Teman Dalam Sepekan (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Galau
Lolos moderasi pada: 26 March 2016

Tak terasa hari-hari dimana yang katanya paling indah dimulai. Sekarang, aku telah menjadi siswi Sekolah Menengah Atas. Banyak orang beropini kalau masa SMA adalah masa-masa yang paling indah dan membahagiakan. Entah di mana letak keindahan itu, aku pun tak tahu karena aku belum merasakannya. Sejujurnya aku merasa masa Sekolah Menengah Pertamalah yang sebenarnya patut dipredikatkan sebagai masa-masa yang paling indah, karena di sana aku menemukan orang-orang yang begitu peduli dengan kehidupanku dan mau menerima aku dengan segala bentuk kekurangan dan kelebihan yang aku miliki. Awal mula aku menginjak Sekolah Menengah Atas yang terjadi bagaikan awal buruk untuk hari-hari yang membosankan. Aku pernah menangis dan merasa frustasi hanya karena tugas yang begitu luar biasa banyaknya.

Dalam diam ku coba perhatikan gerak-gerik pemuda dan pemudi di sekelilingku. Memang banyak yang berstatus namun aku tak menjamin jika keduanya saling mencintai dan ku lihat ada pula yang merasakan cinta namun sayang tak bisa bersatu, misalnya ketika perasaanmu tak dapat tersampaikan karena kau dan dia dilahirkan dalam perbedaan.
Berbicara tentang cinta mengingatkan aku padanya. Semakin cepat waktu berlalu hubungan aku dan dia semakin merenggang. Kami terbatas oleh jarak dan waktu, tak pernah ku jumpa dirinya kembali setelah dia melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa di salah satu Universitas ternama di Indonesia. Belasan tahun lamanya, ku isi lembar-lembar berikut tanpa kehadirannya. Aku mengira perasaan itu telah hilang ditelan masa, yang hanya menyisakan bayang-bayang masa kanak-kanak dulu. Masa indah yang pernah mengisi lembaran di hidupku. Kami bercanda, tertawa, dan bahagia bersama melakukan banyak hal.

Beberapa waktu lalu aku berpapasan dengannya ketika dia tiba di Jakarta, mungkin sekedar untuk mengisi waktu liburan semesternya. Melihatnya membuat aku sadar, jika rasa yang sejak dulu tumbuh itu tak pernah hilang, hanya ku simpan di tempat terdalam dan berharap tak pernah kembali. Dia nampak di depan mataku, membuat aku terpesona padanya untuk kesekian kali. Semua yang ku rasa tak berubah sejak dia pergi dan kembali. Membuat aku jatuh hati berulang kali pada orang yang sama. Seseorang memanggil dia dengan nama lengkapnya yang ketika itu baru aku ketahui. Dulu aku hanya mengenal dia sebatas nama panggilan sehingga mencari berbagai informasi mengenainya bukan hal yang mudah. Sesaat setelah aku mengetahui nama lengkapnya, aku mulai mencari berbagai informasi tentangnya dari internet dan yang aku temukan adalah sesuatu yang tak terduga.

Sekarang dia tengah menjalin hubungan asmara dengan seseorang yang namanya bisa dikatakan hampir mirip dengan namaku dan yang lebih tak ku sangka adalah hubungan yang tengah mereka jalin sudah berlangsung selama lima tahun. Bayangkan! Betapa kerasnya dia hempaskan gelas-gelas kaca yang berisi pengharapanku tentang bagaimana kami bisa bersama untuk saling melengkapi. Apa kalian tahu? Secara singkat, aku merasakan kepedihan yang tak tertahankan. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk mengobatinya dan aku bingung mau dibawa ke mana semua ini. Aku memang tak bisa memilih dengan siapa aku akan jatuh cinta, namun aku pasti bisa memilih siapa yang patut untuk ku perjuangkan.

Begitu tinggi aku memuja dan memujinya, tanpa peduli kelemahan yang sebenarnya juga dia miliki. Namun apa balasannya untukku? Lihatlah dengan seksama realitanya! Dia malah tak turun untuk menemuiku yang berusaha menyamai jaraknya, dia bahkan tak berusaha diam di tempat dan memilih untuk terbang lebih tinggi menggapai orang lain yang dia puja dan puji. Lalu bagaimana dengan diriku yang hanya bisa bertekuk lutut dalam perkara? Apa dia tega meninggalkanku seorang diri di dasar sana? Dia mungkin saja bahagia dengan yang lain tetapi bagaimana dengan diriku? Yang dia hancurkan hatinya secara tiba-tiba. Mengapa dia berikan pengharapan yang begitu manis? Jika nyatanya dia tak mampu wujudkan hal itu. Jika nyatanya pengharapan itu hanya sebuah hidangan pembuka dan menu utama yang dia suguhkan hanyalah rasa pahit dari omong kosong. Rasa pahit dari sebuah angan semu.

Dan pada akhirnya aku hanya perlu mensyukuri apa yang telah Tuhan anugerahkan untukku hari ini. Semisal anugerah tentang bagaimana rasa manis pahitnya sebuah pengharapan. Tentang bagaimana rasa pahit manisnya mencintai seseorang. Cinta seperti permainan dengan hati sebagai medianya. Jika kalian menang, kalian berhak mendapatkan hatinya tetapi jika kalian kalah, kalian harus bersedia merelakan hati kalian terluka. Cinta memang mengalir begitu saja, sesuai jumlah mata dadu yang melesat. Kalian akan melewati berbagai jenis rintangan pada tingkatan yang berbeda, dimulai dari yang mudah hingga sulit sekali pun.

Dulu, aku pikir cinta hanya kata yang tak berarti. Sekarang, cinta telah berubah menjadi permainan yang dapat membodohiku kapan pun, yang membuatku bersikeras dalam menanti meski harus didera luka dan kecewa, membuatku tetap bertahan meski terancam dicampakkan dan membuatku tak ingin berhenti meski sering kali tersakiti. Aku yang bodoh tak mematuhi aturan dalam permainan ini, maka aku juga yang akan mendapatkan konsekuensinya. Apa pun itu aku harus menanggungnya, semisal menanggung rasa sesak yang memenuhi relung hati. Terkadang kesempatan itu datang, tetapi para pemain tak menggunakannya dengan bijak. Akan tiba waktu dimana semua akan berakhir. Ketika salah satu antara aku, kalian, dan orang yang kita cintai kalah dalam permainan ini {Game Over}.

Dalam sorot lensa mata yang silih menatap
Khayalan indah datang dan bersarang begitu mantap
Membuat alunan nada jantung kita yang berbeda
Melantunkan debar yang sama tanpa jeda
Katup bibir yang kita pertahankan untuk saling diam
Membuat cinta kasih kian tenggelam lebih dalam
Dan walaupun hembusan napas sudah terdesak
Lara masih saja bersikeras untuk menambah rasa sesak
Cobalah kau kecap sakitnya relung hati yang tersayat
Apa kau mampu mengobati dan membuatnya kembali sehat?
Untukmu, ‘Teman dalam sepekan ku’.

Mengapa kau tak pernah ucapkan selamat tinggal padaku jika kau ingin mengakhiri hubungan pertemanan yang pernah kita jalin di masa kecil. Kini kau telah tumbuh beranjak dewasa dan mungkin beberapa waktu ke depan aku akan menyusulmu menjadi pribadi yang lebih dewasa. Sejak hari dimana semua perasaanku tertahan dalam tulisan-tulisanku, aku harap semesta dapat mengirimnya ke kotamu yang jauh agar kita bisa saling terhubung. Mungkin kau akan bertanya, kenapa aku menulis ini semua? Jika kau mengira karena aku ingin mencuri perhatianmu, Kau salah. Untuk apa aku mendramatisir keadaan Jika hanya karena rindu yang tak tersampaikan atau hanya karena cinta yang tak terbalaskan. Entah apakah kau masih peduli atau tidak dengan hidupku. Setidaknya aku ingin kau mengingat bagaimana kita pernah menatap lalu memalingkan, bagaimana kita pernah bergenggam erat lalu harus saling melepas, dan bagaimana aku bisa tertawa bahagia lalu menangis karena kecewa.

ADVERTISEMENT

Bahasa mata yang sulit untuk diterjemahkan itu membuatku memimpikan hal yang tak mungkin bisa terwujud. Hitam dan putih yang nyata beradu menjadi abu, membuatku sulit membedakan rasa benci dan cinta yang tersorot lewat lensamu. Detak jantung kita yang beda mencoba melantunkan debar yang sama tanpa jeda. Detak jantungku mengalun dengan tempo cepat dan membuat nada yang sama ketika semua tentangmu terbaca oleh inderaku. Namun bagaimana dengan detak jantungmu, ketika keberadaanku tertangkap oleh inderamu? Aku yakin debaranmu bertempo lebih lambat dari yang aku harapkan. Dan apa kau tahu? Tanpa ku duga sebelumnya aku berhasil menemukan denyut jantungku berjeda. Berhenti sejenak ketika kau berhasil menancapkan luka, ketika kau telah berhasil merampas alam rasionalku.

Katup bibir yang dipertahankan saling diam membuatku sulit menemukan jawaban atas semua keraguan dan membuatku terhanyut dalam cinta kasih yang mengombang-ambing. Membuat aku mengapungkan harapan warna-warni antara kita yang tak akan berlabuh ke tujuan awal. Ketidakstabilan emosi membuatku sulit berespirasi dengan baik. Membuat napasku terengah, ketika aku mengalami depresi, gelisah dan takut. Beginikah rasanya mengakhirkan imaji yang sedari dulu aku bangun? Beginikah rasanya menghentikan cinta yang sudah terlanjur dalam? Cinta atau entah apa namanya. Separah inikah aku tenggelam dalam khayalmu yang semu? Ini terlalu menghempaskan dan membuat dadaku terasa semakin sesak.

Aku benci pada hati ini. Benci dengan perasaan yang telah porak-poranda. Mengapa bisa dengan mudahnya aku merealisasikan harapan dengan orang yang salah? Aku coba kuatkan hati agar tetap tenang dan nyaman. Namun percuma, hatiku tak akan bisa kembali seperti sebelum aku mengenal cinta. Rasanya aku ingin kembali menjadi anak kecil yang bersorak lantang karena bahagia, bukan berteriak karena derita lantaran cinta. Yang bisa tertawa lepas atas hal lucu yang tak dimengerti dan bukan menangis karena luka di hati yang sakitnya bukan main. Darimu aku belajar bahwa aku harus bisa memposisikan segalanya dengan porsi yang pas. Agar kedepannya rasa kecewa yang mendalam tak akan pernah aku jumpai lagi.

Aku teringat mereka, orang-orang yang paling berpengaruh dalam hidupku yang sederhana. Terima kasih atas usaha yang telah kalian lakukan untuk tetap berada di sisiku dalam suka ataupun duka. Kalian yang telah berusaha menjaga kepercayaan yang aku berikan dengan sangat baik dan penuh hati-hati. Kalian yang selalu mencoba mengembalikkan suasana hatiku untuk tetap tenang dan nyaman ketika aku mulai jenuh dan terlarut dalam derita. Serta membuat aku lebih tangguh dengan adanya kalian sebagai penunjang dalam diriku yang mudah rapuh. Dan untukmu teman masa kecil yang pernah ku perjuangkan dan tak pernah tahu dengan apa yang telah aku lakukan. Maaf, mungkin aku telah membuatmu merasa tak nyaman dengan hadirnya diriku dan walaupun kau yang aku tunggu sekian lama tak kunjung sadar.

Aku terima. Kelak, kamu yang aku cintai akan mengerti. Betapa gigihnya aku memperjuangkan cinta yang aku rasa. Betapa keras kepalanya aku setia menanti meski harus diterjang badai dan ombak besar. Kelak, kamu juga akan tahu rasanya mencintai namun bertahan untuk tidak memiliki, bertahan untuk tidak mengungkapkan dalamnya rasa yang kau simpan. Percayalah, itu lebih mengenaskan dari sekedar patah hati. Aku menyerah. Bukan karena aku sudah tidak mencintaimu lagi. Bukan juga karena aku lelah berjuang dalam menanti, tapi hanya karena aku lelah merasakan cinta yang tak pernah kau pedulikan. Lelah mendapatkan kesakitan yang datang bertubi-tubi. Aku harus berhenti. Berhenti merasakan sakitnya derita kepedihan, kesepian, dan rasa tak diinginkan. Berhenti melakukan usaha yang hanya membuang percuma waktuku saja. Aku harus pergi. Pergi meninggalkan tempat di mana aku pernah berjuang sepenuh hati namun tak dihargai. Tempat di mana aku pernah menunggu segenap jiwa raga namun tak dihiraukan.

Akhirnya aku sadar betapa bodohnya aku menangisi seseorang yang hanya bisa mengabaikan. Yang hanya bisa membuat luka namun tak berniat untuk mengobati. Aku tidak bermaksud memaksamu untuk tahu isi hatiku, namun aku hanya sudah tak sanggup menyimpan rasa sesak yang selama ini tersembunyi. Aku juga tidak bermaksud untuk mengancammu, namun suatu saat kamu pasti akan menyesal kehilangan sesuatu yang tak pernah kau pertahankan. Menyesal melepas sesuatu yang sebenarnya tak pernah kau genggam. Terima kasih telah menunjukkan padaku di mana letak kebahagiaan serta penderitaan dan terima kasih karenamu juga aku berhasil menulis rentetan kalimat ini. Aku tak tahu akan seperti apa akhirnya nanti, namun aku sudah tak ingin berharap begitu banyak padamu lantaran aku harus mengikhlaskan dan berserah diri kepada Tuhan yang menjadi perencana terbaik untukku.

Bersambung

‘Kita memang tidak bisa memilih dengan siapa hati kita akan jatuh, tetapi kita bisa memilih dengan siapa kita akan menjatuhkan hati sedalam-dalamnya, yaitu pada orang yang tepat dan pantas untuk kita perjuangkan dan kita pertahankan.’

Cerpen Karangan: Andina Ilma Darmawan
Blog: andinaid.blogspot.co.id
@andina_ilmad

Cerpen Teman Dalam Sepekan (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tangkai-Tangkai Bunga Punya Nika

Oleh:
Meninggalkan gerbang putih yang seharusnya penuh kenangan ini aku lakukan dengan gaya berbeda dari yang lain, dan tentu saja dengan hati yang berbeda pula dari bisaanya. Hasil perenunganku tadi

Surat Untuk Kamu

Oleh:
Dulu kamu bukan siapa siapa buat aku. Aku yang cuek tidak pernah memperhatikan lingkungan sekitar secara detail. Aku hanya tau namamu. Itu pun karena kita satu kelas, jadi ketika

Hadiah Ulang Tahun

Oleh:
Beberapa hari menuju hari ulang tahun, aku sudah mendapatkan hadiah lebih awal. Tidak. Kali ini hadiah yang kuterima lebih berbeda dan menarik dari biasanya. Yaitu seorang sahabatku, Dianita, yang

Dinda

Oleh:
Malam Minggu yang sangat dingin setia menemaniku yang sedang termangu menunggu bus Budiman di halte Yasmin. Aku hendak pulang ke kampung halaman karena mendapat kabar bahwa Umi sakit. Saat

Tulang Rusuk ku

Oleh:
lagu “Aishiteru dari zivilia”, mengalun di kamar tiga kali 5 meter. suara burung di pagi ini bernyanyi bergoyang di atas dahan dekat jendela kamar, Wulandari duduk di pinggir jendela,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *