Interstellar

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 15 June 2016

“Aku akan kembali…”
Hari ini lagi lagi kulewati, dengan suatu hal yang membuatku selalu bertanya, kulewati setiap hariku dengan rasa ingin tahuku yang setiap hari terus dan terus bertambah dan semakin menjadi. Dengan terus berpikir kulangkahkan kakiku ke perpustakaan sekolah. Sepi.. Itulah suasana tempat ini setiap harinya, terkadang hanya ramai saat mendekati ujian sekolah. Kucari buku itu… Buku Relativitas Einstein… Ya! Betul sekali. Hal itulah yang membuatku sangat penasaran, dan karena relativitas timbul lagi permasalahan baru yaitu time dilation atau pemelaran waktu yang merupakan konsekuensi dari relativitas khusus.

“Bagaimana jika aku masuk lubang hitam? Apakah aku akan mati atau aku akan ada di galaksi lain?” Gumamku dalam hati.
“Doorrr…”
“Astagfirullah!” Teriakku. Dasar nih bocah, sadarkah mereka kalau ini perpustakaan. Buat malu aja. Mereka adalah dua sahabatku. Sejak Taman Kanak-kanak sampai SMP kami bersekolah di tempat yang sama. Renis dan Vita
“Ssssttt… Diamlah atau pelankan suaramu, ini perpustakaan.” Ucapku sedikit berbisik
“Ya, aku tahu” Ucap Renis dengan nada yang sama
“Baca apa?” Tanya Vita
“Nih, lihatlah..” tunjukku dengan dagu.
“Ini aja yang kau baca tak ada yang lain kah..” timpal Vita. Aku hanya mendengus, gimana aku bisa baca buku lain, ini aja udah bikin bingung aku. Dua hari kemarin, dua makhluk ini memergokiku membaca buku ini. Tidak heran kalau hari ini Vita berkata seperti itu. Sebenarnya buku ini kutemukan di tumpukan buku dan sampulnya juga sudah usang. Buku ini berjudul Relativitas.
“Aku mau cari buku genetika ah..” Lanjut Vita.
“Aku mau cari… Buku Fosil.” Sahut Renis. Kami bertiga membaca buku sambil menunggu bel masuk.

Keesokan harinya
Aku kembali ke perpustakaan. Kali ini sepertinya aku akan sendiri, dengar-dengar kelas mereka berdua ada ulangan harian, mungkin mereka akan lebih memilih belajar di kelas.
Aku mencari cari buku Relativitas itu, tapi sepertinya tidak ada. Aku tak habis pikir siapa yang mau meminjam buku usang seperti itu.
“Kau mencari ini, nak?” Ucap seseorang yang sepertinya dia sudah lanjut usia.
Kubalikkan badanku, “Iya, terima kasih, pak. Apakah aku boleh meminjamnya?” Ternyata itu penjaga perpustakaan.
“Itu untukmu.” ucapnya
“Benarkah? Terima kasih, pak.” Ucapku sambil membungkuk.

– Malam hari di rumah –
Malam ini ku tulis artikelku dan yang kuketahui tentang Relativitas dan hubungan dengan Time Dilation dan juga Black Hole. Semua teoriku kutulis dalam bahasa inggris dan mengirimkannya ke NASA lewat E-mail. Semoga artikel ini bermanfaat bagi umat manusia. Amin

Keesokan hari
Hari ini aku mendapat konfirmasi dari NASA. Mereka menyuruhku untuk mengirim identitas diriku secara lengkap. Aku menjadi sangat penasaran dan juga takut, apakah teoriku salah?
Dengan perasaan campur aduk, aku mengirim identitas diriku secara lengkap. Setelah itu tidak ada tanggapan adapun. Tak ada balasan

3 tahun kemudian…
“Eh… Tunggu…” Teriakku pada dua sejoli itu. Benar! Vita dan Renis. Walaupun sudah bersekolah tingkat SMA, kami bertiga terus bersama.
“Aku dulu..”, “Tidak aku yang duluan” teriak mereka berdua berebut posisi siapa yang dahulu tiba di perpustakaan. Tempat ini adalah tempat favorit kita dari Sekolah Dasar sampai sekarang ini.
Sekarang pun aku masih menekuni astronomi dan relativitas. Vita dan Renis juga masih sama. Di perpustakaan baru ini banyak ilmu baru yang kami peroleh.
Malam ini. Lelah sekali. Aku membuka laptopku. Betapa terkejutnya saat aku melihat email. Ternyata… Dari NASA. Langsung saja aku buka dan isinya ternyata…

Aku segera bergegas ke planetarium. Disana aku disambut dengan segerombol orang ras kulit putih berjaket dan ada yang bertuxedo. Jaket tersebut berlogo yang sangat kukenal logonya. Kami berbincang dengan bahasa inggris.
Aku melangkah pulang. Memandang setiap langkahku. Melihat sekeliling, mungkin saat aku kembali semua akan berubah. Aku bingung. Senang dan sedih itu kurasakan sekarang. Senang karena impianku akan segera tercapai, tapi aku harus meninggalkan semuanya. Orang tuaku, saudaraku, teman dan sahabatku. Dan tanah airku.
Pertama aku akan menyampaikannya pada ibu dan ayah. Dari A sampai Z. Orangtuaku menyetujuiku. Alhamdulillah…

Keesokan hari
Sekarang saatnya mengucapkan salam perpisahan pada sahabatku. Hufff… Semoga lancar
“Baca apa?” Kataku menyapa kedua sahabatku di perpustakaan.
“Ini nih, Kisah Mendel Mengawali Ilmu Genetika.” Sahut Vita semangat.
“Aku, Cara Menjadi Arkeolog.” Jawab Renis sambil membolak-balik sampul buku tersebut.
“Aku ada sesuatu nih…” sambil merogoh kantong. Dan memberikan gantungan kunci tersebut. Gantungan kunci berlogo NASA
“Tumben baik.” Celetuk Renis
“Eh, gimana loh bisa dapet ini?” Sahut Vita
“Eh, Menurut kalian, bagaimana jika aku pergi? Sepertinya lama. Aku gak tahu pasti.” Kataku berharap tidak membuat mereka sedih.
“Emang mau kemana?” Tanya Renis penasaran.
Akhirnya kuceritakan semuanya berharap mereka tidak marah, berharap mereka mendukung.
“Oh… Ok hati-hati disana lho. Nanti kalau ada alien jangan kabur.” Canda Renis. Tahu aja kalau aku takut alien.
“Eh tapi kenapa kau tak tahu kapan akan kembali?” Tanya Vita
“Aku mendapat tugas untuk mencari sebuah planet yang dapat ditempati makhluk hidup. Aku harus menjelajahi Galaksi Bimasakti dan untuk menjelajahinya aku harus menggunakan kecepatan cahaya karena jaraknya sangat sangat jauh. Dan karena aku bergerak dengan kecepatan cahaya, waktu di sekitarku melambat dan waktu bumi tetap normal. Karena itu aku tak tahu akan kembali kapan.” Terangku panjang lebar
“Oh… Apa! Bagaimana bisa kau…” Ucap mereka serentak. Aku hanya tertawa kecil.
“Eh.. Aku lupa aku juga punya sesuatu.” Ucapku pura pura tersentak untuk mengalihkan pembicaraan. Aku ingat aku punya 3 jam berbentuk kalung. Kuberikan 2 jam itu pada mereka. Sebenarnya jam itu untuk hari sahabat.
“Saat aku kembali nanti kita akan membandingkannya.” Sambungku
“Kukira tadinya kau bercanda, baiklah kami akan selalu berdoa untukmu.” Ucap Vita
“Terima kasih. Aku akan segera kembali.”
Go for main engines. Start T minus 10 9 8 7 6 5 Main engines start 4 3 2 1 Booster ignition and…

Inilah dia ruang angkasa. Sangat luas. Dan gelap. Satu persatu badan roket terlepas. Hingga kini saatnya meluncurkan pesawat Warp. Pesawat yang dapat mencapai kecepatan cahaya bahkan melebihnya.
Aku tidak sendirian. Disini ada beberapa kru yang berasal dari negara yang berbeda beda. Ada dari Jepang, Inggris, Korea, dan negara tetangga, Malaysia. Mereka semua lancar berbahasa inggris, disini kami berbicara dengan bahasa inggris. Terkadang aku juga cukup memahami bahasa Malaysia. Maklumlah, dari SD sampai SMP Upin Ipin adalah serial animasi favoritku.

Tak lama kita sudah melewati sabuk Kuiper. Keluar meninggalkan tata surya kita, waktu yang seharusnya ditempuh dengan waktu belasan sampai puluhan tahun, hanya ditempuh 1 jam dengan kecepatan cahaya. Disana kami menemukan lubang berwarna hitam, sangat gelap dan pekat. Benar itu wormhole. Yang diyakini dapat membawa kita ke semesta lain. Kami pun memasukinya. Wormhole disini bukan saluran blackhole. Kata profesor, ada yang memindahkan lubang ini.
Pesawat kami mulai memasuki tranversable wormhole. Gelap… Pekat… Mesin pesawat kami mati. Dengan kecepatan yang kami tidak ketahui, kami meluncur sampai seakan-akan kami tertarik ke belakang. Aneh sekali kami tidak mengalami spaghetifikasi seperti di blackhole
Ini dia galaksi lain. Setelah itu mesin pesawat kami kembali menyala. Setelah melihat peta navigasi di pesawat ternyata kita berada di ujung barat Galaksi Meisser 104 atau yang lebih dikenal sebagai Galaksi Sombrero. Wow.. Coba bayangankan.
Dari sini kami menuju ke timur. Lamanya kami menelusuri membuahkan hasil. Sebuah sistem tata surya. Mirip sekali dengan tata surya yang sangat aku kenali, yang selama ini aku tinggal di dalamnya. Hanya saja cuma ada 5 planet raksasa yang mengorbit bintang raksasa yang ada di tata surya ini. Bintang ini tidak seperti matahari yang berwarna merah oranye dengan bintik hitam, bintang ini berwarna putih sedikit biru dan bersih dari yang namanya bintik hitam. Terlihat sebuah planet memiliki kenampakan seperti bumi. Memiliki laut, atmosfer, tumbuhan dan yang paling utama, oksigen. Kami pun mendaratkan pesawat kami disana. Mengesampingkan empat planet lainnya.
Tempat ini benar benar seperti bumi pada zaman neolitikum. Masih sangat asri. Menurut robot serba guna kami, gravitasi disini 5 kali lebih besar dari bumi.
“Itu berarti waktu berjalan lebih lambat disini.” Ucapku pada semua kru.
“Dan disini semua benda menjadi lebih berat. Kalau begitu cepat kumpulkan beberapa sampel tumbuhan, tanah, dan air. Kalau memang ada hewan, tangkap saja.” Ujar leader kami dari Inggris.
Dengan beban yang 5 kali lebih berat kami mengumpulkan sampel. Saat kami mengumpulkan sampel. Tiba tiba…
Doorrr…
“Cepatlah! Di planet ini hanya terdapat sedikit gunung dan kemungkinan dapat beranak. Di area kita sekarang ada 3 gunung. Lihatlah, salah satunya aktif. Gunung itu menyemburkan awan panas.” Ucap kapten tim kita yang kami dengar lewat earphone khusus. Karena kami berpencar

ADVERTISEMENT

Kami segera berlari ke dalam pesawat. Setelah kami semua berkumpul, ternyata kami kehilangan satu orang. Abdul Razak dari Malaysia. Kami mencoba mencari disekitar pesawat karena tidak mungkin dapat mencari ditempat kami mengumpulkan sampel tadi. Akhirnya aku melihatnya. Dia sedang bersusah payah berlari. Dengan awan panas yang mengejarnya
“Hei itu dia! Hei?…” Teriakku pada semua tapi mereka malah berlari menuju pesawat
“Din, kau harus cepat ke pesawat tidak ada waktu lagi.” Perintah kapten.
“Tapi…”
“Sudahlah!”
Kulihat dia sedang membawa sampelnya dan menaruhnya pada alat pelontar. Ditekannya alat itu dan sampelnya melambungkan ke arahku.
“Yak… Dapat.” Ucapku berhasil menangkap sampel itu.
Razak sepertinya mengisyaratkan aku agar kembali ke pesawat. Dia mempelankan larinya hingga akhirnya dia berdiri tegak. Dia memberiku hormat seperti memberi hormat pada bendera saat upacara hari kemerdekaan ataupun saat upacara senin di sekolah. Dengan berlinang air mata aku berlari menuju pesawat. Pesawat meluncur dengan cepat meninggalkan planet itu.

Di pesawat aku hanya bisa menangis. Tak ada yang bisa aku salahkan. Razak. Dia sangat baik. Seorang remaja yang taat beribadah. Dan semangatnya yang mengantarkannya sampai pada misi ini.
“Sudahlah…” Bisik kapten. Tak kuhiraukan
“Sebagai kapten, aku telah gagal. Ayo lanjutkan misi ini dan selesaikan.” Ucapnya menyemangatiku
Aku berdiri perlahan mengumpulkan mentalku. Aku bisa. Aku harus bisa. Aku akan kembali dengan selamat.
“Baiklah, kita akan kembali ke bumi lewat transversable wormhole yang sama” Tanya kapten.
“Kapten, saya punya saran. Kita harus berpencar, sebagian dari kita akan kembali ke bumi melewati transversable wormhole tadi, dan sebagian lagi membangun wormhole di planet tadi.” Saranku
“Membangun wormhole? Apa bisa?.” Ucap temanku dari Korea. Jung So Gyo
“Bisakah kau bawa aku ke planet tadi.” Mohonku, pada kapten dan tak menjawab pertanyaan So Gyo
“Tapi sedang terjadi erupsi di sana. Tidakkah kau melihatnya.” Jawab kapten.
“Kita tidak akan ke wilayah itu. Akan aku tunjukkan suatu tempat.” Jelasku
“Baiklah, tunjukkan jalannya.” Tegas kapten.
Kami kembali ke planet itu dan menuju tempat di sekitar lokasi erupsi. Akan tetapi dampak erupsi tidak mencapai tempat itu.
“Wow, tempat apa ini?!” Ucap So Gyo tertegun.
Mereka tertegun…
“Astaga. Mungkinkah ini tempat yang hanya berisi anti-materi?” Tebak kapten
Sekali lagi… Mereka tertegun… Melihat tempat ini. Disini tanahnya seperti gurun tandus dengan batu yang melayang-layang. Benar. Tempat ini tidak mempunyai gravitasi.
“Tidak. Materi dan anti-materi disini saling bekerja sama.” Jelasku
“Bagaimana bisa?” Tanya kapten
“Aku juga tidak tahu. Disini kita akan membuat wormhole. Salah satu bahan wormhole yang akan membuat wormhole kita tak akan mudah runtuh ada disini.” Jelasku
“Benar! Anti-materi! Ini anti-materi berjenis anti gravitasi.” Seru So Gyo
“Ok ok, kau ahlinya fisika. Ayo cepat kalian buat wormholenya. Aku akan kembali ke bumi.” Perintah Kagata, temanku dari Jepang.

Kami membangun wormhole di sana. Sebuah wormhole sederhana yang tidak akan runtuh. Ini semua berkat anti-materi. Wormhole ini istimewa. Dia bisa menyambungkan diri dengan wormhole lain. Dengan wormhole terdekat. Dan yang terdekat adalah wormhole yang kami gunakan sebagai transportasi untuk kesini. Setelah selesai kami segera menghubungi Kagata.
“Bersiap! Kagata!” Teriak Kapten lewat alat khusus komunikasi
“Kagata!” Teriak So Gyo

Kita segera kembali ke bumi. Kita telah disambut dan dengan cepat kita mengusungi semua manusia berakal tinggi, pemuka agama, Keluarga kru, dan tokoh penting lainnya, termasuk pasukan keamanan. Dengan pesawat warp yang sangat besar tapi lebih lambat. Hanya 90% kecepatan cahaya. Kami memandu, dari memasuki wormhole sampai tiba di planet itu.
Saat sampai, orang kedua yang menginjakan kaki di tempat ini adalah orang tua kami. Mereka sudah tua sekali. Bahkan ayah Kapten Kurz sudah tiada
Vita dan Renis pun ikut. Karena mereka dua orang penting dalam ilmu pengetahuan.
“Kapten, ayo cari tubuh Razak” usul temanku Steve, dari Inggris.
“Benar! Ayo.” Perintah kapten.
Setelah pergi ke tempat erupsi. Betapa kami terkejut
“Wow anak gunung! Apakah gunung disini aktif dan dapat beranak?” Tanya Kagata
“Benar sekali” jawab So Gyo
Kami melihat sekeliling. Dan kami melihat tubuh Razak yang kaku dan mengeluarkan asam seperti es yang meleleh.
“Bagaimana bisa? Dia seperti di cryonic” sahut So Gyo
Ya. Tubuh Razak membeku. Seperti es. Persis seperti es.
“Itu berarti Razak masih bisa….” Ucapku terpotong
“Benar. Razak masih bisa hidup.” Sahut kapten
Kami segera membopong tubuh Razak dan memberikannya ke ahlinya cryonic
Setahun kemudian. Di bumi baru.
“Aku melewati bintang bintang, gugus, dan nebula. Itu sangat menyenangkan bila diingat.” Ucapku
“Walaupun kita sudah aman. Tapi aku jadi teringat sekolah kita. SD, SMP, SMA. Aku sangat merindukan tempat itu.” Ujar Vita
“Benar. Bagaimana pun kita tetap tidak mungkin kembali ke sana.” Kata Renis
“Hey… Boleh kami bergabung.” Mohon Kurz yang tiba tiba datang bersama Razak, Steve, dan Kagata.
“Bergabunglah”

Cerpen Karangan: Ladinna

Cerpen Interstellar merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tak Akan Terlambat Lagi

Oleh:
Sial kata hatiku, aku terlambat lagi. Ku berlari sambil terus memperhatikan jam di pergelangan tangan kiriku. Rasanya aku akan dimarahi lagi oleh Kepala Sekolah. Sekian lama berlari, akhirnya sampai

Wasiat

Oleh:
Dimana aku, berlalu. Membawa semua.. semua? semua? “Oh my God. Lusiiii?” aku terpaksa berteriak karena tak tahan lagi mendengar ocehan Lusi. Aku yang berusaha menghafal puisi yang ku buat

Arwah, I Love You

Oleh:
Disinilah aku saat ini, menangis sendirian di sebuah lorong belakang sekolah, mencoba menyendiri dan menenangkan diri. Apa salahku? Mereka selalu saja membullyku, tidak ada yang membelaku sama sekali. Oh

Lelaki Dan Layangan

Oleh:
Sebuah Pesan (yang tidak penting) untuk istri tercinta… Sebuah layangan sederhana telah dibuat oleh seorang lelaki. Dengan kecintaan dan ketulusan yang sejati dia mencoba membuat layangan ini indah walupun

Ruang Lingkup Waktu

Oleh:
Rara dan Haidar adalah sepasang kekasih. Masih menginjak usia belia dan mengalami pubertas, tentu saja pacaran adalah hal yang tidak tabu dikalangan remaja. Batasan dan faktor-faktor mengenai pergaulan bebas

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *