Elektrovalensi Jiwa

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Thriller (Aksi)
Lolos moderasi pada: 6 June 2016

Sore itu, di atap gedung Sekolah menengah atas, dua orang remaja yang tak saling mengenal berdiri menatap satu sama lain.
“Ada urusan apa?” Tanya Kevin dengan nada dingin disertai wajah tanpa Ekspresi.
“Hai.. lama tak jumpa” Ujar seorang gadis berambut coklat bergelombang.
“Kau…”

Semua berawal beberapa bulan sebelumnya.
Kevin Ardhian, seorang remaja 17 tahun yang sama sekali tidak ramah, dingin, tak berteman dan lebih tepatnya tak berperasaan, ya.. secara harfiah.
Beberapa dari manusia telah mengalami evolusi skala kecil, tepatnya pada bagian otak mereka, Kevin adalah satu dari sekian manusia yang mengalami Evolusi.
Kevin memiliki gelombang otak misterius yang membuatnya mampu mendengar, membaca, dan memanipulasi pikiran orang lain. Kecerdasanya sangat tinggi, memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan berdasarkan pengamatan, membaca masa lalu dengan deduksi logika serta Eidetic Memory atau ingatan sempurnya yang membuatnya tak pernah lupa.

Dalam Evolusi, organ yang tak pernah digunakan akan mengalami penurunan fungsi atau mengalami degradasi, sementara organ yang terus digunakan akan terus berkembang. Seperti halnya Kevin, untuk semua kelebihanya ada sesuatu yang harus hilang sebagai bayaranya, Emosi atau perasaan. Baginya Perasaan akan menjadi beban, Untuk menyeimbangkan mental dari kemampuanya yang luar biasa, otaknya harus beradaptasi dengan menurunkan penggunaan emosi secara drastis. bisa dibilang Kevin adalah manusia tak berperasaan.
Semua orang selalu menatap aneh pada Kevin, tak satu pun dari siswa di kelasnya mau mendekatinya atau berteman denganya. Hal itu tak membuat Kevin merasa sedih ataupun kesepian, faktanya Kevin tak pernah merasakan apapun. Karena ia tak memiliki perasaan, ia juga tak memiliki ambisi atau keinginan tertentu, kecuali satu, hidup yang tertata.

‘Hidup yang tertata’ jawaban dari pertanyaan yang selalu menggeliat di dalam kepala pemuda yang idealis ‘untuk apa kita hidup?’. Kevin menggunakan semua kemampuanya untuk mewujudkan apa yang selama ini ia yakini sebagai prinsip dan keyakinanya, yakni hidup yang tertata. Ia kerap mengendalikan pikiran orang orang di sekitarnya yang menurutnya beresiko menimbulkan masalah sosial, bila perlu Kevin akan menghapus ingatan mereka demi menghilangkan niat jahat mereka. Bisa dibilang Kevin adalah antisosial yang bermanfaat bagi Sosial.
Kevin mampu memasuki pikiran orang lain dan mengetahui apa yang mereka pikirkan, Kevin benar benar tahu bagaimana busuknya seseorang dan rencananya, dengan begitu Kevin bisa mengetahui apa yang harus ia lakukan untuk mengentikan rencana yang beresiko merusak system dan hubungan sosial di sekitarnya.
Sampai suatu saat ia bertemu seseorang.

“Woi.. apa apaan itu tadi?” sentak seorang siswa berbadan kurus namun tinggi yang memicu keributan di kantin sekolah.
“Maaf.. aku tak sengaja..” jawab siswa berbadan besar yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke baju siswa berbadan tinggi tersebut.
“Mau mengajak berkelahi ya…?”
“Kan sudah ku bilang tak sengaja! Mau mu apa sih?!” kedua siswa tersebut saling mendorong satu sama lain, suasana kantin pun menjadi ricuh.
Melihat hal itu Kevin memusatkan perhatianya kepada kedua siswa yang berkelahi tersebut, dia bermaksud memasuki pikiran mereka dan mengendalikan pikiran mereka, sehingga konflik dapat dihindari. Baginya konflik seperti itu hanya akan mengganggu pemandanganya.
Namun belum sempat dia memasuki pikiran kedua siswa tersebut, tiba tiba sesuatu yang aneh terjadi.
“ah.. maaf kalau begitu..”
“tak apa kawan, santai saja..” kedua siswa yang berseteru dengan amarah yang meluap tiba tiba saja tenang dan berbaikan.
Hal itu sontak membuat Kevin terkejut, matanya bergerak cepat menjelajahi setiap sudut kantin, berusaha mencari siapa yang melakukan hal tersebut, karena ia yakin bahwa seseorang telah mengendalikan mereka berdua sebelum Kevin sempat mengendalikanya.

Kevin memasuki satu persatu pikiran siswa yang ada di lokasi, namun ia tak menemukan keanehan apapun, sampai perhatianya tertuju pada gadis berambut coklat pendek dan bergelombang yang berwajah ceria dan duduk ramah bersama temanya di bangku paling pojok. Ia satu satunya siswa yang pikiranya tak bisa dibaca oleh Kevin.
Sambil menatap gadis itu Kevin masih terheran “jika benar gadis itu sama denganku, kenapa dia begitu ceria dan ekspresif?” gumamnya keheranan.
Selang beberapa detik, Gadis itu balik menatap Kevin, dengan cepat Kevin mengalihkan pandanganya guna menghindari kecurigaan.

Sejak hari itu, terkadang Kevin mengamati gadis tersebut. Tanpa disadari gadis yang ‘tak terbaca’ itu telah menjadi objek observasi Kevin.Terkadang gadis itu memunculkan ekspresi sedih, senang, tertekan, marah tanpa alasan yang jelas, tapi siapapun yang ada di sekitarnya selalu tampak gembira.

Suatu sore sepulang sekolah, seperti biasa Kevin berjalan pulang sendirian, membuka payung hitam yang dibawanya sejak pagi, hujan pun mulai lebat. Tiba tiba saja terdengar sebuah tembakan senjata api, peluru tepat mengenai tiang besi di sebelah Kevin.
Saat Kevin menoleh ke belakang, ia melihat dua orang berpakaian serba hitam dan berkaca mata hitam membawa senjata api sedang mengejarnya. Walau tak memiliki rasa takut ataupun keberanian, logikanya mengatakan kemungkinan dua orang tersebut berniat membunuhnya sangatlah tinggi, demi keselamatanya ia harus lari.
“Aneh sekali, aku sama sekali tak menyadari keberadaan mereka, aku tak mendengar pikiran mereka, siapa mereka sebenarnya.?” Gumamnya sambil berlari di tengah hujan dan awan hitam yang menyelimuti kota.
‘dorr..’ satu tembakan menyerempet lengan kanan Kevin.
“Hei kesini..!!” panggil seorang gadis yang muncul dari balik gang di dekat Kevin.
“kau..?”
“Cepat lah jangan banyak tanya..!” gadis itu menyeret Kevin dan membawanya bersembunyi di sebuah gedung tua.

Beberapa waktu kemudian, mereka menunggu hujan berhenti di gedung tua tersebut
“Namaku Mia, Mia Erlinda. Kau Kevin kan..?”
“Iya benar. Apa kau juga sama sepertiku?”
“Sama apa maksudmu?”
“Membaca pikiran, mengendalikan pikiran..”
“Tidak..” jawab gadis berambut coklat tersebut sambil mengikat luka di lengan kanan Kevin dengan selembar kain putih.
“Lalu kenapa aku tak bisa membaca pikiranmu?”
“Sama… aku juga tak bisa membaca perasaanmu..”
“Apa maksudmu..?”
“Hmm… mungkin kita hampir sama, tapi beda, aduh.. bagaimana ya menjelaskanya. Pokoknya, aku mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain dan mengendalikan perasaan mereka.”
“Membaca dan mengendalikan perasaan? Bukankah orang seperti kita justru hampir tak menggunakan perasaan sama sekali.”
“Sudah kubilang, kita berbeda. Kalau kau mengatakan yang sebenarnya, Kau mungkin sama seperti kakakku, dia tak berperasaan, dia mampu membaca dan mengendalikan pikiran orang.”
“Benarkah? Kukira aku satu satunya.” jawab Kevin dengan wajah yang sama sekali tak berubah. “Lalu siapa orang orang itu tadi? Dan kenapa mereka mengejar kita?”
“Mereka orang orang yang sama yang membunuh kakakku..”
Kevin menatap wajah gadis yang menunjukan ekspresi sedih, namun sedikitpun tak keluar rasa simpati dari Kevin. “Mereka membunuhnya?”
“Iya, dan juga, mereka tidak mengincar kita, mereka mengincarmu. Aku tidak tahu mereka siapa, tapi mereka mampu melacak orang orang sepertimu. sepuluh tahun yang lalu mereka mengejar aku dan kakak ku, kakak ku menyembunyikanku di suatu tempat, dan karena suatu alasan mereka tak bisa melacakku, tapi mereka berhasil membawa kakakku”
“Jadi.. mungkin bisa ku simpulkan, kau adalah kebalikanku, kau mengalami evolusi di bagian otak yang mengendalikan emosi. Kau menyerap emosi orang lain bukan? Itu sebabnya kau sering mengalami emosi yang tak jelas asal usulnya.”
“Mungkin begitu, aku tidak begitu mengerti dengan evo..evol apa tadi?”
“Dan efek sampingnya, kau pasti sangatlah bodoh dan jarang menggunakan logikamu..” ujar Kevin terang terangan pada gadis yang telah menyelamatkanya.
“Hei..!”
“Oh iya bagaimana kau bisa menemukanku? Aku tidak bisa membaca pikiran mereka, itu aneh. Seharusnya aku bisa mendengar pikiran mereka, apalagi jika itu tentang ku dan dalam radius yang tidak cukup jauh.”
“Entahlah, sepulang sekolah aku merasakan sebuah nafsu membunuh yang sangat besar, perasaan mengerikan itu sama seperti nafsu membunuh dari orang orang yang membunuh kakak ku.”

Tak lama kemudian mereka berdua keluar dari persembunyian. Hujan telah reda, namun hari mulai gelap.
“Gawat..!! mereka masih ada..!” sentak Mia menarik tangan Kevin untuk berlari.
Mereka berdua masih dikejar oleh dua orang misterius yang ternyata sedari tadi menunggu di area tersebut.
“Tunggu..” Kevin berhenti dan berbalik arah. Kevin memejamkan matanya dan mengarahkan telapak tangan kananya ke arah dua pria misterius tersebut.
“Hei kutu buku..! apa yang kau lakukan?!”
“Diam.. aku berusaha masuk kepikiran mereka, jika aku berhasil aku bisa mengendalikan mereka.”
Namun sekuat apapun Kevin berkonsentrasi dua pria misterius yang makin mendekat itu tak terpengaruh sama sekali. Lebih buruknya, kedua pria itu kini menodongkan pistol ke arah Kevin dan Mia.
“Mia lari lah..” perintah Kevin tanpa menoleh.
‘bletak..’ senjata api kedua pria misterius itu tiba tiba terjatuh ke tanah, kedua pria itu tiba tiba berusaha keras berbalik arah dengan ekspresi wajah ketakutan setengah mati.
“Mia..? kau..” saat Kevin menoleh ke belakang, Mia berdiri dan melakukan pose yang sama seperti Kevin, matanaya juga terpejam.
“Sudah kubilang aku bisa mengendalikan perasaan orang lain di sekitarku.” jawab Mia sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing setelah memasukan perasaan takut ke dalam dua pria misterius tersebut.
Namun bukan kalimat terimakasih yang keluar dari Kevin “Kenapa tidak dari tadi saja?” ujarnya.
“Aku takut tahu? Kau belum pernah merasakan aura dari seseorang yang memiliki nafsu membunuh segitu besar, oh iya aku lupa, kau tidak berperasaan memang.” Sahut Mia, “Tunggu.. ada lagi yang datang..”
“Mereka lagi?”
“Tidak, mereka tak memiliki per..perasaan, sepertimu. Aku tak bisa membaca perasaanya.”
“Kau benar, aku bisa membaca pikiran mere.. ah..”
“Ada apa?” sahut Mia.
Kevin terdiam sejenak sambil menutup mata. “Mereka berbicara padaku lewat telepati. Jangan lari..”
“Eh..?”
Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam muncul dari pertigaan jalan.
“Masuklah cepat… orang orang itu tadi akan segera kembali” ujar seorang laki laki berusia sekitarr 35an dari dalam mobil tersebut.
“Eh… Anda siapa ya?” Tanya Mia.
“Cepatlah jika kau ingin tetap hidup nona.”
Kevin menarik tangan Mia dan masuk ke mobil hitam itu. “Kita ikuti saja.”

ADVERTISEMENT

Sesaat setelah mobil berjalan. “ini salah satu hal yang tidak kusukai, Linker muda tak berpengalaman.” ujar seorang yang sebelumnya tak kelihatan karena duduk di bangku belakang. Baik Kevin, Pengemudi, maupun pria yang barusan bicara, mereka tak memperlihatkan ekspresi apapun di wajah mereka.
“Linker?” sahut Mia.
“Kita adalah Linker, manusia yang mengalami evolusi otak. Selama ini, hidup orang seperti kita hanya berakhir di dua tempat, di laboratorium ilegal atau pusat penelitian militer milik pemerintah. Orang orang yang mengejar kalian adalah agen rahasia militer.”
“Kenapa mereka memburu kami?”
“Tak bisakah kau mendeduksi alasan tersebut? kau Linker muda yang lelet.” ujar si pengemudi pada Kevin, namun begitu Mia tak merasakan ketegangan apapun antara mereka. “Pemerintah telah lama memburu orang orang seperti kita, yang mereka butuhkan adalah otak kita, berdasarkan penyelidikan yang ku lakukan, mereka ingin membangun senjata dari otak otak kita, senjata yang memancarkan sinyal yang mampu mengendalikan pikiran masyarakat. Beberapa dari kita juga dimanfaatkan untuk keperluan militer.”
“Apakah banyak yang seperti kita?” Kevin bertanya.
“Banyak? tentu saja, kami berusaha membaur dengan masyarakat, memalsukan emosi agar terlihat normal, dan tak meninggalkan jejak telepati atau hipnotis apapun pada orang lain, karena itu dapat membuat kita dilacak. Tapi Linker muda sepertimu yang berlagak seolah kau jagoan telah mengacaukan rencana, membuat kalian diburu. Dan dengar, kami bukan superhero berkepala plontos tua atau bercakar besi yang datang menyelamatkan remaja labil seperti kalian, asal kau tahu, semakin banyak Linker yang tertangkap, pemerintah semakin mudah mendeteksi Linker lain di luar sana, itulah jika kau tertangkap, kau membahayakan Linker lain.”
“Maafkan kami..” sahut Mia. Kevin menoleh kearah Mia.
“Maaf? Meminta maaf untuk masalah ini sungguh konyol, tak rasional dan tak ada gunanya.” jawab pengemudi dengan dingin.
“Apa susahnya bilang, ya tidak apa apa, kau buang buang napas untuk mengatakan sesuatu yang tidak perlu.” balas Kevin pada sang pengemudi.
“Oh.. kau membela gadis ini? Apa kau punya rasa simpati? Jangan konyol.”
“Eh.. sudah sudah..” Mia nyengir berusaha agar tak terjadi konflik karena perkataanya.
“Oh iya, dan kau nona, kau merupakan masalah baru bagi kami. Kau spesies langka, kau berevolusi seperti kami, tapi dalam hal berbeda. Agen pemerintah memasang alat mengacau gelombang otak Linker di lehernya, jadi kami tak bisa mendeteksi atau mengendalikan pikiranya. Tapi kau bisa, kau memiliki frekuensi yang berbeda, dan karena kau berusaha menolong pemuda ceroboh dan bodoh ini, mereka jadi mengetahui keberadaanmu, kini kau juga dalam bahaya.”
“Kumohon hentikan kalimat kasar anda!” Mia menyentak, seketika Kevin dan linker lain di dalam mobil merasakan perasaan marah sesaat. Hal itu membuat semuanya sedikit terkejut.
“Wah wah, ternyata ini lebih menarik dari yang kubayangkan, nona, gelombang otak kita mungkin bisa saling memperngaruhi satu sama lain.”

“Lalu apa rencanamu pak tua? apa kita akan terus lari dan bersembunyi ataukah kita..” sahut Kevin.
“Menyerang..!” sahut pengemudi tersebut. “Besok, kita akan melakukan penyerangan terhadap markas rahasia mereka, kami telah menyusun rencana sematang mungkin. Dan kalian berdua akan menjadi bagian dari rencana ini. Malam ini kalian tidak akan pulang.” jawab sang pengemudi. “Tenang saja, kalian pasti bisa memanipulasi pikiran orangtua kalian.”
“Ngomong ngomong siapa nama anda?” Tanya Mia.
“Itu sia sia, jangan menanyakan hal yang sebentar lagi tidak akan kau ingat sama sekali..”
“Lagi lagi kalimat tidak efisien.” sahut Kevin.

Mereka sampai di sebuah tempat rahasia yang bahkan rute jalanya tak pernah dilalui oleh Mia dan Kevin.
Mia dan Kevin menginap di gudang besar rahasia yang di dalamnya terdapat belasan Linker dari berbagai kalangan dan usia, mereka beraut wajah sama, dingin dan suram seperti robot.

Para Linker berencana untuk menyerang tanpa ketahuan sedikitpun, pertama seorang akan masuk ke markas rahasia dengan menyamar, mengendalikan pikiran petugas cctv dan meretas rekaman data, para linker juga telah memanipulasi banyak hacker sehingga peretasan bisa dilakukan oleh para ahli yang pikiranya juga sedang dikendalikan, setelah meretas keamanan, mereka akan menghapus data data tentang Linker sampai habis, mereka akan membebaskan Linker yang ditahan, dan tahap akhir, mereka akan membersihkan ingatan para petugas disana secara total dan menggantikanya dengan ingatan palsu untuk menghilangkan jejak.
“Hei… apa kau tak pernah merasakan apapun?” Tanya Mia yang tiduran diatas tumpukan kardus di sebelah Kevin.
“Kenapa kau menanyakan sesuatu yang kau tahu jawabanya?”
“Kau tahu, aku tidak begitu pandai biologi, tapi kurasa tak sepenuhnya emosi kalian hilang, hanya saja mengalami penurunan fungsi.” Kevin menoleh ke arah Mia. “Dulu waktu mereka memburu kakakku, aku tahu kakakku sama dinginya denganmu, tapi sesaat sebelum kami berpisah, dia memelukku dengan erat, dan setelah itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Aku tahu kakakku menyayangiku.”
Kevin sedikit bingung, detak jantungnya mulai tak beraturan, “Ah.. ini kah yang namanya sedih?” Kevin membuka mata lebar lebar merasakan detak jantungnya sendiri. “Kurasa emosimu barusan mempengaruhi gelombang otakku.”
“Jadi aku bisa membuatmu merasakan apa yang kurasakan?”
“Secara teknis iya, jika kita menyesuaikan frekuensi otak kita, kita bisa saling mempengaruhi seperti yang dikatakan si Hendra itu..” jawab Kevin.
“Hendra? maksudmu pengemudi tadi? Bagaimana kau tahu namanya?”
“Kau memang bodoh ya? Tentu saja aku masuk ke pikiranya, sebelum dia merubah frekuensi otaknya dan memblokir pikiranku dari memasuki pikiranya. Dan juga, apa kau selalu mengambil keputusan berdasarkan perasaan? Selalu merasakan segala hal di sekitarmu? Jujur saja aku tak bisa membaca pikiranmu karena kau jarang berpikir secara rasional dan jika kau berpikir pasti ada bias emosi di dalamnya, sehingga tak mampu ku baca.”
“Iya, kau benar sekali.”
“Dan kau tak bisa mengenali emosimu sendiri karena emosimu selalu terbias dengan emosi orang orang di sekitarmu?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Aku hanya memperkirakan, kau harus tahu bahwa itu akan menghancurkanmu, kau selalu peduli dengan perasaan orang lain dan mengutamakan mereka, tapi kau tak sadar dengan perasaanmu sendiri, dan jika kau tak menggunakan rasionalitasmu dalam mengambil keputusan mungkin kau akan menguntungkan orang lain, tapi merugikan dirimu sendiri.”
Mereka berdua terdiam sejenak.

“Kevin.. apa kau pernah merasa bahagia? Senang?”
“Tentu tidak, aku bahkan tak paham apa itu artinya.”
“Lalu bagaimana kau bisa menjalani hidup? Jika kau tak bisa merasakan kebahagiaan tapi terus berusaha membuat kemajuan dalam kehidupan, apa bedanya dirimu dengan robot?”
“Aku tak menyangkal itu, mungkin aku mesin biologis, jika aku tidak berpegang pada prinsipku tentang ‘hidup yang tertata’ mungkin sudah tak ada lagi tujuanku untuk hidup, hidup tak ada artinya.”
“Bagaimana jika aku membuatmu merasa bahagia? Kau bilang aku bisa memanipulasi perasaan sama sepertimu memanipulasi pikiran, aku bisa memasukan perasaan pada kekosongan hatimu..”
“Hati itu organ pencernaan dan ekskresi, biologimu dapat berapa sih?. Kau ini, pikirkan dirimu sendiri, bagaimana menyelamatkan dirimu sendiri, kau terlalu peduli dengan orang lain.” Kevin memejamkan matanya. “Hei.. Mia..” panggilnya dengan suara lirih.
“Iya?”
“Apa kau tahu apa itu ikatan kimia?”
“Aku tidak begitu paham dengan pelajaran Kimia.”
“Di dunia ini ada atom atom yang tidak stabil, ada yang cenderung melepas electron atau muatan listriknya, ada yang cenderung menerima elektron, untuk menjadi stabil mereka harus berikatan membentuk ikatan elektron yang stabil. Ikatan itu disebut Elektrovalensi”
“Aku tetap tidak mengerti, dan kenapa kau membicarakan hal itu?”
“Aku ingin membuat kesepakatan denganmu, mari membuat ikatan kimia, kita akan saling melengkapi, dengan begitu kita bisa stabil. Kau memberiku emosi, aku akan memberimu kesadaran dan rasionalitas.” ujar Kevin.
“Bukankah itu sama dengan yang kubilang tadi? Aku bisa membuatmu merasa..”
“Dasar bodoh, itu sepihak namanya, kalau saling melengkapi berarti aku juga harus melengkapi kekurangan, kebodohan dan kekosongan kepalamu.”
“I..iya, aku setuju” Mia terenyum.
Kevin membuka matanya, detak jantungnya berubah irama lagi, tapi kali ini membuatnya merasa nyaman dan tak pernah dibayangkanya sebelumnya. “hei… hei, perasaanmu mempengaruhiku lagi, apa ini..?”
“Itu namanya rasa senang atau bahagia.”

Keesokan harinya, para Linker mempersiapkan segala keperluan demi penyeranganya, yang dewasa membekali diri mereka dengan pistol, sementara yang muda seperti Mia dan Kevin hanya sebagai pengawas, gelombang otak Mia yang mampu merasakan perasaan orang lain diandalkan untuk mendeteksi agen pemerintah yang memakai pengacau gelombang otak di leher mereka. Di depan markas telah berdiri belasan hacker dengan tatapan kosong, pikiran mereka semua dalam kendali Hendra, Linker yang mengetuai penyerangan.

Malam hari pun tiba, dari tahap penyusupan, peretasan dan penerobosan masuk tanpa di ketahui telah berhasil.
“Cepat selamatkan linker yang ada..!” perintah Hendra. Sementara Kevin dan linker lain berusaha mengontrol pikiran semua petugas di markas tersebut. Di pojok markas, Mia menahan lima orang petugas yang memakai pengacau gelombang otak di leher mereka, Mia memberikan rasa depresi buatan pada mereka sehingga mereka tak mampu melakukan apapun termasuk perlawanan.
“Awas..!” sentak Kevin melompat menerjang tubuh Mia, sebuah peluru hampir menembus kepala Mia.
“Aku tidak punya waktu untuk basa basi tentang ‘apa kau tidak apa?’ jadi bangun dan jangan ceroboh lagi” tukas Kevin setelah menyelamatkan hidup Mia, dia segera mengontrol pikiran petugas yang lolos dari pengawasan para linker dan menembakan peluru ke arah Mia beberapa saat lalu.
“Terimakasih..” jawab Mia.

Misi berjalan dengan lancar, para petugas dalam markas telah dihapus ingatanya secara total mengenai pekerjaan mereka, kemudian para linker memasukan ingatan palsu bahwasanya mereka adalah pegawai pemerintahan di bidang sipil, semua jejak dan data data tentang Linker disapu bersih, membuat seolah linker menghilang dari muka bumi.
“Misi telah berjalan dengan lancar dan semuanya selamat.” ujar Hendra saat semua telah berkumpul di gudang rahasia para linker, di dalam sana jumlah linker bertambah karena mereka berhasil menyelamatkan linker yang di tahan. “Sekarang adalah misi terakhir kita.”
“Eh.. masih ada tugas lagi? Bukankah semua sudah selesai?” ujar Mia.
“Tidak Mia..” jawab Kevin.
“Kita akan menghapus ingatan masing masing tentang misi ini dan semua yang berhubungan dengan linker, menghapus nama dan identitas orang orang yang kita temui di gudang ini!” ujar Hendra memerintahkan.
“Tu..tunggu..!” sentak Mia, “Kenapa kita harus menghapus ingatan kita tentang semua ini? dan terlebih kenapa kita harus menghapus ingatan tentang semua orang disini? Bukankah itu artinya kita semua tak akan saling mengingat dan saling mengenal?”
“Itulah tujuan utamanya nona, ini demi keselamatan kita semua. Kemungkinan terburuknya adalah, jika pemerintah menangkap satu saja dari kita, mereka akan menggali ingatan kita dan akan menemukan Linker lainya yang ada dalam ingatan kita, mereka akan memburu Linker Linker yang kau kenal. Untuk menghindari itu kita harus melupakan satu sama lain.”
“Tapi..”
“Mia.! Aku bisa merasakan resonansi gelombang otakmu, kali ini aku bisa merasakan perasaanmu, tapi biarkan aku memasukan pemikiran rasionalku padamu, bahwa ini adalah satu satunya jalan yang aman.” sahut Kevin tanpa berbicara, ia berkomunikasi langsung secara telepati pada Mia karena frekuensi otak mereka berada pada titik yang sama saat itu.
“Tapi kau akan melupakanku dan aku akan melupakanmu.”
“Benar sekali, tapi percayalah padaku, kita tak akan melupakan ikatan kimia itu.”
Dengan berat hati, Mia mengangguk.

Misi terakhir penghapusan ingatan dimulai, semua Linker dalam gudang telah terhapus ingatanya, termasuk Mia, kecuali Hendra, sebagai ketua, dia harus berdiri paling akhir, dan membantu para linker ketika mereka semua sadar. Setelah itu barulah Hendra menghapus ingatanya sendiri.

Beberapa bulan kemudian, semua berjalan dengan normal, seolah tak pernah terjadi apapun. Kevin menjalani kehidupanya sedingin sebelumnya, begitu juga dengan Mia. Tak satu pun dari mereka yang ingat tentang apa yang terjadi.
Suatu sore di atas atap gedung Sekolah mengah atas.
“Hai.. lama tak jumpa” Ujar seorang gadis berambut coklat bergelombang.
“kau…” Kevin merasa kepalanya sedikit pusing.
“Kevin kan? Maaf, bisakah kau mengajariku tentang materi ini..” ujar Mia sambil menyodorkan buku pelajaran yang terbuka dengan judul materi “Ikatan Kimia” Gadis berambut coklat itu tersenyum hangat pada Kevin “Elektrovalen.”
Semua Ingatan terhapus, tapi tidak dengan perasaan Mia.

TAMAT

Cerpen Karangan: Aliffiandika
Blog: aliffiandika.blogspot.com
Siswa SMAN 6 MALANG

Cerpen Elektrovalensi Jiwa merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Kuil Tua Pembawa Jiwa

Oleh:
“Andai pada waktu itu, aku berhasil menghalang mereka… Aku tak akan dikejar rasa bersalah seperti ini”. Ucap seorang remaja wanita bernama alejandra. Yang termenung di bawah rembulan malam. 2

Awal dari Sebelum Penciptaan Manusia (7)

Oleh:
*Kembali ke karakter utama ..mm? Ada yang aneh dengan alam bawah sadarku… aku merasa… ada seseorang disini selain aku… apa mungkin Alsyah?… tidak, aura ini sangat berbeda dengannya “Salam

Kursi

Oleh:
Malam beku. Butiran-butiran hujan perlahan jatuh membasahi bumi. Sunyi. Senyap. Tak ada suara lain yang terdengar. Nampaknya, hujan pun akan terus memenangi malam. Mungkin hingga esok kala fajar tiba,

Marvirath (Part 1)

Oleh:
Sir Thomas Jefferson berjalan santai menuju ruang baca sambil membawa secangkir teh panas, kemudian dia duduk di kursi besar dekat perapian dan menikmati tehnya. Sesekali Sir Thomas melihat ke

The Sychotic Witch

Oleh:
“Hei, bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tak berjumpa.” Kemudian, gadis berambut coklat itu duduk di sebelahku. Aku hanya mengangguk-nganggukan kepalaku pertanda bahwa aku baik-baik saja selama ini. “Hilangkan kebiasaanmu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

15 responses to “Elektrovalensi Jiwa”

  1. Nanda Insadani says:

    Wah, ini baru namanya cerpen “Sci-Fi”!
    Tak hanya menghibur, tapi juga mengajarkan pengetahuan. Cerpenis yang hebat! 🙂

  2. Alif Mahfud says:

    Wah keren mas bro… Hahahah,, gk deh gw 18 tahun, mungkin lo sama atau lebih muda.. yaps ok lah 😀
    Jadi gw ngefans nih ceritanya sama cerpen loh, kenapa? Karena gw udah puluhan kali untuk berikir akan menulis tentang linker dan sampai namanya pun sepertinya ide gw sama kayak lo, tapi sayangnya gw baru ingat sekarang. It’s ok.. Daan yang bikin gw ngefans adalah, isi cerpen lo yang benar2 asyik, seru, dan sumpah ngejelasin banget nih apa yang belum sampai kepikiran di otak gw selama ini tentang linker. wkwk.. gw cuma memikirkan tentang fiksinya sedangkan elu langsung sama penjelasannya.. mungkin nih ya klo orang luar baca ini tulisan lo, mereka bakalan adain khusus penelitian dan endingnya lo disuruh bikin cerita (Mungkin Novel) berdasarkan hasil penelitian itu.. Terus difilm-in, orang luar bakal suka, baru deh orang indo ikut2an,, hahah.. :V Gk maksud sih, tapi emang adanya gitu 😀
    Ohya, nama lo keren banget sob. Itu gabungan nama gw, kakak ke 7 dan ke 8 gw, yaitu : Alif, Asfian, dan Aldika.. Jadilah Aliffiandika wakwaw 😀
    Thanks For Ceritany.. Cerpenmu, minta yang ini dong jadi juaranya 😀 Cerpen of the month 😉

    • moderator says:

      Tenang aja kita cukup peka kok sama cerpen cerpen berkualitas… ^_^ cerpen ini memang termasuk salah satu cerpen yang kita tandain sebagai salah satu kandidat COTM next month, hanya soal bisa juara atau enggak, hmn… terlalu cepat buat memutuskan… ini baru sepertiga bulan, tau sendiri lah persaingan antara para kandidat COTM cerpenmu kan lumayan ketat, will see… ^_^

  3. khairunnisa pertiwi says:

    Keren!!
    Abis baca nih cerpen, gak tau mau ngomentarin apa.
    Langsung aja dah dicap ‘keren’. Hanyut dalam ceritanya, tapi gak bisa ngoment -_-“. What is that??

  4. putri amelia says:

    sukaa banget ini cerpen , kerenn ♥ b-a-n-g-e-t jadi tertarik buat belajar bidang sains ^_^

  5. aghnia nur anisa says:

    Waw. Kak alifiandika keren banget.

  6. Marta Purnama Sari says:

    Keren banget cerpennya anak malang punya

  7. ikvina says:

    ceritanya keren, gak terduga .. hebat kamu Kak

  8. meirna says:

    keren ceritanya. gue berharap bisa dibuat novel. jadi ceritanya lebih detail, lebih banyak deskripsi.
    apa tuh linker. apa tujuan pemerintah. setting yang dipakai tahun brp, dsb.
    syukur syukur kalau jadi film. pasti amazing banget deh. 😀

  9. Sevira says:

    Kereeeeeeeeeen!!! Aku suka bgt ceritanya..
    Good job Alfiandika..

  10. Nita Rahma says:

    Keren banget, di awal-awal aku pikir mirip anime charlote, yah ada beberapa bagian yang bikin aku inget anime itu, tapi aku pikir cerita ini idenya lebih cerdas. Keren banget pokoknya.

  11. Emi Nuraeni says:

    Gilaaaa kereeeennn bgt.. kalo di jadiin film pasti seru..

  12. Leizchenaultia says:

    Endingnya mantap <3 sukaaa duuhh

  13. Rere Reisha says:

    EMEIJING GILLLAAAA!!!!!

  14. Andara Claresta Rabbani says:

    Bagus banget. Cocok untuk di jadinya film. Suka deh sama cerpen karya kak Aliffiandika. Good job

Leave a Reply to Leizchenaultia Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *