The Fly Fairy Anskalovia
Cerpen Karangan: Syifana Qolbi PrilianaKategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 23 June 2017
Terlihat bahwa air itu masih turun dari atas langit. Hujan deras masih setia mengguyur daratan Anskalovia sejak siang tadi dan belum menunjukkan tanda-tanda hendak beranjak. Padahal, hari mulai larut, pukul enam. Mentari juga tak mengeluarkan sinarnya setitik pun.
Gelap, kilatan petir berorientasi dari satu arah ke arah lain. Bisa jadi badai akan datang ketika malam tiba. Ah, sungguh ini membuat Shezamor atau yang akrab disapa dengan Zamor makin tak karuan. Penantiannya tak kunjung datang.
Semakin gelisah, dia tak bisa mengontrol dirinya. Langkahnya mondar-mandir di ruang tamu. Kesal, ia menghentakkan kakiknya dan membuang nafas kasar. Ditengoknya ke luar jendela sekali lagi, namun dia belum juga menemukan tanda-tanda akan wanita yang ditunggunya.
Dengan cekatan dia pergi ke gudang, lalu mengambil payung. Membuka pintu kemudian menutupnya. Lalu dilanjutkan menuruni tangga. Sialnya, dia tak bisa seperti warga Anskalovia yang lain. Entah mengapa Zamor dilahirkan memiliki sayap, tapi sama sekali tidak bisa terbang. Ini sangat merepotkan.
Seandainya Zamor bisa terbang, mungkin pencarian ini tidak begitu merepotkan. Masih dengan tergesa-gesa, Zamor menelisik ke setiap sudut-sudut Anskalovia. Tiba-tiba, sebuah benda mengusik penglihatannya. Gelang dari tanaman Dandelion! Dia sudah tak lagi bisa memebendung air matanya. Diarahkan matanya ke segala penjuru.
“Ibu… Ibu…!” Suara Zamor diperbesar
Nihil, tak ada yang menyahut. Zamor hampir berputus asa sebab tak ada lagi harapan baginya. Seharusnya dia tak perlu mengizinkan ibunya untuk pergi ke Fradella untuk membeli peralatan tes kelulusan besok. Seharusnya dia yang membeli peralatan itu sendiri. Zamor menyesal, sangat menyesal!
Kini, dimana lagi dia bisa mencari ibunya yang tercinta itu? Zamor terduduk lemas sembari menangis sesenggukan di bawah pohon Palidum.
“Kau mencari ibumu?” Tanya seorang Anskalov (sebutan untuk warga Anskalovia. Bisa dilihat dari tanda biru di setiap lengan kiri)
“Ya, benar! Apa kau melihat ibuku? Katakan di mana dia!”
“Tak usah khawatir, ibumu baik-baik saja. Kini dia sedang beristirahat di rumahku. Tampaknya ibumu sangat kelelahan.”
“Benarkah?”
“Iya, sungguh. Kulihat dia membawa beban anyaman dinding dari akar Depedda..”
“Aku sangat menyesal karena tak ikut dengannya, sekedar untuk berbagi beban dengan ibuku..” Zamor tertunduk lesu.
“Kalau begitu, ayo kita lihat ibumu..”
“Baik, terimakasih… Siapa namamu?”
“Arkannello.. Panggil saja aku Arkan..”
“Shezamora.. Zamor…”
Setelah berjabat tangan, Zamor bangkit mengikuti langkah Arkan. Untung saja, Arkan tak menggunakan sayapnya untuk terbang. Alhasil, dia tidak kerepotan mengimbangi Arkan.
Zamor dan Arkan sampai di depan sebuah rumah. Luas, batin Zamor.
Arkan mengisyaratkan agar Zamor mengikutinya ke sebuah kamar melewati anak tangga. Setelah tangannya berhasil membuka daun pintu, seketika Zamor melihat ibunya terkulai lemas. Bergegas Zamor menuju pembaringan ibunya. Ditatapnya wajah tuanya, hatinya terenyuh. Begitu banyak dia berkorban untuk Zamor. Beban yang seharusnya dipikul oleh kepala keluarga, malah ditanggung seluruhnya oleh Allinski, ibu Zamor. Seandainya ayahnya tak terlalu cepat meninggalkan dirinya dan ibunya karena sakit yang tak terobati.. Ah, seandainya memang selalu menjadi angan.
Mata sang ibu masih terpejam. Napasnya terlihat sekali bahwa dia sangat kelelahan.
“Pakaianmu basah, akan kubawakan ganti untukmu.. Aku memiliki saudara perempuan yang sebaya denganmu..”
Zamor hanya diam. Selang menit, gaun selutut berwarna biru langit sudah berpindah tangan ke dirinya.
“Itu kamar mandinya..” Tangan Arkan menunjukkan letaknya.
“Terimakasih…”
Setelahnya berganti pakaian, Zamor kembali mendekati ibunya. Kini dia sudah sadar. Tersenyum terhadap Zamor lalu mengusap kepala Zamor dengan lembut.
Sejak kejadian itu, Zamor sering bermain dengan Arkan. Sebenarnya Arkan hanya terpaut dua tahun lebih tua dari Zamor. Jadi, Arkan dan Zamor sama-sama memiliki jiwa muda. Pantas saja mereka lebih akrab. Lagipula, Arkan adalah sosok yang baik. Dia ramah, juga suka membantu. Kebanyakan dari Anskalov jarang yang mau berteman dengan Anskalov lain yang memiliki cacat fisik. Termasuk dirinya.
Tapi tidak dengan Arkan, dia Anskalov yang baik. Akhir-akhir ini, entahlah mengapa Arkan jarang mengunjunginya. Biasanya untuk beberapa hari sekali, Arkan mengunjungi kediamannya. Siang ini Zamor baru saja menyelesaikan tugas dari Mrs. Vratelli. Tugas meracik ramuan untuk sakit mata. Bahan-bahannya cukup sulit dicari. Tak heran jam pulang yang seharusnya lebih awal menjadi terlambat karena Mrs. Vratelli menginginkan tugasnya diselesaikan hari ini juga.
Zamor keluar kelas, melewati koridor sekolahan dan sampai di tengah halaman sekolah. Dia sangat tak menduga akan bertemu Arkan di tempat ini. Tapi tunggu, Arkan bersama seorang gadis. Dan Zamor mengenalnya. Dia, Anne..!
Antara ragu dan tidak, ingin sekali Zamor menyapa Arkan dan Anne yang sepertinya sedang sibuk membaca buku. Zamor berpikir bahwa Arkan sedang membantu Anne menyelesaikan tugasnya. Mungkin saja.
Tapi, suara Zamor sudah di ujung tenggorokan. Alhasil, dia sukses menyapa mereka berdua.
“Arkan.. Anne…” Mereka berdua menoleh.
“Shezamor…” Hampir bersamaan. Sepertinya mereka sedikit terkejut.
“Wah sedang apa kalian? Ternyata sudah saling kenal ya?”
“Hhmmm sebenarnya Anne ini sahabatku.. Maaf baru memberitahumu..” ucap Arkan
“Maaf? Ah kau ini berlebihan.. Tak apa-apa..”
“Dan kau juga tak memberiku penjelasan mengapa kau bisa berteman dengan dia!”
“Anne jangan marah dulu.. Biar kuceritakan padamu..” Arkan meminta waktu.
“Pintar sekali kau Zamor! Ternyata bisa berteman dengan cucu Raja Davidson! Kau tau bukan? Peraturan yang tertera dalam Kitab Anskaloveranda? Nomor 771? Haaaah??! Kau tau itu??!! Saat masuk sekolah ini apa kau tidak diberitahu? Apa telinga dan otakmu sudah tidak berfungsi lagi?!! Bagaimana bisa kau membuat Arkan dekat denganmu?! Ini gila..! Jawab bodoh!!!”
“A… a.. aku tidak tau jika Arkan adalah cucu dari Raja Davidson.. Maafkan aku Arkan.. Maaf Anne…”
“Hhhft, ternyata Ankalov yang tak bisa terbang memiliki kepribadian yang buruk dengan melanggar Kitab Anskaloveranda..!”
“Ayo Arkan kita pergi dari sini..! Dan untukmu Zamor, jangan coba-coba mendekati Arkan dan semua keturunan keluarga kerajaan! Atau nyawamu yang akan jadi gantinya!”
Serasa ribuan jarum menusuk hati Zamor. Dia sudah melanggar aturan para Anskalov! Dan yang lebih membuatnya benci adalah mengapa Arkan tak memberi tahu Zamor kalau dia adalah darah biru? Zamor lebih merutuki kekurangannya yang tak bisa terbang seperti Anskalov lainnya. Terkadang ada rasa sesal mengapa ibunya melahirkannya di dunia ini. Padahal Allinski dan ayahnya sama sekal tidak cacat seperti dirinya. Apa ini sebuah kutukan? Entahlah, Zamor lelah dengan kehidupannya sekarang.
Zamor menangis di bilik kamarnya. Ketukan dari Allinski, ibunya tak lagi dihiraukan. Padahal dia belum makan siang hari ini. Akan tetapi, semua lapar dan dahaga sepertinya tak lagi menghampiri Zamor. Dia hanya ingin menangis dan terus menangis. Mengapa dia terlalu bodoh?
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah-celah anyaman dinding yang berlubang. Maklum saja, anyaman itu sudah lapuk. Sering tertimpa hujan dan panas bisa jadi penyebabnya. Gadis Anskalovia itu masih berbaring di atas ranjangnya. Selimut tebalnya menutupi seluruh tubuhnya. Efek menangis semalaman. Sang ibu membawakan semangkuk sup Ifradenuska yang aromanya menguar ke seluruh ruangan. Juga obat di dalam botol tak lupa dibawakannya. Suhu putrinya meninggi sejak malam.
Sementara Zamor berusaha bangkit dan mencoba menerima suapan dari ibunya. Satu sup telah dia habiskan, obat yang rasanya pahit juga mau tak mau harus dia teguk. Untuk kesembuhan, begitu kata ibu selalu mengingatkan.
Zamor masih memikirkan mimpinya semalam. Benarkah dia bisa terbang bebas? Menurut mimpinya ada sebuah tanaman yang bisa membuat cacat tubuhnya hilang. Inikah petunjuk atau hanya bunga tidur? Zamor berpikir keras. Apa salahnya mencoba?
Setelah ibunya pergi bekerja, diam-diam Zamor keluar rumah. Dia membawa perbekalan secukupnya. Pergi mengarungi anak sungai Telledeon dan membawa Zamor sampai di sebuah tempat lebat dengan pepohonan. Mirip hutan terlarang sebenarnya, tapi Zamor enggan untuk merasa takut.
Bunyi gemerisik daun-daun yang ada di atas pohon membuat suasana di area ini mencekam. Akar-akar pepohonan besar yang saling berkaitan terlihat di sana-sini. Zamor asing dengan pohon itu. Ranting-ranting kering menambah bunyi kemerosok ketika diinjak. Langkahnya terus menuntun Zamor lebih dalam memasuki kawasan tersebut.
Ada kilauan cahaya dari balik pohon berwarna merah di ujung sana. Zamor mendekati, betapa terkejutnya ketika Zamor melihat bunga yang persis dengan yang ada di mimpi. Ini sungguhan! Bunga putih nan harum, Zamor mencoba mengambil sarinya lalu meminumnya. Manis, menyegarkan.
Tunggu, Zamor merasakan kepalanya pusing. Berat sekali, kelopak matanya pun tak bisa melihat apapun. Mengapa jadi buram seperti ini? Perut Zamor juga terasa mual. Zamor tak sadarkan diri.
“Ibu..!”
“Zamor.. Ke mana saja kau? Mengapa baru pulang?”
“Tak penting Ibu, yang terpenting aku selamat.. Dan Ibu tahu? Aku sekarang sudah bisa terbang..”
“Benarkah itu Nak?
“Iya, sungguh Ibu.. Aku nanti juga akan ikut festival terbang tahunan.. Ibu mengizinkanku?”
“Tentu.. Pasti Zamor..”
Dari situ, Zamor memiliki sebuah rencana jika dia bisa memenangkan The Fly Fairy Anskalov tahunan itu. Rencana yang menguntungkan tentunya.
Zamor gemar berlatih. Sayapnya mulai terbiasa akan suhu lingkungan sekitar. Zamor juga mulai mengatur aktivitas demi menjaga kesehatannya. Dia tak lagi memikirkan Arkan atau Anne. Masih beruntung dia tak kena hukuman dari raja. Anne dan Arkan masih berbaik hati padanya.
Suara terompet sebanyak tiga kali bergema ke seantero Anskalovia. Banyak pesertanya, banyak juga penontonnya. Kali ini, rute penerbangan The Fly Fairy Anskalovia lebih jauh dari tahun sebelumnya. Para peserta harus pintar-pintar menghemat tenaga.
Zamor menarik napasnya. Meregangkan sayapnya, lalu terbang sekencang mungkin ketika terompet telah dibunyikan. Dahan pohon pallidum yang besar dan panjang menjadi tantangan sendiri. Bukit Florida yang memiliki anakan panjang juga harus dilaluinya. Tempat sebelum finish adalah Danau Gorchessa, para Anskalov harus menyelam sedalam sepuluh meter untuk mengambil bendera hijau tanda akhir perlombaan. Belum sampai disitu, Anskalov yang berhasil harus naik ke Bukit Vrinda untuk menyerahkan bendera itu ke hadapan juri. Yang tercepat adalah pemenangnya.
Tahap demi tahap dengan mudah dilalui Zamor. Dia berhasil! Ketika ditanya oleh raja, apa yang dia minta sebagai bentuk hadiahnya. Zamor hanya meminta untuk menghapus nomor 771 Kitab Anskaloveranda, agar para Anskalov yang cacat seperti dirinya bisa merasakan kebahagiaan.
Tidak bisa terbang bukanlah penyakit. Itu adalah takdir yang digariskan oleh Tuhan. Tak perlu takut dapat tertular. Anskalov yang tidak dapat terbang bukanlah peri yang jahat. Justru mereka memiliki hati yang baik.
Pada akhirnya, daratan Anskalovia hidup damai dengan keberagaman yang ada.
Cerpen Karangan: Syifana Qolbi Priliana
Blog / Facebook: SastraAnakBangsa PuisiCerpen / SyifanaZhazhaaleaida Qolbi Priliana
Cerpen The Fly Fairy Anskalovia merupakan cerita pendek karangan Syifana Qolbi Priliana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Mentari Terbenam dalam Genggaman Seorang Perempuan
Oleh: NafrismeSore itu Pono melihat seorang perempuan bergaun merah di tepi danau, sedang menikmati mentari terbenam di ujungnya. Lelaki kurus itu berpaling untuk membeli kopi instan dan menyulut rokok, lalu
Another (Part 2)
Oleh: Arsya Ghinayyah Prartiandika“Tok tok tok”, terdengar suara ketokkan pintu dari kamar rumah sakit Kanna. “Ya, silakan masuk” ujar Kanna. Ternyata orang yang mengetuk pintu tersebut adalah suster. Suster tersebut masuk dan
Boneka Kayu
Oleh: ZedRena telah menjadi teman baikku selama ini. Setiap hari aku selalu bermain dengannya. Paman Dani, ayah dari Rena pun sangat baik dan ia sudah seperti ayahku sendiri. Aku tinggal
Kokkuri San Behind Truth Or Dare (Kisah Cinta dibalik Jelangkungnya orang Jepang)
Oleh: Sandra AulianaNagata mengambil secarik kertas berwarna putih lalu menggambar sebuah Torii (Gerbang kuil) tepat di bagian tengah atas dari kertas tersebut dengan menggunakan pena merah. Kemudian menuliskan “Truth” dan “Dare”
Penyihir Jelek
Oleh: Seli OktaviaAku terbangun, mimpiku barusan sangat menyeramkan. Nafasku naik turun seperti habis berlari jarak jauh. Segera kuteguk segelas air di meja dekat ranjang kayuku. Kembali kubaringkan tubuhku, mencoba tidur kembali.
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply