Cintaku Tulus

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Galau
Lolos moderasi pada: 5 March 2014

Aku mengenalnya dari sahabat terbaikku. Dia seseorang yang ramah dan selalu tersenyum pada semua gadis. Ya, termasuk aku salah satunya. Seperti pada sebuah istilah “Cinta pada pandangan pertama” entah memang istilah itu terlalu berlebihan atau entahlah bagaimana, tetapi memang itulah kenyataannya. Bahkan bisa dibilang sekarang aku sedang merasakannya.

Izal itulah namanya. Dia itu teman pacar sahabatku. Padahal kami baru berkenalan beberapa hari yang lalu, tapi entah mengapa Izal selalu memberikan perhatian yang lebih padaku. Senang rasanya bisa mengenal Izal.

Setiap sahabatku, Wina bertemu dengan kekasihnya, Andy. Izal selalu ikut dengan mereka. Jadi, enggak ada salahnya kan kalau aku ikut juga he.. he.. he.

Kami berempat selalu nongkrong di tempat makan. Bercanda tawa bersama sambil bermain TOD, atau bisa dibilang Truth Or Dare (Jujur atau Berani). Kadang jika salah satu di antara kami memilih tantangan, biasanya kami menantang seseorang di antara kami untuk bernyanyi sekencang-kencangnya atau menari depan semua orang ha.. ha.. ha pokoknya kita selalu melakukan hal konyol setiap kali kita bertemu. Seperti tidak ada rahasia lagi di antara kami berempat. Hingga aku mulai merasa rasa ini semakin dalam pada Izal.

“Az, kok kamu makannya sedikit gitu sih?” tanya Izal yang menyadarkanku dari lamunan. Ia menatap kebingungan, melihatku yang hanya makan secuil nasi dan ayam goreng saja. Aku mendadak tersendak. Salah tingkah.
“Enggak apa-apa kok, Zal” jawabku lalu aku membisikkannya dengan nada pelan sambil mendekati telinganya, “Maklum Zal, aku ngirit hehehe” Izal yang tadi terlihat khawatir, sekarang pria yang ada di sampingku itu malah tertawa sambil memandangiku.
Lalu Izal malah membalas bisikanku tadi, ia pun mengecilkan nada suaranya sambil mendekati telingaku. “Aku akan membagi makanan ini denganmu. Agar kamu tidak disangka mengirit.” Ucap Izal yang langsung tersenyum padaku setelah mengatakan hal itu. Aku membalas senyumannya. Aku sungguh bahagia melihat tingkah lakunya saat ini.

Tidak selesai sampai disitu. Kami berdua malah asik berbisik-bisik sambil tertawa terbahak-bahak hingga Wina dan Andy kebingungan melihat tingkah laku kami berdua.

Baru 3 minggu aku mengenalnya. Tapi rasa ini semakin hari semakin besar. Aku terlanjur menyukainya, entah karena sikapnya yang terlalu baik atau karena aku terlalu nyaman berada di dekatnya.

Ke-9 kalinya kami berempat jalan bersama. Kami seperti biasa mencari tempat makan yang nyaman untuk nongkrong. Setelah banyak berbincang-bincang di tempat makan, kami melanjutkan perjalanan ke bukit hijau yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat makan kami tadi. Bukit yang sangat indah terpampang begitu jelas disini, bukit yang sangat hijau itu membuatnya semakin terlihat sejuk dan asri. Suasana disini bisa dibilang romantis, karena banyaknya pasangan yang bersantai di tempat ini. Tapi aku malah merasakan hal yang aneh pada mereka bertiga. Wina dan Andy yang setiap menatapku selalu tersenyum sambil tertawa kecil, tetapi berbeda dengan Izal. Izal malah keliatan agak sedikit gugup.

Sesampainya di bukit hijau, Wina dan Andy meninggalkan kami berdua. Mungkin karena terbawa suasana, aku dan Izal merasa canggung. Izal tiba-tiba menarik lenganku perlahan, aku mendadak terkejut dengan tingkah laku Izal. Akhirnya Izal membuka pembicaraan, tapi Ia masih terlihat gugup. “Az, aku eeem… Aku suka sama kamu, dari pertama kali kita ketemu.” Jantungku berdegup kencang mendengar pengakuan Izal. Aku terdiam menatap Izal yang sepertinya sulit menatapku.
“Az, kamu ngerasain hal yang sama enggak sama aku?” aku terdiam sejenak sambil memandangnya. Lalu akhirnya aku mengangguk sambil tersenyum bahagia. Pria itu pun membalas senyumanku.
“Az, kamu mau enggak jadi pacarku?” lanjut Izal. Jantungku tak berhenti berdegup, malah sekarang jantung ini berdegup semakin kencang. Serasa mau copot. Tentu saja aku mau. Aku sangat ingin menjalani hidupku dengannya. Batinku terus berkata bahwa aku sangat mencintainya.
“Zal, kalau boleh tau. Kenapa kau menyukaiku?” aku mendadak malah bertanya hal seperti itu. “Karena kamu cantik, Az. Dan kamu pun baik.” Jawab Izal. Aku tersipu malu mendengarnya. Aku memantapkan hati untuk menerimanya, tanpa memikirkan bahwa perkenalan kami baru berjalan sebentar.

3 minggu sudah kami menjalani hubungan ini. Tapi semakin lama kelakuan Izal sudah mulai berbeda. Entah apa sebabnya, aku tidak mengerti. Kami bertemu selama pacaran baru satu kali. Bahkan, bila Wina dan Andy bertemu. Izal tidak pernah ada bersama mereka lagi. Izal selalu berkata, “Aku ada acara lain” atau “Maaf, aku sibuk. Mungkin bisa lain kali” beberapa kali Izal selalu mengatakan hal itu setiap kali kami bertiga mengajaknya jalan bersama.

ADVERTISEMENT

Aku bingung harus bagaimana. Beberapa kali pula aku selalu bertanya padanya di sebuah pesan ‘Zal, kamu kenapa? Ada yang berubah dari sifat kamu.’ Pesanku singkat. Karena aku hanya ingin mendengar penjelasan yang jelas darinya. Satu jam kemudian, belum juga ada balasan. Aku kesal. Sangat kesal. Sesibuk apa sih dia? Sampai mengabaikan pacarnya sendiri! Keluhku dalam hati. Dua jam kemudian, Izal membalasnya. ‘Az, maaf aku sibuk.’ Aku terdiam melihat pesan yang begitu singkat darinya. Aku hanya menghela napas panjang.

Keesokan harinya, aku menyuruh Izal datang ke rumahku. Hanya ingin bertemu dengannya, walau sebentar. Ya, bisa dibilang aku sedang rindu. Aku yakin Izal sudah biasa ke rumahku, karena dulu waktu dia masih menjadi temanku. Izal sangat sering ke rumahku bersama Wina dan Andy. Aku menunggunya, tapi tidak ada kabar darinya. Aku mencoba menghubunginya, akhirnya Izal pun mengangkat telponnya.

“Zal, kamu dimana? Aku nungguin kamu dari tadi. Jadi kan ke rumahku?” sejenak aku tidak mendengar suara Izal di telepon. “Az, maaf ya. Kayanya aku enggak jadi deh ke rumah kamu. Aku lupa jalan kesana.”
“Hah? Kamu lupa jalan ke rumah aku? mana mungkin kamu enggak inget sedikit pun jalannya?” tanyaku kesal. “Aku bener-bener lupa. Aku juga enggak tahu kenapa.” Aku menghela napas panjang mendengar jawaban Izal yang tidak masuk akal. Aku mencoba untuk menahan emosi.
“Zal, kamu benar-benar berubah.” Kataku dengan tenang mengatakannya. “Kamu menganggapku berubah hanya karena masalah sekecil ini?” aku terpaku mendengar kata-katanya. “Zal, kepekaan kamu itu dimana ya? sikap kamu seperti tidak menganggapku sebagai seorang kekasih! Aku tetap sabar dan selalu mencoba untuk mengalah…” aku menghentikan perkataanku sejenak, untuk menahan air mata yang hampir saja keluar. Aku segera melanjutkannya sebelum Izal mulai menyela.
“Zal, mau kamu apa sekarang? Aku sangat tulus mencintaimu. Tapi mungkin kamu enggak pernah mencintaiku dengan tulus.” Percuma saja aku menahan air mata ini, toh sekarang aku malah tidak dapat menahan derasnya air mata yang keluar. “Az, aku ingin mengatakan sesuatu. Ini semua salahku, Az.” Derasnya air mata ini membuat aku tak bisa berkata apa-apa. “Maafkan aku” lanjut Izal.
“Aku kira aku mencintaimu. Ternyata setelah aku menyatakan cinta padamu. Aku merasa ada hal yang aneh pada diriku. Sekarang aku mengerti, bahwa aku lebih menganggapmu sebagai seorang teman. Tidak lebih dari itu.” Aku terdiam seribu bahasa. Aku pun mulai berhenti menangis.
“Az, boleh aku menemuimu hari ini?”
“Dimana?” tanyaku. Tanpa ingin memperjelas apapun lagi.
“Di tempat biasa kita makan. Jam 2 siang ini ya.” jawabnya. Aku tidak menjawab dan segera menutup sambungan. Aku menghela napas begitu berat.

Aku sampai lebih awal. Aku memakai kacamata untuk menutupi mataku yang sembab sehabis menangis tadi. Aku memandang sekeliling untuk mencari sosok pria itu. Dari kejauhan, Ia tampak sedang melepaskan helm dan segera menuju kemari. Aku segera menunduk saat Ia sudah mulai dekat.

“Az, kamu nunggu lama ya?” aku hanya menggelengkan kepala. “Az, bisakah kamu menatapku? Jangan menunduk seperti itu.” Aku menyanggupinya untuk tidak menunduk lagi.
“Apa yang ingin kamu katakan?” Akhirnya aku membuka mulut untuk mendengar penjelasan darinya.
Paras wajah Izal mendadak pucat sembari berkata, “Az, aku salah. Aku sungguh menyesal. Sedari dulu aku mencintai Wina, tetapi Andy sudah lebih dulu memilikinya. Aku kira aku dapat melupakan Wina dengan adanya kamu di hati aku. tapi ternyata aku enggak bisa, Az.” Mulutnya kelu seperti tak mampu menjelaskan hal yang lebih menyakitkan lagi padaku.
Aku mengangkat kepala Izal yang dari tadi sudah tertunduk. Aku mencoba sekuat tenaga tersenyum padanya.
“Zal, mencintai seseorang itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mencintai seseorang jika dipaksakan itu sulit bukan?” aku mencoba untuk tetap tegar. Walaupun hati sudah menangis.
“Cintaku tulus, Zal. Bahkan jika kamu bertanya mengapa aku begitu mencintaimu? Aku tidak tahu apa alasannya. Sampai saat ini pun aku tetap tidak tahu mengapa mencintaimu. Karena jika mencintai seseorang karena karakter, fisik maupun materi. Itu bukanlah cinta yang tulus.” Aku hanya menatap pria di hadapanku saat ini yang sedang terpaku mendengar perkataanku tadi.

Matanya berkaca-kaca menatapku. Walaupun aku sudah berterus terang padanya, tetapi entah mengapa rasanya masih begitu berat melepasnya. Izal tak berkata apapun lagi. Hanya terdiam.

Aku berdiri tanpa mengatakan ‘selamat tinggal’ padanya. Berusaha pergi agar tidak menangis di hadapannya. Izal menatap punggungku yang mulai menjauh lalu menghilang di balik pintu. Langkahku mendadak terhenti. Kali ini aku tidak bisa lagi menahan tangis. Aku tahu, semakin ditahan maka akan semakin sakit. Di tengah tangisku, aku hanya berkata, “Sudahlah, tidak apa jika dia tidak bisa mencintaiku. Yang terpenting hanyalah ‘Cintaku Tulus’.”

Cerpen Karangan: Zulfah Nazala
Blog: Zulfahnazala.WordPress.com

Cerpen Cintaku Tulus merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lilin Harapan

Oleh:
Tahukah kau sudah berapa banyak lilin yang aku tiup? Dan jawabannya sudah sangat banyak sampai aku tak dapat menghitungnya. Pasti kau menganggapku seperti orang gila bukan? Tapi ini memanglah

Menanti Ketidakpastian

Oleh:
Hembusan angin pagi yang sejuk membuat aku mengingat suatu perasaan yang lama terkubur dalam, dimana perasaanku seakan membawaku terbang bersama semua kenangan indah yang kulalui bersamanya dulu. kenangan yang

Rindu Dipanggil Ade

Oleh:
Gerimis baru saja turun di malam kamis itu. Malam dimana Ani sedang mengalunkan lagu kesukaannya yang terpasang di telinganya. “I Promise”, ya itulah lagu kesukaan Ani. Lagunya mengartikan sebuah

Dalam Bus Malam

Oleh:
Kuangkat tas ranselku yang hanya berisi beberapa helai pakaian. Kunaiki bus malam yang akan membawaku ke kampung tempat dimana aku dilahirkan. Ya, kampung halamanku. Aku ingin pulang sejenak, melarikan

Pacar Khayalan

Oleh:
Ting… ting… ting… lonceng tanda pelajaran telah usai akhirnya berbunyi. Semua anak langsung bergegas keluar kelas sambil merapikan peralatan tulis menulisnya. Seperti biasa, setelah mendengar ceramah dari guru piket

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *