulai tidak mempercayai siapa-siapa lagi, selain Nadia.
Saat aku memasuki dunia SMA, aku mencoba membuka diri agar aku bisa memiliki teman. Tapi, mereka sangat berbeda mereka hanya memanfaatkanku. Ketika ada tugas sekolah mereka mencariku, sedangkan ketika aku mencoba untuk bertanya atau mengobrol bersama mereka, mereka malah mengacuhkanku. Saat itulah aku menyadari jika teman hanya sebuah kata yang mereka ucapkan ketika ada sesuatu yang mereka perlukan. Ketika hasrat itu telah terpenuhi mereka buang jauh-jauh kata teman. Tidak jarang jika kawan bisa berubah menjadi lawan. Lebih baik aku menutup diriku untuk berteman daripada bergaul dengan orang-orang yang memakai topeng. Layaknya seekor kelinci yang menyembunyikan wajah singanya.
“Kita sampai.” Kata ibuku. Berhenti di depan sebuah sekolah SMA.
Aku langsung turun, tanpa mencium tangan ibukku seperti biasa yang aku lakukan ketika ibu mengantarkanku. Pintu mobil langsung kubanting, gadis yang berada di belakang mobil sampai melompat ketika aku menutup pintu. Ibuku yang berada di dalam hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dan aku mulai melangkah menuju gedung sekolahku yang baru.
Aku berjalan di sekitar koridor sekolah, wali kelasku berada di depanku menuntunku menuju ke kelasku yang baru. Aku perkirakan usianya sekitar dua puluh tujuh tahun karena beliau sangat muda untuk seukuran guru lainnya. Kelas XI IPA 3 itulah tulisan yang pertama kulihat ketika aku berada di depan kelasku.
“Anak-anak kita kedatangan murid baru.” Kata Pak Hendra wali kelasku sekarang.
Murid-murid lainnya mulai saling berbisik ketika aku memasuki ruang kelas.
“Namanya, Rada Apsari mohon bantuan dari kalian untuk berkerja sama agar teman kalian yang baru ini bisa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah kita.”
Murid laki-laki yang berada di bangku bagian belakang mulai bersorak sorai. Pak Hendra pun berusaha menenangkan suasana kelas yang mulai riuh. Hanya saja ada seorang laki-laki yang dari tadi terus memperhatikanku. Laki-laki itu berada di sudut kanan belakang ruang kelas, dengan bangkunya berada dekat jendela. Dia melihat ke arahku dengan tatapan ngeri. Sesekali ia menghentakan kakinya dengan perasaan gelisah, ketika aku menatapnya ia malah membuang muka. Entah apa yang dilihatnya dariku hingga ia menatapku seperti itu, aku bahkan baru pertama kali bertemu dengannya.
“Rada, Kau duduk di sebelah Natsu.”
Aku berjalan menuju bangku bagian belakang yang masih kosong, mengeluarkan buku pelajaran dan beberapa cacatan dari dalam tasku. Laki-laki yang berada di sebelahku masih menatapku dengan ngeri. Astaga, ada apa dengannya aku bahkan tidak pernah berbuat salah padanya. Keringat dingin terlihat mengalir di wajahnya. Sesekali ia menghela napas panjang sembari mengalihkan pandanganya ke arah jendela kelas. Baru lima menit pelajaran dimulai, Natsu tiba-tiba meminta izin untuk pergi ke kamar kecil.
“Hei, dia memang seperti itu. Dia itu orang yang paling aneh di kelas ini, Ah bukan, lebih tepatnya di sekolah ini” Kata laki-laki di sebelah kananku. “Aku Dito” katanya sembari menjulurkan tangannya. Aku hanya diam dan tidak memberikan tangan kananku untuk berjabat tangan dengannya. Dia kelihatannya kesal padaku terlihat jelas ketika dia mendenguskan nafasnya. Aku tidak peduli, toh tujuanku sekolah juga tidak untuk mencari teman, tapi hanya untuk belajar.
Natsu kembali sekitar lima menit sebelum pelajaran berakhir, alasannya karena ia tidak enak badan dan pergi ke UKS. Saat ia kembali, matanya masih memandangku dengan tatapan ngeri.
Saat jam istirahat aku habiskan waktuku untuk membaca di perpustakaan. Aku benar-benar tidak ingin mencari teman atau menyesuaikan diriku di sekolahku yang baru. Sungguh itu sangat merepotkan bagiku. Beberapa teman sekelasku yang baru mencoba untuk mengajakku pergi ke kantin, tapi aku menolaknya dengan alasan aku membawa bekalku sendiri, dan di sinilah aku menghabiskan waktu untuk membaca. Sekolah ini sangat sejuk. Ada banyak pohon-pohon di sekeliling lapangan upacara. Dari sekian kali aku berpindah sekolah, sekolah inilah yang paling asri menurutku. Nampak hijau dan sangat nyaman ketika dipandang.
Ayahku bekerja di suatu perusahaan yang sewaku-waktu akan berpindah-pindah tempat kerja. Untuk itulah mengapa aku harus berpindah sekolah. Dan alasan itu juga menjadikanku sulit untukk mendapatkan teman.
Aku terbenam dalam buku yang aku baca di dalam perpustakaan sekolah. Perpustakaan adalah tempat pertama yang aku cari saat aku baru bersekolah. Bagiku buku adalah temanku. Novel adalah sahabatku. Untungnya perpustakaan di sekolah ini memiliki buku yang lengkap, dengan puluhan novel berjejer membentuk barisan yang rapi di setiap raknya. Aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela, sekolah ini juga memiliki hutan kecil yang berada tepat di belakang perpustakaan. Jadi ketika mataku melihat ke luar jendela aku bisa melihat pohon-pohon hijau yang menyejukan mataku dan angin yang masuk membelai lembut wajahku. Alih-alih aku melihat pemandangan yang indah, aku malah melihat Natsu duduk di sebuah bangku yang ada di hutan sekolah. Dia sendiri. Tidak seperti murid laki-laki yang lain yang tengah asyik bermain basket di lapangan sekolah. Dia malah duduk seorang diri dengan tangan kanannya membawa roti yang dengan lahapnya ia makan. Di sebelahnya ada dua botol minuman dan sepotong roti yang tidak ia sentuh. Aku terus memperhatikanya, padahal ia seorang diri mengapa ia menyiapkan dua roti? Sesekali ia malah berbicara sendiri, padahal tidak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri. Seperti kata Dito dia memang orang aneh.
Jam pelajaran telah berakhir, Natsu kembali tidak mengikuti jam pelajaran dan dirinya masih membolos di UKS. Aku katakan bolos karena saat aku melihatnya di hutan sekolah tadi dia terlihat baik-baik saja, dan tidak terlihat wajah sakit dalam dirinya. Apakah ia sengaja menghindariku? Sebenarnya ada apa dengan laki-laki itu hingga ia begitu takut saat melihatku? Oh, Tuhan sebenarnya dosa apa yang telah aku perbuat, aku sendiri pun tidak tahu. Bagaimana aku bisa berbuat dosa padanya aku saja baru kali ini bertemu dengannya. Dia benar-benar laki-laki misterius yang pernah aku temui. Mungkinkah dia seorang psikopat? Pikiran liarku mulai terlintas begitu saja, tapi dengan mudah aku menepisnya dan berusaha untuk berpikir positif, inilah akibatnya jika aku terlalu banyak menonton film horor. Mungkin dia sama sepertiku ingin menyendiri dan tidak ingin bersosialisai dengan yang lain.
“Bu, apakah dulu ibu pernah memiliki teman sekelas yang terus saja menghindari ibu? Bahkan sampai bolos pelajaran, gara-gara takut untuk bertemu dengan ibu?.” Kataku pada ibu sepulang sekolah, mobil melaju dengan kecepatan standar dan ibu masih fokus dengan jalanan yang ada di hadapannya.
“Rasanya tidak pernah, ada apa Rada? Apa teman sekelasmu ada yang seperti itu?.”
“Ya ada, teman sekelasku, saat melihatku dia seperti takut dan terus saja mengurangi kontak mata denganku.”
“Mungkin dia menyukaimu.” Kata ibuku sembari tertawa.
“Bu, aku serius.”
“Ibu juga serius, sayang. Biasanya laki-laki yang menyukaimu itu dia akan canggung berada di dekatmu, misalnya menghindari kontak mata denganmu atau malah bertingkah aneh saat berada di dekatmu.”
Aku mengalihkan pandanganku ke jalanan lewat kaca mobil ketika ibu berkata seperti itu. Jika ia menyukaiku kenapa ia malah menghidariku? Sampai-sampai bolos pelajaran segala. Pikirku.
“Ibu berhenti!.” Kataku tiba-tiba yang membuat aku dan ibuku terjungkal ke depan. Untung sabuk pengaman menahan kami, sehingga ibuku tidak membentur setir mobil.
“Kau kenapa Rada, tidakkah itu sangat berbahaya! Mengerem mendadak seperti ini.”
Aku tidak mempedulikan ibuku yang mulai mengoceh panjang lebar tentang kesalahanku. Aku keluar dari mobil, kulihat Natsu yang berlari dengan cepat seperti menghindari sesuatu. Kulihat wajahnya yang begitu ketakutan.
“Ibu, tunggu di sini, aku harus memeriksa sesuatu.” Kataku.
Tanpa mempedulikan jawaban dari ibuku, langung saja aku pergi mengejar Natsu.
Sesekali aku menoleh ke belakang untuk memastikan siapa yang mengejarnya. Tapi, sampai sejauh ini tidak ada seorang pun yang mengejarnya, kecuali aku yang diam-diam mengikutinya.
Hingga akhirnya aku sampai di sebuah gang sempit. Natsu terlihat bersembunyi di sudut Gang. Tas sekolahnya terangkat dan menutupi wajahnya. Dia bergumam tidak jelas, antara marah dan ketakutan aku tidak tahu.
“Natsu?.” Perlahan aku mendekatinya.
Natsu terlihat kaget saat melihatku, matanya masih memandangku dengan ngeri.
“Sudah kubilang, jangan mendekatiku lagi!” Teriaknya dan langsung mengayunkan tasnya ke arah wajahku. Aku yang tidak sempat menghindar terhempas begitu saja dan terjatuh, dengan punggung lenganku terjatuh lebih dulu. Kurasakan perih di tanganku. Dia sepertinya kaget begitu mengetahui bahwa aku terjatuh.
“Rada, aku…”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya aku bangkit dan berkata
“Kau aneh.” Dan pergi meninggalnya yang masih berdiri dalam diamnya.
Permadani biru terhampar luasnya di atas kepalaku. Semuanya yang terjadi antara aku dan Natsu kemarin membuatku terus berpikir tentang dan kenapa ia memiliki sikap aneh seperti itu. Pasti ada alasanya dia berlari seperti orang ketakutan. Tapi, aku sangat kesal ketika ia memukulku hingga terjatuh. Hasilnya lenganku lecet.
“Rada, soal kemaren aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk memukulmu.” Katanya tiba-tiba saat aku duduk di bangku hutan sekolah saat jam istirahat.
Aku diam dan masih terbenam dalam novel yang aku baca. Aku tersentak saat tangannya menyentuh lenganku dan memberikan plester kecil pada luka yang ada di lenganku. Kuperhatikan wajahnya dengan lekat, saat ia mulai menempelkan plester itu pada lenganku. Ada sebuah kelembutan yang terpancar di balik matanya yang bening. Ada hal misterius juga di setiap sudut wajahnya. Dan ada perasaan aneh yang menjalar tubuhku saat semakin dalam aku menatap matanya.
“Katanya, kau harus mulai mencari teman baru dan berusaha untuk bersosialisai dengan yang lain.” Kata Natsu dan matanya mengarah ke belakangku.
“Apa?” Kataku bingung. Aku memutar tubuhku untuk melihat apa yang ada di belakangku, tapi tidak ada seorang pun yang berada di belakangku. Di hutan sekolah ini hanya ada aku dan Natsu.
“Nadia, sahabatmu baru saja menyuruhku untuk mengatakan itu padamu.” Natsu tersenyum, dan pergi meninggalkanku. Senyum dan kata-katanya mengandung sebuah arti yang sulit aku mengerti.
Apa yang barusan ia katakan? Baru saja? Bagaimana ia bisa kenal dengan Nadia? Padahal Nadia sudah meninggal dua tahun yang lalu. Dan Nadia bukan berasal dari daerah ini. Rumahnya pun jaraknya ratusan kilometer dari sini. Darimana dia tahu Nadia? Terlebih lagi Nadia hanya memiliki satu teman yaitu aku. Dia benar-benar laki-laki misterius yang pernah aku temui, dan berhasil membuatku untuk mengingatkanku tentang sahabatku kembali. Nadia, aku sangat merindukanmu.
Cerpen Karangan: Deva Diana
Facebook: Deva Diana
Cerpen A Mysterious Boy merupakan cerita pendek karangan Deva Diana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Trio Merpati
Oleh: Daniel LieSekolah ini sudah kaya neraka. Gimana tidak, pemalakan, pemaksaan, pertengkaran, tawuran dan sejenisnya sudah menjadi tren disini. Yah, tapi bukan berarti tidak ada “perlawanan”. Ya, aku salah satu anggota
I Am Okay
Oleh: Shandez Darlene“Kamu lagi, Ando! Sudah berapa kali kamu telat bulan ini?” Teriak Bu Rahma, suaranya menggema di ruangan kelas itu. Orang yang diajak bicara hanya menyengir, tanpa merasa bersalah. “Mungkin
My Experience
Oleh: Suci Tri KesumaningrumSuatu hari di tahun 2013, aku masuk ke dalam salah satu SMP Negeri dan menjadi bagian dari sekolah itu. Ya. Aku baru saja lulus MI. Saat pertama kali masuk
Anak Bangsa
Oleh: Kalimatus Sa'diyahRasa kesal di hati membuatku geram. Seperti kata guru seniku bahwa Angklung LAGI LAGI diklaim negara tetangga. Apa-Apaan mereka itu!. Seperti tidak ada kebudayaan Hai, namaku Ara. Aku adalah
Dingin
Oleh: Yohanes NyomanPagi yang cerah, pagi yang akan membawa Dinza, murid baru pindahan dari Bali akan memulai sekolahnya di SMA Gajah Jantan. SMA Gajah Jantan merupakan salah satu sekolah unggulan di
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Endingnya menggantung. Cukup untuk membuatku bertanya-tanya, siapa Natsu sebenarnya?
Laki mungkin….