Merah, Hitam dan Putih

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Thriller (Aksi)
Lolos moderasi pada: 23 July 2023

Merah, hitam dan putih. Ketiga warna itu bercampur dalam benakku.

Merah yang menandakan darah, mengalir deras dari luka terbuka di perutku. Pisau tumpul yang baru saja tertancap, tergeletak di samping mayat sang Empu. Napasku memburu, masih berusaha mencerna situasi.

Hitam memenuhi pandangan mataku. Itu poniku yang kepanjangan dan basah oleh keringat. Wajah sang Empu tak terlihat. Aku tidak tahu siapa dia. Yang terpenting, keluar dari situasi ini secepatnya bukan pilihan lagi. Namun, sebuah keputusan yang harus dilakukan.

Sorot lampu putih dari senter itu menerangi hampir seluruh ruangan, kecuali sudut-sudut tergelapnya. Aku penasaran, apakah iblis yang baru saja merasukiku tadi bersembunyi dalam kegelapan itu.

“AAAAAAA!”

Sial. Gadis itu berteriak. Dia tetangga baru yang baru saja kuberi kue selamat datang pagi ini. Kira-kira, dia pasti mengira aku membunuh sang Empu pisau itu. Aku harus membenarkannya.

Seolah terhipnotis, kakiku melangkah keluar menuju tempat gadis itu. Sadar bahwa dinding transparan itu terkunci, aku merogoh saku celana.

Kunci itu ada di sana. Bunyi CEKLEK pintu yang terbuka membuat tubuh gadis itu gemetar hebat. Untunglah, dia tidak bisa bergerak. Dengan begitu, aku tidak perlu repot mengejarnya atau orang yang lebih banyak akan mengetahui hal ini.

Aku mencengkam tangannya kuat-kuat. Wajahnya memucat bak orang mati. “Zel, bukan? Jangan katakan apa yang kau lihat malam ini kepada siapapun. Ini akan menjadi rahasia kita,” kataku, menahan rasa sakit dari luka yang rasanya seperti teriris. Dia mengangguk berulang kali.

“A-aku berjanji.”

ADVERTISEMENT

Syukurlah. Ketakutan gadis itu menyelamatkanku. Sekarang, apa yang harus kulakukan dengan mayat itu? Dan, sepasang mata merah yang mengintip di sudut ruangan tergelap, dia harus kutarik dan membuatnya merasakan panasnya neraka.

Setahun sudah berlalu sejak malam itu. Kau mungkin tidak akan pernah menyangkanya, tetapi Zel dan aku telah membangun sebuah hubungan yang disebut keluarga. Ya, kami keluarga yang harmonis. Ditambah seorang anak kecil berusia lima tahun. Dia manis dengan bentuk mata seperti bulan sabit. Matanya cokelat dan bulat layaknya Zel. Rambut hitamnya bergelombang seolah menduplikat dariku.

Di hari yang cerah ini, aku mendapati punggung Zel yang sedang memotong berbagai sayuran di talenan. Aku mengintipnya dari balik koran, lalu menyesap kopi hitam dari cangkir berbahan keramik. Di sisi lain, Anak-ku berusaha menali sepatu sekolahnya sendiri di sampingku. Damainya hidupku saat ini.

“Mina, kau perlu bantuan?” tawarku, meletakkan lembaran koran di meja kaca dengan ukiran bunga yang indah. Kedua bola mata cokelatnya berbinar saat menatapku.
“Berhenti memanjakannya, Sayang!” sergah Zel, suara pisau yang menghantam talenan semakin keras, “Dia harus belajar mandiri.”
“Mama, kau jahat!” Rengekan Mina membuatku terkekeh pelan. Kulihat, Zel melepaskan ikatan celemek merah mudanya, lalu disampirkan ke meja makan setelah dilipat dengan jari-jarinya yang lembut. Dia menyudahi kegiatan memotong sayuran dan memasukkannya ke sebuah panci berisi air panas. Keringat mengucur dari lehernya dan aku merasa kasihan.

“Mina, mungkin Mama ingin kau membantunya saat sudah cukup besar.” Aku mengelus rambut bergelombang Mina. Sedikit basah dan tebal.
“Aku tidak mengerti.”
“Kau akan mengerti suatu hari nanti.”

Aku beranjak dari kursi malas itu, berjalan menuju Zel, lalu merangkulnya dari belakang. Dia sedikit tersentak. Pipinya merona bak buah delima. Aku berbisik di dekat telinganya, “Antarkan Mina ke sekolah hari ini. Ada hal yang harus kulakukan di basement.”

Aku bisa mengetahuinya dengan jelas. Tatapan menurut yang dia tunjukkan padaku menyorotkan rasa sedih dan takut. Aku berlagak tak peduli dengan melepas rangkulanku padanya dan melangkah sedikit cepat menuju kamar. Ruangannya tak terletak jauh dari dapur, berjarak sepuluh langkah dan di sampingnya, terdapat vas yang berisi Mawar Hitam.

Setelah pintu besar yang menjadi pembatas ruangan itu terbuka, ruangan bernuansa putih dan biru menyambutku. Kasur yang di atasnya terdapat selimut tertata rapi, serta setelan jas hitam, dasi biru gelap, kemeja putih, dan celana hitam disetrika sampai licin. Sudut bibirku sedikit terangkat.

Aku menarik sebuah buku di rak pojok kanan ruangan. Bunyi gesekan yang sedikit memekakkan telinga menyambut karena rak yang bergeser terbuka. Menampilkan tangga menuju bawah tanpa pencahayaan. Untung saja, kamar ini kedap suara. Mina tidak akan pernah tahu jika terdapat ruang tersembunyi di sini.

Aku menuruni tangga itu. Berhati-hati terhadap lantainya yang lembab sambil menyorot ruangan hampa di depan menggunakan senter. Bercak darah ada di mana-mana saat kuinjak permukaan paling bawah. Seketika, degup jantungku semakin cepat. Kurengkuh hoodie hitam yang menempel di tubuhku pada bagian dada. Perasaan ini tak pernah membuatku bosan.

Pandangan mataku tertuju pada pria muda yang kedua tangannya terantai. Dia menatapku. Penuh kehampaan, tetapi ada sedikit kebencian di sana. Rambut pendek hitamnya lepek. Tubuh yang begitu ramping dan jenjang tak henti-hentinya membuat diriku kagum sejak pertama kali melihatnya.

Ini sedikit mengingatkanku pada malam itu. Merah, hitam, dan putih.

“Sepertinya kau menikmati kehidupanmu yang bahagia dan harmonis itu.” Dia mendesis. Setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat bulu kudukku meremang.
“Wah, wah,” aku mendekat ke arahnya, “Iblis seperti dirimu bisa iri juga rupanya.”

Iblis itu tertawa hampa. “Bagaimana tidak? Malam itu, kau membawa dan mengurungku di sini. Kau terus menyiksaku dan tidak pernah merasa puas. Dan, haruskah aku berkata, ‘terima kasih, Val. Kau telah membuatku mengerti apa itu neraka yang sesungguhnya’. Kau bodoh jika berpikir seperti itu.”

“Sejujurnya, aku mengalami dilema setiap hari,” kedua ujung alisku menurun. Tampaknya, aku sangat menikmati apa yang sedang terjadi saat ini, “Malam itu, kau membuatku membunuhnya. Aku ingin mengucapkan terima kasih karena aku tidak akan ada saat ini jika bukan berkatmu. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, mengurus mayat itu merepotkan.”

“Kau iblis,” dia bersumpah. Aku tertawa terbahak-bahak sampai harus memegang perut.

“Kau salah,” aku mendekatkan wajahku terhadapnya hingga tersisa satu sentimeter di antara kami. Kedua matanya menyipit, berusaha mencari tahu apa isi pikiranku, “Kaulah iblisnya. Dan kali ini, aku yang akan mengendalikanmu.”

End.

Cerpen Karangan: Princess A
Blog / Facebook: Putri Fairuz

Cerpen Merah, Hitam dan Putih merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cahaya Penyelamat

Oleh:
Penghujung malam kali ini. Di atas balkon dengan beralaskan kursi yang kususun memanjang. Aku terbaring sendirian. Hanya sendiri menikmati sepi, menatapi langit malam berhiaskan bulan emas yang tinggal separuh.

Bila Di Dunia Kertas

Oleh:
Pagi hari Bila telah sibuk membereskan tempat tidurnya, lalu ia mandi dan mengenakan T-shirt berwarna ungu, memakai celana selutut yang berwarna abu-abu, dan bandana berwarna ungu di sampingnya terdapat

Rumput Rambut

Oleh:
“Lagi-lagi kejadian aneh ini terjadi lagi” “Bukannya setiap tahun ya?” “Tidak tidak masa iya baru berbulan-bulan berlalu muncul lagi?” Mereka semua menatap lapangan didepan mereka yang ditumbuhi oleh sebuah

Summer Love

Oleh:
Aku hanya berjalan-jalan di sekitar sini, bermaksud untuk mengakrabkan diri sebelum tinggal untuk beberapa waktu lamanya. Udara yang semakin menghangat padahal jam baru menunjukkan pukul 8 pagi, pantaslah ini

Manusia Impian

Oleh:
“Dengan semua yang aku miliki aku akan tetap menjagamu!” aku berlari menuju monster besar itu, yang sedang memenjarakan gadis yang aku sukai di belakangnya. Aku akan membuatmu membayarnya! “Ayo

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *