Tinggal kenangan (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 2 June 2016

Harapanku tinggal setitik debu tindakan apa yang harus aku lakukan? Memohon minta maaf? Tidak! Fani tidak akan mudah memaafkan secepat itu apalagi aku telah menyakitinya selama berbulan-bulan. Pisau itu pun tetap ditujukan terhadap kami bertiga.

“Kita harus apa sekarang?!” ujar Isna.
“Yang pasti kita pergi dari sini segara!” ucap Adi.
“Tapi tunggu, sepertinya Fani ingin kita mengerti dengan keadaanya yang sekarang bagaimana menurutmu Rayan? Ayo katakan! Kamu adalah sahabat terbaik Fani. Maka kamu yang harus menolongnya!” lanjut Isna. “Betul tuh betul. Buruan Rayan. Sebelum nyawa kita melayang dihabisi makhluk pembunuh itu!” tambah Adi.

Wanita bergaun putih itu masih menatap tajam mereka bertiga sambil berjalan pelan dengan menghunuskan pisau mereka bertiga. “Hey? Hari begini kalian masih berdiskusi? Ini bukan saatnya untuk mengerjakan tugas kelompok. Iya kan Rayan?” ucap wanita itu sinis.
“Matilah kalian!!” wusssh wanita itu melempar pisau itu ke arahku namun meleset dan malah tertancap di pintu.
“Cepat! Kalian lari. Berpencar!” ucapku.

Isna dan Adi lari bagai orang yang dikejar-kejar malaikat pencabut nyawa sedangkan aku berpisah seorang diri, ini juga rencana di hatiku sadar akan atas kesalahanku dan membiarkan dua orang temanku lari berpisah agar tidak jadi incaran oleh wanita bergaun putih itu. Selama aku berlari ketika akan masuk salah satu ruangan yang aku kenal. Ya! Itu kamar Fani dengan pintu cat biru yang telah usang. “Kreeet..” aku membuka pintu itu gelap sekali aku nyalakan lampu senterku yang masih aku simpan. Aku melihat pemandangan yang membuat aku luluh sangat luluh, sebuah mayat terbujur kaku dan berbadan kering memakai gaun putih aku mendekati mayat manusia itu dan ternyata. Itu Fani. Aku menangis dengan apa yang aku lihat. Ternyata Fani telah lama pergi meninggalkan dunia ini dan wanita bergaun putih tadi adalah arwah Fani yang tak tenang akan hidupnya, ya sekarang aku sadar. Aku teringat masa laluku waktu aku kelas 7 dimana kami yang baru kenal tetapi sikapku yang terlalu dingin kepadanya.

Aku pernah cuek dengannya, bahkan sering saat dia menanyakan pr, menanyakan keadaanku, dan dia selalu ada buatku tetapi aku cuek. Ya! Aku sangat jahat. Fani. Maafkan sahabatmu yang tak berguna ini. Tiba-tiba suasana di kamar Fani berubah menjadi mencekam. Ku ambil senterku yang aku geletakan di tanah dan aku membalikkan tubuhku di depanku ada seorang wanita yang berdiri di hadapanku dengan senyum licik berdarah membawa pisaunya dihunuskan ke dadaku. Dan. Gelap, gelap. Sangat gelap. Aku dimana apakah aku suka mati, tiba-tiba muncullah setitik cahaya aku berlari ke titik cahaya itu dengan cepat. Ketika sampai terlihat sebuah pintu biru cerah terlihat seperti pintu kamar Fani dengan gemetar, aku membuka pintu itu dan benar di situ ada Fani yang duduk di atas kasurnya.

“Hai Rayan, apa kabar?” sapa Fani.
“Fani itukah kamu?” jawabku.
“Iya Rayan. Ini aku! Apa kamu tidak ingat aku?” Fani tertawa renyah lepas tak seperti tadi yang menghunuskan pedang ke arahku. Aku tertunduk air mataku mengalir membasahi pipiku aku sangat membuatnya menderita maafkan aku Fani, tapi lidah ini kelu untuk mengucapkan seuntaian kata maaf untukmu.
“Kamu kenapa Rayan? Duduklah di sampingku. Sepertinya kamu sedih, kamu kenapa? Ceritakan kepadaku!” aku melangkah gontai ke arahnya dan duduk di sampingnya.
“Fan..” ucapku ya ampun suaraku hampir hilang ditelan air mata aku harus berbicara lancar di hadapannya.
“Iya Rayan, ada apa?” ucap nya tersenyum.

“Fan. Maafkan aku. Aku telah membunuhmu bagai musuh di dalam selimut aku tak bermaksud untuk meninggalkanmu aku ingin melindungimu sebagai sahabatku maafkan aku, kau tak ke rumahmu pada saat orangtuamu meninggal aku tahu kamu tersiksa tak ada yang mengurusmu aku bersalah Fani, maaf atas kelalaian aku selama ini, maaf. Maaf. Aku terlalu cuek denganmu, aku terlalu diam untukmu, dan aku terlalu acuh denganmu maafkan aku. Kamu selalu ada untukku tapi aku? Aku malah membuatmu hancur. Terima kasih kado yang kamu berikan itu indah, aku suka aku akan selalu menjaganya. Sekali lagi maafkan aku Fani.” kali ini aku benar-benar menangis sesenggukan, Fani diam dengan kata-kata maafku barusan lalu ia tersenyum.

“Terima kasih Rayan kamu menyadarinya seharusnya kamu tidak melupakanku. Tahukah kamu, mayat yang kamu temukan di kamarku itu adalah tubuhku aku mati kelaparan karena tak ada yang memberiku sesuap nasi hanya meminum air hujan yang jatuh di depan rumah. Aku selalu menangis atas kepergian orangtuaku, aku kesepian Rayan aku tak punya saudara dekat saudaraku jauh semua aku bingung apa yang harus aku lakukan dan apa daya maut datang kepadaku ketika aku benar-benar mati kelaparan.”

Kau lihat apa yang telah kamu lakukan kepada Fani. Aku sangat terpukul tangisanku makin menjadi tangan Fani menepuk pundakku. “Hei, kenapa kamu makin menangis? Biarlah masa lalu berlalu. Ya aku memaafkanmu sekarang, terima kasih ya kau membuatku tenang aku tidak akan melupakanmu,” dan Fani di hadapanku mulai memudar perlahan.
“Fani, kamu mau ke mana?” tanyaku.
“Tidak, aku tidak akan ke mana-mana dan aku selalu ada di sisimu tetapi, maaf dunia kita sekarang berbeda. Terima kasih sahabatku!” memudar dan memudar menjadi gelap hampa kosong.

Jakarta, 13 januari 2016
“Aduh ini orang tidurnya kelamaan apa gimana sih?” timpal Isna ke Adi.
“Au tuh betah amat tidurnya! Rayan bangun dong, aduhh Fani membuatmu merana sih. Udah pagi nih kamu udah dua hari nggak bangun-bangun. Jangan tinggalin kita Ray.” rengek Adit. “Hush! Nggak baik kita berdoa aja supaya Rayan cepat sadar.” balas Isna sedih.
Gelap masih gelap namun ada yang membisik di telingaku. “Rayan, semangat ujiannya ya! Aku mendukungmu!” dan suasana menjadi berubah dan aku mendengar suara Isna dan Adi aku membuka mataku.

ADVERTISEMENT

“Hmm. Aku di mana?” aku menggosok mataku dan mencubit lengan tanganku sendiri memastikan ini bukan mimpi.
“Rayan! Udah sadar? Syukurlah kamu tidak apa-apa.” teriak Isna saking gembiranya yang tadinya Adi mengantuk menjadi terbangun dan ikut senang dan bersemangat.
“Yeeeyy, untung kamu udah bangun mama kamu cemas tuh,” aku tertawa.
“Yaa maaf Adi.. Isna. Aku tadi habis bertemu Fani! Dan dia memaafkanku!” ucapku bahagia.

Mereka berdua saling berpandang dengan muka yang heran.
“Jadi, kamu udah dimaafin sama Fani? Baguslah.” jawab Isna santai.
“Tapi. Kapan kamu ketemu sama Fani. Rayan?” ujar adi heran. Aku tersontak perasaan kemarin dia ikut denganku untuk mengunjungi Fani di rumahnya. Ah sudahlah mungkin hanya aku, Fani dan yang maha pencipta yang tahu. Aku tertawa dengan tingkah laku mereka berdua. Setelah aku siuman, sore hari aku mengunjungi rumah Fani kembali dan kini tinggal rumput dan bunga-bunga yang bermekaran di sana tidak ada lagi rumah di sana hanya tinggal puing-puing rumahnya saja.

Jakarta, 9 mei 2016
Ujian nasional pun berlangsung di hari pertama ini ya aku semangat memulai hari ini. Aku telah siap dari hari kemarin karena buku yang aku beli dari toko buku dan guruku telah aku habisi dengan tuntas. Di ruangan ujianku terdapat satu bangku kosong. Ya itu bangku Fani, aku menengok ke samping dan ku lihat dirinya tersenyum kepadaku.

Tamat

Cerpen Karangan: Fadillah Umi Kholifah
Facebook: Fadillah Mushaharoh
Fadillah Mushaharoh Umi Kholifah. MTsN 19 Jakarta Selatan. Kelas, 9.2. Terima kasih telah membaca.

Cerpen Tinggal kenangan (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Berlian Pembawa Petaka (Part 2)

Oleh:
Beberapa tahun kemudian… Tanpa disadari hari-hari telah Bu Mira lalui bersama tujuh anaknya dan suaminya. Usia Bu Mira dan Pak Farhan semakin bertambah, menandakan bahwa anak mereka sudah mulai

The Pieces Of Memories

Oleh:
Dingin. Hawa yang terasa di sekitar tubuhku sangat dingin padahal matahari masih menunjukan cahayanya. “Hosh, hosh.” Ini sangat melelahkan, mengapa jalan ini terasa sangatlah jauh bagiku. Terlihat gerbang telah

Juliet Dan Romeo

Oleh:
Langit biru terbentang luas di depan mataku. Tapi yang dapat ku lakukan hanyalah melihatnya dari balik kaca jendela. Ingin sekali rasanya aku menatap langit langsung dengan kedua bola mataku.

Harapan Hati

Oleh:
Harapan ini hadir karenamu. Harapan yang jauh dari kenyataan. Harapan yang hanya khayalan dan mimpi belaka. Harapan untuk bisa bersamamu entah kapankah itu. Aku lancang ya? Telah masuk ke

Death Note

Oleh:
Hidup sungguh tak berguna. Bagiku, hidup tak lebih dari sampah. Kau setuju denganku? Silahkan saja kalau kau memiliki pendapat yang berbeda. Namun aku memiliki alasan kuat, kenapa aku mengutuk

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *