Kursi

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 28 January 2016

Malam beku. Butiran-butiran hujan perlahan jatuh membasahi bumi. Sunyi. Senyap. Tak ada suara lain yang terdengar. Nampaknya, hujan pun akan terus memenangi malam. Mungkin hingga esok kala fajar tiba, siapa yang tahu. Mentari. Nama yang indah, bukan? Ya, Mentari merupakan nama dari seseorang. Seorang gadis berusia 16 tahun. Masih belia dan segar bak mawar yang baru saja tumbuh merekah. Tidak. Bukan karena ia lahir di pagi hari, maka ia bernama Mentari. Tetapi, kedua orangtuanya memiliki harapan untuk gadis kecil mereka. Satu harapan kecil yang sederhana. Mereka berharap agar kelak Mentari dapat memberikan cahaya dan sinar kebaikan kepada orang-orang di sekelilingnya di mana pun ia berada. Sebuah harapan kecil yang berdampak besar di dalam kehidupan.

Selaras dengan namanya, Mentari adalah gadis yang cantik. Tak hanya cantik parasnya, tetapi juga cantik hatinya. Ia memiliki kulit berwarna cerah yang menyerupai warna kuning langsat. Rambutnya yang hitam legam selalu terurai. Bola matanya bening kecokelatan. Tak lupa, seuntai senyuman manis selalu terpancar dari bibirnya. Di usianya yang masih belia, tanpa disangka ternyata Mentari telah menjadi seorang penulis terkenal. Ia sangat masyhur di kota tempat ia berada. Tak ada satu orang pun yang tak mengenal namanya. Nanda Mentari Raqilla. Sebaris nama indah pemberian orangtuanya. Telah dapat dibuktikan bahwa ia benar-benar gadis yang bahagia. Bahagia? Benarkah? Rasanya tidak untuk malam ini. Apa yang sedang terjadi pada Mentari kecil itu?

Mentari baru saja mendapat sepucuk surat. Lipatan kertas tersebut ternyata adalah sebuah naskah. Tinta yang tergoreskan di atas kertas itu tampak rapi. Kata-katanya mengalun sangat indah. Kalimat demi kalimat berbaris teratur, mengalun bak melodi nyanyian dengan simfoni yang sangat menyentuh hati. Diiringi dengan sampul berwarna hitam bermotif polka dot, tak membuat naskah tersebut redup. Tetapi, justru semakin menambah kesan istimewa nan tersendiri.

Ternyata, naskah tersebut bukanlah sebuah naskah biasa. Naskah tersebut merupakan sebuah naskah yang menyuarakan suatu kisah dari seseorang yang tak dikenal olehnya. Mentari yang semula menganggap bahwa naskah itu hanyalah naskah biasa. Tetapi ia telah keliru. Naskah tersebut sangat unik, yaitu menceritakan tentang sebuah kursi. Kursi yang berbeda pada kursi umumnya. Kursi yang lain daripada yang lain. Terdapat satu untaian kalimat yang unik dan berbeda. Siapa saja yang membacanya pasti akan bergidik ngeri.

Mentari sangat ketakutan. Ia tak tahu apa arti dan makna dari semua ini. Ia tak dapat berpikir jernih. Ia hanya merasa ketakutan yang amat sangat. Peluh pun seketika bercucuran membahasi wajah dan lehernya. Segera ia menutup lipatan naskah itu dan menyudahi untuk membacanya. Tak dapat ia teruskan untuk membaca kalimat-kalimat selanjutnya. Mencekam. Satu kata yang dapat melukiskan perasaan Mentari saat ini. Tiba-tiba, lampu padam. Ia semakin panik. Beruntung, ia membawa handphone. Maka, ia segera menyalakan lampu flash di handphone-nya untuk menerangi ruangan itu.

Saat itu juga, Mentari merasa bahwa ada seseorang yang sedang mengarah ke ruangan tempat ia berpijak. Tidak, ia tidak salah. Ia tidak sedang berhalusinasi dan itu bukan sekedar imajinasi belaka. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa seseorang tersebut sudah berada sangat dekat dengan dirinya. Ia dapat merasakan kulit mereka saling bersentuhan. Ia tak dapat berkata-kata. Kelu, yang ia rasakan pada lidahnya. Tak berapa lama, lampu kembali menyala. Seiring dengan itu, ia segera melihat ke arah cermin untuk mengetahui siapa yang tengah bersamanya kala itu. Alangkah terkejutnya ia, ketika melihat seseorang yang tengah memakai topeng sedang memegangi lengannya sambil membawa sebilah pisau yang sangat tajam. Mata pisau yang mengkilat itu telah tertuju ke arahnya. Tak sanggup lagi ia melihat ini semua. Tiba-tiba ia merasa semuanya berubah menjadi gelap dan…

Keesokkan paginya, Mentari terbangun. Ia melihat keadaan di sekelilingnya. Semua tampak baik-baik saja, seperti tidak pernah terjadi sesuatu hal yang mengerikan. Ia pun melihat dirinya di cermin. Ia masih mengenakan baju yang semalam ia kenakan. Lengkap dengan sebuah lipatan kertas di tangannya. Ternyata, ia tertidur semalam. Ia merasa sangat mengantuk saat mulai membaca sebuah kiriman naskah dari seorang penggemarnya. Ia tidak menyadari hal itu. Maka, jadilah ia tertidur di meja tempat ia membaca surat-surat dan naskah-naskah yang masuk dari para penggemarnya. Dan malam tadi, adalah malam penuh mimpi yang sangat panjang dan mencekam yang pernah dilalui oleh Mentari. Ia lalu tersenyum sumringah mengingat hal itu. Ah, bunga tidur sang mentari.

Cerpen Karangan: Putri A. Nanda Pribadi
Facebook: facebook.com/putriadenanda
Twitter: @putriadenanda
Seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Borneo Tarakan.

Cerpen Kursi merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cinta Dan Buaya

Oleh:
Ujian Nasional telah selesai. Perasaanku bercampur aduk antara senang dan gelisah, namun biarkanlah pengumuman dua bulan lagi, masih ada waktu untuk bersenang-senang. Teman-temanku, Aldi, Sarah, Fitri, dan Kamal mengajakku

Fred & Jam Kantong Ajaib

Oleh:
Fred… Terburu-buru melangkahkan kakinya di jalanan sempit, ia melirikan matanya pada sebuah jam yang berada di tangan kanannya. Pukul 23.30 malam aku pasti akan terlambat sampai ke stasiun, kereta

Misteri Ledakan Keempat

Oleh:
Pagi yang kurang bersahabat, langit tampak mendung, seperti menandakan akan terjadi sesuatu, di sebuah sekolah menegah pertama, saat itu para siswa sedang mengerjakan ulangan mid semester. Saat sedang sibuk

De Ja Vu

Oleh:
“Kok, jam segini Bu Maya belum datang, yah?” lirih Dimas yang duduk di bangku sebelah kananku. Aku mengernyitkan dahi. Benar, dalam hati aku juga bertanya kenapa wali kelas kami

Bayi Super

Oleh:
“Hei, apa kau merasa budaya ini memberatkan kita sebagai anak sekolah? terutama laki-laki?” tanya Hafid yang duduk di pinggir sungai di tepian kota bersama Yoko dan Shinta. “Apa ini

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *