Robot Penyerang

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 15 March 2016

Perlahan aku berjalan menapaki sebuah gang. Dengan wajah cemas dan khawatir aku sesekali bersembunyi ke sela-sela tembok ketika ada orang lewat. Aku terus berjalan dengan hati-hati. “Angkat tangan!” tiba-tiba ada sekelompok orang di belakangku yang menodongkan senjatanya. Aku pun digiring ke sebuah tempat dalam keadaan tangan dirantai. “Cepat jalan!” kata seseorang yang memegangi rantai dan memukulku dengan senapan. Aku tidak bisa melawan mereka. Mereka cukup tangguh dengan penjaga robot di sekeliling.

“Masuk!” katanya sambil mendorongku ke dalam jeruji besi.
Aku perhatikan orang itu bercakap-cakap dengan seseorang melalui jam hologram.
“Iya Pak. Kami telah menangkap seorang tawanan lagi.” kata orang itu.
“Hei! Lepaskan aku! Kenapa kalian tangkap aku?” kata seseorang pria di penjara sebelah.
“Diam!” kata penjahat tadi yang suaranya begitu menggema di tempat sempit ini.
“Tutup mulutnya.” katanya kepada sebuah robot.

Lalu dia melanjutkan kembali percakapannya sedangkan sebuah robot menembakkan pistol lengket ke mulutnya.
“Iya siap Pak.” lanjutnya.
“Bawa dia bersamaku. Tuan kita membutuhkannya lebih cepat.” lanjutnya lagi. Mereka pun pergi membawa pria yang di penjara tadi. Aku hanya terdiam melihat semua itu rasa takut mulai menyelimuti diriku dan aku hanya bisa duduk sambil memeluk kaki yang terasa dingin.

“Hei.” kata seseorang di penjara dekatku. Aku hanya menoleh dengan wajah sendu.
“Siapa namamu?” tanyanya. Sedikit demi sedikit wajahnya mulai terlihat dari balik kegelapan.
“Jangan takut. Ayolah kawan siapa namamu?” tanyanya sekali lagi.
“A..A..Aku Rizki. Kamu siapa?” kataku terbata-bata.
“Perkenalkan namaku Ilham dan itu saudari kembarku Widya.” katanya sambil menunjuk seorang gadis.
“Kem..Kembar?” ucapku.
“Iya.” jawabnya.
“Kamu sepertinya terlihat takut.” lanjutnya.
“Hmm.. Mungkin.” kataku yang jelas agak ketakutan.
“Tenang saja. Kita pasti akan diselamatkan.” katanya begitu percaya diri.
“Apa mungkin?” kataku ragu.
“Tentu saja mungkin.” jawabnya.

Malam hari suasana begitu hening di lorong-lorong penjara. Cahaya lampu yang redup dengan sisi gelap di sekelilingnya. Udara yang terasa dingin dan pengap seolah menjadi pelengkap diriku di penjara ini. Aku memang suka malam yang hening karena aku bisa menyaksikan bintang-bintang bertaburan di langit tanpa terganggu siapa pun tapi tidak dalam kondisi seperti ini terkurung di dalam penjara yang pengap. Aku hanya bisa menatap jendela dengan jeruji besi dari balik tembok bata yang rapuh dan lembab. Tiba-tiba seseorang muncul dari pintu lorong persis di depan penjaraku dari ciri-cirinya aku yakin orang itu salah satu teman orang yang menangkapku.

“Bawa siapa lagi mereka?” hatiku bertanya-tanya. Orang itu membawa seorang wanita cantik yang juga memakai seragam yang sama membawa sebuah kantong plastik besar. Mereka pun menuju penjara di sebelahku tempat di mana Ilham berada. “Hei bangun semua!!” teriak orang tadi. Ilham yang sedang tertidur pulas langsung terbangun begitu pula dengan saudara kembarnya. “Ini!” katanya sambil menaruh sesuatu di depan penjaranya. Lalu mereka terus menjauh sambil menaruh benda yang sama ke setiap penjara yang dilewatinya.

“Tunggu dulu.” kata wanita cantik yang bersama orang tadi.
“Ada apa?” tanyanya.
“Kita melupakan seseorang.” kata wanita itu memberikannya langsung kepadaku.
Lalu wanita tadi kembali ke arahku dengan membawa benda yang sama yang mereka taruh di depan penjara.
“Ini untukmu.” katanya dengan senyuman yang begitu manis lalu dia kembali lagi ke orang tadi.
Aku pun menerimanya dengan tanganku lalu memperhatikan benda itu yang mirip dengan kotak makan.

“Jangan heran itu hanya makanan.” kata Ilham. Mereka pun berlalu. Suasana yang hening kini kembali gaduh dengan suara kotak makan dibuka. Aku pun membuka perlahan kotak makan itu dan segera melahap isinya. “Bagus.” kata Ilham begitu pelan. Aku langsung menengokkan kepalaku ke arahnya. Aku melihat di dalam kotak makan itu bukanlah makanan tapi sebuah pistol. 2 buah jam tangan dan beberapa alat lain yang aku tidak tahu namanya. Aku terkejut. Heran dan penasaran melihat itu.

“Rizki. Ini dia alat-alat yang akan mengeluarkan kita dari sini.” katanya dengan agak berbisik dan mendekat ke arahku. “Aku tidak mengerti.” kataku.
“Jangan dipikirkan nanti setelah ke luar aku akan ceritakan semuanya.” balasnya dengan santai.
“Lalu bagaimana kamu akan makan?” tanyaku.
“Aku akan makan bersama kembaranku.” balasnya. Aku pun kembali memakan makananku.

Besoknya aku dibangunkan oleh Ilham dia begitu antusias dan bersemangat di hari ini mungkin karena dia ingin membebaskan diri. Sekali lagi orang-orang yang semalam memberikan kami makan kembali dan memberi kotak makan itu. Seperti semalam mereka membagikannya yang wanita cantik memberikannya padaku dan orang galak itu memberikannya ke Ilham. Entah kenapa wanita cantik itu selalu tersenyum saat memberikannya padaku apa mungkin.

ADVERTISEMENT

“Ah..Sudahlah aku tidak ingin memikirkan hal itu.” kataku dalam hati.
Mereka pun kembali berlalu. Aku pun segera memakan makanan itu.
“Rizki! Jangan makan itu.” kata Ilham.
Aku langsung menghentikan tanganku. “Kenapa?” tanyaku.
“Jangan banyak tanya. Masukan kembali makanan itu.” katanya.
“Nanti setelah yang lain selesai makan kita akan membebaskan diri…” lanjutnya.
“Apa hubungannya dengan aku dilarang makan? Bukannya setelah makan ini dia akan membebaskan kami.” kataku dalam hati. “Rizki?!” katanya mengejutkanku.
“Iya?” tanyaku.

“Kamu dengar apa aku bicarakan?” tanyanya.
“Bicara apa?” tanyaku heran.
“Dengarkan aku. Widya ayo ke sini.” katanya langsung kedua orang.
“Setelah selesai makan Rizki kamu harus mencoba membuka kunci penjara ini memakai alat ini sedangkan aku berusaha mengalihkan perhatian robot-robot yang berjaga dan Widya kamu juga harus berusaha membuka kunci penjara kita lalu kalau ada waktu bukakan penjara yang lain. Oke semua?” jelasnya. “Hmm.. Aku akan coba.” kataku.

Semua orang di penjara ini selesai makan. Saatnya untuk beraksi. “Hei robot. Lepaskan aku. Aku ingin ke wc.” kata Ilham. Lalu robot-robot itu pun mengantarkan Ilham. Aku hanya mencoba membuka kunci penjara ini tapi aku tidak tahu cara pakai alat ini. Lalu aku perhatikan Widya memakainya aku pun mengikutinya dan berhasil. Tampak Widya mengacungkan jempolnya aku pun demikian lalu dengan sigap Widya langsung ke luar diikuti olehku dan langsung menembaki robot-robot itu sedangkan aku mencoba membuka penjara lain tapi sial segerombolan robot mulai terdengar.

“Rizki. Ayo!” kata Ilham dari kejauhan sedangkan Widya tetap berjaga jaga.
“Tapi…” kataku.
“Ayo cepat! Kita tak punya waktu untuk membebaskan semua orang.” kata Ilham.

Aku pun segera bergegas pergi dan kami bertiga berusaha untuk sebisa mungkin tidak terlihat oleh siapa dan apa pun di luar sana tapi beberapa robot melihat kami. Kami pun berusaha menghindari setiap tembakan. Sedangkan Widya menyerahkan pistol ke Ilham dan Ilham mencoba untuk menembakinya. Tiba-tiba beberapa robot lain datang dari arah depan.

“Ilham. Di depan ada banyak robot lagi.” kataku ke Ilham.
“Terus lari jangan berhenti.” kata Ahmad.

Kami terus berlari apa pun yang akan terjadi nanti tapi seketika robot-robot itu tumbang entah siapa yang menembakinya tapi yang jelas Ilham sepertinya hanya menembaki robot di belakang. Kami sampai di sebuah pintu. Aku pun membuka pintu itu.
“Bagaimana ini? Di depan kita ada sungai.” kataku.
“Lompat ke sana.” kata Ilham.
“Apa?” tanyaku terkejut.
“Cepat lompat!” teriak Ilham.

“Ta..Tapi.” kataku.
“Cepat.. Ayo!” kata Widya yang dari kemarin dia hanya bungkam kini dia bersuara.
Aku semakin terkejut sedangkan Widya langsung menceburkan diri ke sungai.
“Widya…” teriakku.
“Cepat ikuti Widya!” kata Ilham semakin mendekat denganku yang tadinya di belakang.
“Bagaimana kalau…” kataku.

Ilham juga langsung menceburkan diri ke sungai mereka tidak terlihat lagi di permukaan. Aku semakin terdesak dan tidak bisa berpikir jernih padahal robot-robot itu semakin dekat. “Bagaimana ini?” tanyakunya semakin bingung. “Ah..Baiklah aku menceburkan diri juga.” kataku langsung menjatuhkan diri ke sungai. Aku melihat robot-robot itu dan mereka sepertinya tidak bisa berenang tapi tiba-tiba roket menyala dari punggung mereka dan mereka terbang ke atas sungai dan mulai mencari kami sedangkan aku mulai tenggelam dan kehabisan udara.

Cerpen Karangan: Nur Hidayat
Facebook: Nur Hidayat
Twitter: @hidayatnur698

Cerpen Robot Penyerang merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Walaupun 1000 Tahun, Tak Masalah

Oleh:
Ini merupakan kisah seorang wanita. Wanita yang dengan begitu setianya terus menunggu, walaupun dia tahu telah tiba saatnya untuk berhenti. Terus menunggu, hingga janji yang dia terima dapat terlaksana.

Dejavu

Oleh:
Sungguh. Mungkin aku adalah satu-satunya anak di negara bagian ini yang membenci hujan. Aroma rumput yang diterpa hujan seolah menjadi latar belakang kenanganku yang kini tervisualisasi dalam butir hujan.

Pukul Sembilan

Oleh:
Lelaki yang di seberang sana itu, memakai pakaian seperti yang kukenakan saat ini. Mungkin dia copet juga. Masa semua copet berpakaian sepertiku? Tapi pakaian yang dikenakannya itu terlihat mahal.

Butir Butir Memori yang Terlupakan

Oleh:
Namaku Elis. Setidaknya, itulah yang ku ingat. Sejak kejadian itu, aku tak mampu mengingat apa pun kecuali namaku. Aku bahkan tak tahu dari mana aku berasal, siapa orangtuaku, dan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *