On Your Side

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 29 February 2016

Jantungku berdegup begitu kencang saat aku melewati sebuah lorong di sekolah baruku. Aku kembali melihat tangan kiriku, di mana sebuah jam tangan hitam melingkar. Jarum pendeknya menunjuk angka 7 dan jarum yang lebih panjang menunjuk angka 2. Itu artinya 10 menit terlambat pada hari pertama. Tapi ada hal yang lebih buruk, aku tidak tahu arah ke kelas baruku. Aku bingung harus ke mana, lebih baik aku bertanya seseorang. Beruntung ada seorang siswa laki-laki di depan sebuah kelas. Aku menghampirinya.

“Permisi, kelas XI IPA 1 di mana ya?” Dia menoleh ke arahku. Dan, wah… laki-laki berkulit sawo matang dan berpakaian rapi itu sangat tampan dan memiliki wajah yang manis. Kesan pertama yang sangat wow. “Anak baru ya?” Dia tersenyum ke arahku. “Iya,” Aku berharap pipiku tidak memerah saat melihatnya tersenyum kepadaku. Sangat manisnya anak ini. Lalu seorang perempuan berambut hitam dengan rok selutut muncul dari dalam kelas. Mata sipitnya mengarah dan tertancap ke arahku seperti aku adalah mangsanya.

“Eh Fan, dia anak barunya?” Laki-laki ini langsung berdiri saat perempuan sipit itu ke luar kelas.
“Oh dia..” Senyumnya mengembang, dan dia mengulurkan tangannya kepadaku.
“Hai aku Fany,” Dia menjabat tanganku dan aku melemparkan senyum kepadanya.
“Aku Hanna.”
“Aku Hazel,” Laki-laki cool ini juga menjabat tanganku. Rasanya hatiku tersenyum lebar, sampai aku lupa bahwa aku sudah sangat terlambat.

“Oh iya, aku harus ke kelas. Kelas XI IPA 1 di mana ya?”
“Kamu gak baca?” Hazel menunjuk ke arah atas pintu. Di sana terpampang tulisan “XI IPA 1”
“Mukanya merah Zel,” Fany tersenyum ke arahku dan aku hanya nyengir.
“Ayo masuk Han,” Fany menarik tanganku. Terima kasih Tuhan, hari ini tidak seburuk yang aku pikirkan. Fany mengajakku duduk di salah satu bangku.
“Han, mulai sekarang kamu duduk di sini ya, di sebelahku. Di belakangku ini bangkunya Hazel.” Fany sangat ramah, sepertinya akan cocok denganku. Semoga juga Hazel bisa bersahabat denganku.

“Em.. Fan, ini jam 7.15 loh, tapi kok belum pelajaran juga sih?”
“Biasa, sekarang jamnya wali kelas kita, dia emang suka pake jam karet,”
“Eh Fan, temen-temen pada cuek tuh, gak ada yang mau kenalan sama Hanna?” Tiba-tiba Hazel datang dan memotong pembicaraan kita. “Entah, biarin deh, lama-lama juga kenal sendiri mereka.” Sepertinya Hazel dan Fany cukup dekat, atau mungkin mereka pacaran?

Hari sudah sore, aku masih menunggu taksi di depan gerbang sekolahku. Hari ini cukup melelahkan, rasanya aku sangat ingin pulang dan merebahkan tubuh yang lelah ini di kamar. Ku lihat sebuah mobil silver ke luar dari sekolah lalu berhenti di depanku. Aku tersenyum melihat siapa yang ada di belakang kemudi.
“Han, kamu nunggu dijemput?” Seseorang di sebelahnya melontarkan pertanyaan kepadaku.
“Enggak Fan, aku nunggu taksi,”
“Kamu ke arah mana Han?” Seseorang di belakang kemudi itu bertanya kepadaku.
“Aku ke arah sana.” Sambil menunjuk kesalah satu arah di jalan.

“Bareng kita aja, arah kita sama kok,” Hazel menawarkan tumpangan dengan senyumnya yang teramat manis. Aku bingung harus menerima tumpangannya atau menolaknya. Tapi aku sudah sangat lelah hari ini, jadi aku akan menerima tawarannya. Aku mengangguk lalu masuk ke dalam mobil. Beberapa menit suasana hening.
“Em, kalian pacaran ya?” Aku tidak punya bahan pembicaraan selain itu. Mereka yang berada di depanku serta merta menoleh bersamaan.
“Eh… enggak-enggak, kita sahabatan,” Hazel mengatakannya dengan wajah serius.
“Hehe, maaf, kalian deket banget sih,” Sebenarnya itu ketawa garing.
“Kita udah lama sahabatan.” Fany menambahkan.

“Han, rumahmu ke arah mana?” Hazel bertanya sembari menambah kecepatan mobilnya. Aku pun menunjukkan arahnya. Beberapa menit setelah itu, akhirnya aku sudah bisa merebahkan tubuhku di kamar yang baru seminggu ini ku tempati. Hari ini begitu menyenangkan, dua orang teman baru yang ramah, dan teman-teman sekelas yang cuek. Ya, aku menyukai teman-teman sekelas yang cuek, karena aku tidak terlalu suka bersosialisasi. Aku melihat ke kanan dan kiri jalan, mengharap sebuah taksi lewat. Pukul 6.30, aku bisa terlambat lagi di hari kedua ku.

“Tin, tin…” Sebuah mobil yang ku rasa tidak terlalu asing berhenti di depanku. Tentu saja, itu mobil silver yang kemarin mengantarku pulang. Dan sudah pasti itu adalah Hazel.
“Pagi Hanna,” Tanpa lupa dia melemparkan senyum manis kepadaku.
“Pagi Hazel,” Aku memberinya senyum yang tak kalah manis.
“Nungguin taksi?”
“Iya.”
“Bareng aku aja yuk!”
“Enggak deh Zel, makasih. Nanti kalau pacarmu tahu bisa marah lagi,”
“Gak lah, aku gak punya pacar. Udah deh bareng aja, nanti telat loh.” Aku tidak mau telat lagi, jadi ya sudahlah lebih baik aku berangkat bersama Hazel.

“Kamu udah punya kelompok buat mapel Seni Budaya nanti?” Tiba-tiba Hazel melontarkan sebuah pertanyaan.
“Belum. Ini kan hari keduaku,” Aku menoleh ke arah Hazel dan secara tidak sengaja mata kami bertemu. Waktu terasa berhenti seketika. Jantungku melonjak-lonjak tidak karuan. Ku alihkan pandangan dan berharap agar pipiku tidak memerah.
“Kamu ikut di kelompokku aja, kebetulan kurang satu orang,”
“Boleh deh. Fany kelompokmu juga kan?”
“Enggak, kenapa emangnya?” Salah satu alisnya naik. Dia benar-benar pintar membuatku terpesona. Aku hanya menggeleng. Pagi ini moodku sangat sempurna. Terima kasih Hazel.

ADVERTISEMENT

Bel sekolah berbunyi, tandanya jam pertama dimulai. Jam pertama mapel Seni Budaya.
“Han, kamu udah punya kelompok?” Fany bertanya dengan sebuah senyuman.
“Dia kelompokku Fan,” Dari belakang Fany, Hazel menjawab.
“Lah! Bukannya kemarin katamu anggota kelompokmu udah pas ya?” Air muka Fany terlihat bingung dan sedikit jengkel.
“Hehe, maaf Fan, temen-temen mau ngajak Hanna soalnya,” Wajah Fany langsung datar dan mata sipitnya menatap Hazel tajam. Mengerikan juga anak ini.
“Gini deh sebagai permintaan maaf, nanti aku traktir di kamu kantin,” Nadanya terdengar menyesal, entah menyesal karena telah membohongi Fany, atau menyesal karena ia harus mentraktir Fany. Tapi Fany tetap diam dan datar.
“Ya udah aku sama Hanna ke kelompok kita dulu. Ayo Han.” Hazel mengelus rambut Fany dengan lembut, benar-benar sahabat yang lebih pantas disebut pacar.

Tangannya turun dari kepala Fany lalu meraih tanganku, otomatis kami bergandengan tangan. Perasaanku menjadi tak karuan. Mungkinkah aku punya perasaan untuk Hazel? Tapi baru 2 hari aku mengenalnya. Aku benar-benar tidak dapat berkata apa-apa. Aku harap perasaan ini akan segera hilang. Tiga bulan sudah aku bersahabat dengan Fany dan Hazel. Hari ini kita bertiga akan pergi ke toko buku. Rupanya aku datang terlambat, ku lihat Fany dan Hazel sudah mencari-cari buku duluan. Segera ku hampiri mereka.

“Maaf ya telat,” Mereka berdua kompak menoleh ke arahku.
“Santai aja Han, kita berdua juga baru sampai kok.” Fany menyatakannya dengan mengembangkan sebuah senyum.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum ke arah mereka, lalu saat Fany kembali mencari buku, Hazel menggenggam tanganku. Kami bergandengan tangan di belakang Fany. Ya, aku dan Hazel memang sedang dekat, lebih dari sahabat. Tapi aku tahu Fany juga memiliki perasaan untuk Hazel, jadi lebih baik jika dia tidak tahu tentang kedekatan ini. Akhir-akhir ini Hazel dan Fany seperti menjauhiku. Entah rahasia apa yang mereka sembunyikan dariku, yang jelas Hazel lebih dan lebih perhatian kepada Fany. Semoga itu bukan karena hal yang aku takutkan, dan hal yang aku takutkan adalah mereka berpacaran. Tapi ku lihat hari ini Hazel tidak pulang dengan Fany, lalu seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku tersenyum.

“Ada apa Fan?”
“Han, boleh ngomong sebentar?” Untuk sedetik aku berpikir.
“Boleh,” Fany menyeretku ke kamar mandi perempuan.
“Apa serahasia itu sampai-sampai harus di sini?” Sebelah alisku naik.
“Ya,” Bibirnya melengkung membentuk seringaian.
“Kau tahu? Aku tahu sebuah rahasia.” Dia melanjutkan.

“Rahasia?” Aku memincingkan sebelah mataku. Mungkin ini rahasia yang disembunyikan Hazel dan Fany.
“Ya, sebuah rahasia yang, yah bisa dikatakan menjijikkan,”
“Hah?” Aku terperangah.
“Aku tahu rahasia tentang seorang sahabatku dan seorang hama pengganggu yang rupanya saling mencintai,” Apa maksudnya dengan hama pangganggu?
“Tapi sayangnya dia tidak beruntung hari ini. Mungkin sahabatku atau lebih tepatnya calon pacarku akan sedikit kehilangan dia,” Dia menarik tangan kiriku. Mencengkeramnya dengan sangat kuat hingga kukunya terasa menancap di kulitku.

“Ah… apa yang kau lakukan Fan?” Aku menatapnya di balik genangan air di mataku.
“Kau hanya pengganggu hubunganku dengan Hazel!! Dan sebaiknya kau pergi!!” Seringaiannya semakin mengerikan dan tangannya yang bebas merogoh tasnya, beberapa detik kemudian dia mengeluarkan sebuah pisau dapur yang tidak terlalu besar tapi sangat mengkilap dan rupanya sangat tajam. Dengan gerakkan yang sangat cepat dia menggores-goreskan pisau itu ke wajahku dan merobek pergelangan tanganku sehingga memutuskan urat nadiku.

“Ah….” Aku berteriak lemah dan pasrah.

Sangat perih. Aku sama sekali tidak bisa mengelak. Lalu tubuhku ambruk ke depan. Rasanya jiwaku melayang meninggalkan tubuhku. Anehnya aku masih bisa melihat jasadku tergeletak di lantai kamar mandi dan sekarang perih yang di ada di tangan dan wajahku berpindah dengan cepat ke hatiku. Lalu Fany memegangkan pisau dapur itu ke tangan kananku. Dan ku lihat dia mengelap gagang bekas tangannya dengan tisu. Sangat cerdik. Patut diacungi 10 jempol ku rasa. Pertanyaanku sekarang hanya satu, apakah Fany sering membunuh orang? Karena pekerjaannya sangat rapi saat membunuhku.

Sangat miris melihat orang yang ku anggap sahabat ternyata tega membunuhku hanya karena ‘cemburu’. Seminggu aku terjebak di dunia dengan wajah mengerikan berlumuran darah. Dan hanya bisa menangis. Fany masih memainkan perannya di dalam drama yang didalanginya sendiri, sementara semua orang mengira aku depresi dan bunuh diri. Aku melamun di dalam kelas, tanpa ada yang bisa melihatku tentunya. Sebenarnya aku bisa saja membuat Hazel bisa melihatku, tapi aku tidak tega. “Aku harus balas dendam,” Mulut hantuku berbicara.

Aku melayang mencari Hazel, rupanya dia masih di parkiran, di dalam mobilnya. Dengan cepat aku duduk di mobilnya, tepat di sampingnya. Aku mencoba membuat Hazel bisa melihatku. “Hazel..” Suaraku gemetar memanggil namanya. Dia menolehku, wajahnya menjadi pucat pasi melihatku. Yah, tampangku memang sangat menyeramkan, bahkan aku tidak berani melihat kaca. “Han..” Suaranya mengembik. Aku ingin sekali tertawa, tapi aku menahannya.
“Tidak perlu takut Hazel, aku cuma, merindukanmu.”

“Kau, kau benar-benar Hanna. Tapi kau sudah mati, dan sekarang wajahmu tertutupi darah,” Wajahnya masih pucat.
“Aku tahu, dan sebenarnya aku tidak pernah bunuh diri. Ini semua perbuatan Fany,” Dia menggeleng, matanya menyipit. “Teganya kau menuduh Fany seperti itu!” Nadanya marah dan pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku kembali terisak. Apa yang harus ku lakukan agar Hazel mempercayaiku? Aku tahu dia masih mencintaiku, aku tahu. Tanganku mengepal. “Fan, aku akan membalasmu,”

Berbagai teror telah ku lakukan kepada Fany, dan berkali-kali aku meyakinkan Hazel agar dia mempercayaiku. Akhirnya Fany dan juga Hazel merasa depresi. Fany dihantui rasa bersalah, sedangkan Hazel, dia sangat ketakutan tapi mulai mempercayaiku. Fany sedang sendiri di kelas, ku hampiri dia. “Fan, katakan yang sesungguhnya kepada Hazel!!!” Suaraku menggema di dalam kelas, sehingga beberapa kertas jatuh dan berhamburan ke lantai. Fany menutup telinganya dan sangat ketakutan, tiba-tiba ku dengar pintu berderik lalu terbuka. Hazel melongok ke dalam kelas, dia terperanjat. Dengan cepat dia menghampiri Fany dan memeluknya lalu menyentakku.

“Fan!!! Katakan!!!” Amarahku memuncak dan suaraku begitu melengking.
“Oke, oke.. Aku membunuhnya!!” Hazel melepaskan pelukannya dan menatap Fany lekat-lekat. Fanny menunduk dan menangis tersedu-sedu sambil menutup telinganya, sampai aku tidak tega melihatnya. Ku harap dia tidak gila setelah ini.

“Aku melakukannya karena aku mencintaimu Zel.” Hazel dan aku diam.
“Kau makhluk terjahat yang pernah ku kenal Fan!” Dia pergi dari kelas meninggalkan Fany dan aku. Ku buntuti dia, sementara Fany masih menangis di dalam kelas. Hazel berhenti di taman belakang sekolah. Aku akan membiarkannya, dia butuh waktu. Setelah kejadian itu, berhari-hari Hazel sama sekali tidak mau menyapa Fany, dia benar-benar benci. Ku coba bicara dengannya saat dia sendiri di kamarnya.

“Zel..” Suaraku melembut saat memanggilnya.
“Aku minta maaf karena tidak mempercayaimu sebelumnya,” Kami bertemu pandang.
“Tak apa, wajar saja jika kau tidak percaya,”
“Aku sama sekali tidak menyangka sahabatku ternyata seorang pembunuh, dan dia membunuh orang yang ku cintai,” Tatapannya tertancap ke arahku.
“Jadi, ku rasa akan sulit memaafkannya,”
“Tapi, kau tidak boleh membencinya,”
“Apa? Setelah apa yang telah dilakukannya padamu? Beruntung aku tidak mengadukannya ke polisi.” Nada suaranya sinis saat mengatakan kalimat yang terakhir sambil menatapku dengan iba.

“Aku yang dibunuh, dan aku memaafkannya,” Aku mengedikkan bahu. Hazel hanya diam tanpa melihatku.
“Kau harus memaafkan Fany, ingatlah saat kalian bersama,”
“Keadaan sudah berbalik sekarang, dia mencintaiku,”
“Apa itu masalah? Kalian bisa seperti dulu,”

“Tidak akan, aku hanya mencintaimu dan asal kau tahu, saat dulu perhatianku berpindah darimu ke dia, itu karena dia mengatakan bahwa dia akan dibunuh olehmu,”
“Apa? Tapi lupakan, aku memaafkannya. Dengarkan aku, kau pasti mau aku tenang dan kembali ke alamku kan? Tapi dengan keadaan seperti ini, aku tidak akan bisa. Kau harus tahu, Fany melakukan ini padaku karena dia mencintaimu. Jadi, ku pikir kau akan bahagia dengannya. Dan saat itu terjadi, aku akan kembali ke alamku dengan tenang, tanpa harus melihat wajah darahku ini lagi.” Aku tersenyum ke arahnya meski aku tau air mata sudah menggenang dan tidak sabar untuk membanjiri pipiku yang terkoyak.

“Itukah yang kau inginkan?” Hanya mengangguk yang ku bisa.
“Baiklah, asal kau bisa tenang.”

Hazel sudah memaafkan Fany, dan mereka akhirnya berpacaran. Akhir yang bahagia untuk seorang pembunuh, dan akhir yang sangat pilu untuk diriku, sangat adil bukan? Sebenarnya aku tidak bisa kembali ke alamku, karena aku tidak tahu caranya. Tapi, aku tidak pernah muncul lagi di hadapan Hazel atau Fany atau siapa pun. Meski kadang Hazel memanggil namaku, aku tetap diam di sampingnya sambil memperhatikannya dan mendengar suaranya. Ku harap Hazel tidak melupakan hantu dengan wajah penuh darah yang dicintainya, karena hantu ini akan selalu ada di sampingnya, selalu.

Cerpen Karangan: Alfinatuz Zuhro Hilda Faradina
Facebook: Alfinatuz Zuhro Hilda
Nama: Alfinatuz Zuhro Hilda Faradina
Tanggal lahir: 5 September 2001
Asal sekolah: SMPN 2 Pandaan
Agama: Islam
Bahasa: Jawa, Indonesia, Inggris, Thailand, Arab, Melayu
Golongan darah: B

Cerpen On Your Side merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


I Can’t Believe You Again

Oleh:
Senja telah datang menghampiriku, pikiranku terbang bersama burung-burung di langit biru yang sendu. Kini aku terdiam dalam lamunan yang panjang, akankah ini adalah cobaan yang harus aku lalui?, dalam

Serangan Alien

Oleh:
Di pagi yang tidak begitu cerah itu Ari bersiap-siap berangkat ke sekolahnya. “Bu, aku berangkat dulu ya”. Ari pamit kepada Ibunya. “Ya, hati-hati di jalan ya nak”. Ari menaiki

Kabut di Desa Ketingal

Oleh:
Meruyaknya kabut di desa Ketingal menimbulkan kepanikan. Tidak biasanya. Padahal dulu keberadaan kabut dianggap biasa. Ada yang berbeda dengan kabut ini. Kumpulan tetesan air berukuran kecil ini melayang-layang berwarna

Hanya Menjadi Kenangan (Part 4)

Oleh:
“Begitu mudah kau berkata benar, namun di ujung lidahmu menyimpan kata salah. Begitu mudah kau berkata jujur, namun di ujung lidahmu menyimpan kata kebohongan,” Pada akhirnya Farra dan Gaby

5 Bulan Menghilang Aku Sendiri

Oleh:
Ku pandangi sebuah rumah yang tak berpenghuni itu dengan tatapan hampa, seharian aku menunggu. Di depan rumah itu, berharap ada seseorang yang membukakan pintu, terkadang aku tertidur di depan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *