Anabel (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 26 December 2016

Suara tangisan seorang wanita mengganggu indra pendengaranku dan sukses membangunkanku,
merinding yah itulah yang kurasakan sekarang. Tengah malam jam 11:30 dan terdengar suara tangisan wanita bukannya ini familiar? seperti adegan film-film horor yang mungkin beberapa menit lagi tante kuntilanak akan datang. Aku perlahan beranjak dari tempat tidurku, keadaan yang menakutkan ditambah otakku yang membayangkan hal-hal horor membuat keringat bercucuran di keningku padahal jelas-jelas sekarang tengah malam dengan hujan yang bergemericik di luar. Wow tengah malam dan hujan gemericik bukankah itu moment favorit hantu?. Aku berjalan ke luar kamar menyalakan setiap lampu di ruangan rumahku, kalau di iklan hantukan takut sama cahaya lampu apalagi lampunya philip LED.
Aku terus berjalan menuruni tangga dengan kepala yang aktif nengok kanan kiri sampe tiba di depan kamar di dekat tangga. Aku mengetuk pintu perlahan berharap si empu kamar bangun, perlahan-lahan tak juga dibuka, makin keras masih sama, suara orang menagis makin keras terdengar sedangkan si empu kamar belum juga keluar di tambah lagi angin yang menggerakan ranting pohon terlihat jelas dari tempatku berdiri sekarang membuat bayangan horor semakin seliweran di kepalaku. Aku mengetuk pintu secara brutal saking takutnya sampai akhirnya suara orang ngamuk membukakan pintu.

“HEH LOE GILA YAH? LIAT JAM BERAPA INI NGAPAIN GANGGU TIDUR GUE” semprot si empu kamar.
Sst… aku menyuruhnya jangan berisik, dia membuka mulutnya hendak bicara tapi aku langsing menutupnya dengan tanganku meskipun agak jijik juga ya iyalah gimana gak jijik orang baru bangun tidur pastinya tau kan gimana mulutnya tapi tak apalah kalau keadaan darurat. Dia melotot melihat tingkahku tapi diam saja mungkin masih linglung kali biasa efek bangun tidur.
“Dengerin, ada suara cewek nangis!” ucapku pelan.
Dia memicingkan telinganya dan mengangguk, aku melepaskan bekapan mulutnya dan memeperkan tanganku ke kaos yang dia pakai sambil mengangguk mengikuti anggukannya.
“Siapa yang nangis jam segini?” tanyanya datar.
“Kalau gue tahu ngapain bangunin loe cumi” jawabku kesal.
“Samperin gih kali aja dia butuh bantuan kita” ucapnya cuek sambil berjalan menuju dapur.
“Lah loe kan cowok, samperin gih sama loe, gue takut”
“Yang nangis kan cewek yah cewek dong yang harus samperin” sambil sibuk masak air di panci kecil.
“Yah gimana kalau dia bukan manusia? kuntilanak mungkin?” tanyaku ragu.
“Loe lebih serem dari kuntilanak jadi samperin aja” ucapnya cuek sambil sibuk nyari sesuatu di lemari makan.
“Loe ngapain?”
“Nyari mie instan laper” jawabnya cuek.

Aku menarik tangannya menuju pintu untuk melihat siapa yang menangis di luar dan berjanji masakin mie kalau udah liat keluar. Meskipun malas-malasan dia akhirnya mau menemaniku, jantungku deg-degan ketika dia membuka kunci pintu depan, dengan perlehan aku mengendap-endap mengikuti dia yang berjalan di depan. Aku menengok ke kanan dan ke kiri hingga mataku menangkap seseorang jongkok di dekat pot besar dengan rambutnya yang menjumbai.
Aku menjerit kaget, dan Andra yang sudah berjalan di depanku pun ikut menjerit, entahlah dia menjerit karena apa. Orang yang berjongkok itu mengangkat mukanya lalu berdiri dan ternyata dia hanya anak kecil. Seorang anak perempuan dengan baju tidur frozen yang kotor dan rambut acak-acakan berdiri di hadapanku. Entahlah dia beneran anak manusia atau malah anak jin, tapi aku melihat matanya sembab dan masih terisak jadi aku yakin anak inilah yang sedari tadi menangis. Perlahan aku mendekatinya dan dia malah mundur.
“Adik kecil kenapa menangis disini malam-malam begini? orangtuamu mana?” tanyaku.
Anak itu berhenti menangis dan menatap takut-takut ke arahku tapi dia tak menjawab pertanyaanku dan malah semakin mundur menjauhiku.
“Jangan takut sayang kakak bukan orang jahat” ucapku merayunya.
Anak itu masih diam, matanya mengamatiku dari ujung kaki hingga kepala lalu mendekat dan menarik tanganku untuk mengikutinya. Aku mengikuti anak itu dan menyambar tangan Andra agar mengikutiku, dia menarikku terus berjalan melewati beberapa rumah hingga sampailah ke rumah yang berjarak 7 rumah dari rumahku. Rumah itu dalam keadaan kacau dan aku langsung menjerit kaget ketika melihat darah bersimbah dimana-mana serta dua mayat tergeletak di tanah dengan bersimbah darah tak jauh dari tempatku berdiri.
“Mamah… Papah…” ucap anak itu.
Andra menarikku agar menjauh, dia menarikku untuk pulang dan menelepon polisi. Aku mengikuti Andra dan tak lupa membawa gadis kecil itu ikut bersamaku.

Sesampainya di rumah Andra langsung menelpon polisi dan menceritakan keadaannya, polisi berjanji menerima laporannya dan berjanji datang secepat mungkin. Sambil menunggu polisi datang aku menyiapkan mie instan untuk Andra dan gadis kecil itu setelah aku mengganti pakaian anak itu dengan pakaianku, yah meskipun kebesaran tapi lumayanlah daripada pakaiannya yang penuh noda darah dan basah. Andra dan anak itu sama-sama makan dengan lahap mie instan yang aku buatkan sedangkan aku hanya diam melihat mereka. Setelah makan anak itu tertidur dan Andra memindahkan anak itu untuk tidur di sofa.

Aku juga ikut duduk di sofa, tanganku masih bergetar karena shock akan apa yang kulihat tadi. Yah ini kali pertama aku melihat hal-hal yang mengerikan itu di depan mataku, dan tentu saja sukses membuatku mual. Andra mendekat ke arahku tapi belum sempat dia duduk, seseorang mengetuk pintu dan ketika dibuka ternyata itu pak polisi. Pak polisi menginformasikan bahwa korban ditemukan sudah tak bernyawa, korban adalah sepasang suami istri berusia sekitar 40-45 tahunan dari TKP di temukan jika korban memiliki anak perempuan berusia 5 tahun. Pak polisi meminta izin untuk melihat anak itu, Andra bergeser dan mempersilahkan pak polisi berjumlah 4 orang untuk masuk.
Pak polisi melihat anak itu yang terlelap di sampingku dan melirik ke arahku. Pak polisi menanyai identitas kami, aku pergi ke kamar mengambil KTPku begitupun Andra.

“Kanya Dewi berusia 20 tahun dan Andra Anggara berusia 21 tahun berstatus mahasiswa apa hubungan kalian dengan korban?” tanya salah satu polisi.
Aku dan Andra saling melirik tak mengerti,
“Sudara Kanya dan Andra apa hubungan kalian dengan korban?” tanya mereka lagi.
“Kami tak mengenal mereka, kami baru pindah ke rumah ini sebulan lalu jadi kami belum mengenal siapa-siapa disini.” ucap Andra.
“Lalu apa hubungan kalian hingga tinggal bersama?” tanyanya lagi.
“Kami sudah menikah” ucap Andra sambil mengankat tanganku yang memakai cincin kawin yang sama.
Polisi itu menatap curiga pada kami, sepertinya mereka tak percaya akan apa yang Andra ucapkan. Akhirnya Andra menceritakan jika kami sudah menikah sejak kami lulus SMA 2 tahun lalu, kami baru pindah sebulan lalu, sebelumnya kami ngekos 2 km dari sini. Andra juga menceritakan kornologi pertemuan kami dengan gadis kecil yang ternyata bernama Anabel itu. Polisi masih tetap ragu mendengar penjelasan Andra tapi karena waktu masih jam 1 malam jadi mereka memutuskan untuk melanjutkan interogasi esok hari. Pak polisi juga meminta menjaga Anabel untuk sementara waktu hingga keluarga lain dari anak itu ditemukan.

Malam akhirnya berlalu, pagi hari seisi kompleks heboh dengan peristiwa pembunuhan yang terjadi tadi malam. Aku bingung kemana orang-orang semalam ketika Anabel menangis sepanjang jalan dari rumahnya menuju rumahku, aku juga heran kenapa tetangga di samping rumah Anabel tidak mendengar keributan di rumah Anabel saat pembunuhan itu terjadi. Kerumunan warga terus berdatangan untuk melihat kejadian keji itu meskipun para polisi melarang warga mendekat. Di rumah Anabel duduk diam memakan sarapannya, sejak dia bangun tidur dia sama sekali belum mau bicara meskipun dia merespon perintah dariku. Andra bilang mungkin dia masih trauma jadi menyuruhku untuk tidak memaksanya bicara, apalagi melihat sorot matanya yang bergerak-gerak ketakukan.

Jam 8 polisi kembali mendatangi rumah kami, saat melihat mereka Anabel terlihat sangat ketakutan dan langsung bersembunyi di belakang punggungku bahkan ketika polisi wanita membujuknya untuk mendekat dia malah menangis. Anabel terus menangis sambil menggenggam bajuku, karena kasihan aku menariknya ke pangkuanku dan dia langsung menyembunyikan wajahnya di rambutku. Sepertinya dia masih sangat trauma, beruntung polisi-polisi mau mengerti dan mengizinkan aku untuk menenangkan Anabel di kamar.

Setelah sampai di kamar aku menurunkan Anabel di ranjang dan berusaha menenangkannya. Anabel masih terisak kecil dan matanya masih bergerak-gerak ketakutan. Aku memeluk tubuh kecilnya, dan mengajaknya berbicara hal-hal menyenangkan agar dia tenang. Anabel terus bersembunyi di dalam pelukanku hingga entah berapa lama kemudian isakannya tak terdengar lagi. Aku melepaskan pelukanku dan melihat Anabel ternyata tertidur, yah mungkin dia lelah karena menangis atau lelah karena semalam dia baru tertidur di tengah malam. Aku meninggalkan Anabel yang tertidur untuk menemui Andra dan para polisi di bawah tapi ternyata para polisi sudah pulang. Andra duduk sambil menarik nafas berat ketika melihat kedatanganku.

“Apa yang dikatakan para polisi?” tanyaku dan duduk di hadapannya.
“Anabel tidak memiliki keluarga lain, di rumahnya belum ditemukan bukti apapun bahkan tidak ada sidik jari lain di rumah itu selain sidik jari Anabel dan kedua orangtuanya.”
“Jadi?”
“Polisi akan mengintrogasi Anabel karena dia satu-satunya kunci pembunuhan itu karena polisi bilang semua rumah itu hancur berantakan kecuali kamar Anabel, bukannya itu sedikit aneh, seisi rumah berantakan dan keluarganya terbunuh tapi Anabel tidak tersentuh sama sekali padahal dia ada di tempat yang sama”
“Maksudmu polisi curiga Anabel yang membunuh keluarganya?” tanyaku heran.
“Tentu saja bukan begitu, tapi polisi bilang mungkin Anabel mengenal pembunuhnya”
“Jadi?”
“Polisi bilang kita harus hati-hati mungkin saja pembunuhnya masih berkeliaran di sekitar kita” jelasnya.
Aku hanya mengangguk-angguk mengerti, pembunuh ada di sekitar kita yah itu memang terdengar menyeramkam tapi mau bagaimana lagi semua terlanjur terjadi bukan?. Melihat keadaan Anabel sekarang dialah korban dalam situasi ini dan sebagai manusia tentu saja kita harus menolongnya.

ADVERTISEMENT

Anabel gadis kecil berusia 5 tahun harus mengalami kejadian semengenaskan ini, aku tak bisa bayangkan bagaimana gadis kecil itu akan hidup ke depannya tanpa orangtua dan sanak saudara.
Aku menghabiskan hariku dengan menonton TV sedangkan Andra asyik sendiri dengan gamenya tak jauh dari tempatku duduk. Anabel bangun dari tidurnya dan langsung memelukku, aku tak tahu apa yang terjadi pada anak ini jadi kuputuskan untuk membiarkan saja dia memelukku.

“Sepertinya anak itu menyukaimu” ucap Andra yang entah sejak kapan menggunakan frase aku kamu padahal biasanya gue elo.
Aku hanya tersenyum dan menepuk-nepuk punggung kecil Anabel. Hari itu waktu terasa lambat sekali yah mungkin karena gak ngelakuin apa-apa selain duduk di rumah, apalagi sejak tadi aku ngomong sendiri karena sampai sekarang Anabel belum merespon ucapanku dan Andra hei jangan ditanya kalau dia sedang asyik dengan PSPnya sepertinya tak ada manusia lain di sekitarnya. Aku tak tahu kenapa mata Anabel selalu bergerak kesana kemari dengan gusar bahkan ketika waktu tidur di malam hari dia malah terus saja duduk dengan mata gusarnya.

“Anabel sayang sudah malam tidurlah tidak apa-apa kakak janji tak akan ada sesuatu yang buruk meninmpamu karena kakak akan tidur di sini sama kamu” bujukku.
Anabel menatapku dengan berkaca-kaca lalu menurut dan membaringkan tubuhnya di kasur. Aku mengajaknya berdoa sebelum tidur sesaat sebelum dia tidur dan akhirnya aku pun ikut tertidur.

Suara orang membuka gagang pintu berulang kali membangunkanku dari tidurku. Aku terbangun dan jam menunjukan jam 10 malam, aku melihat ke arah pintu dan melihat kaki seseorang dari celah bawah pintu.
“Andra?” tanyaku, tak ada jawaban, aku mendekat ke arah pintu dan membukanya tapi tak ada siapapun di depan pintu kamarku.
“Andra” panggilku lagi dan tetap tak ada yang menyahut.
Aku berjalan keluar menuju kamar Andra dan mengetuknya tak berapa lama Andra keluar dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya.
“Kamu berada di depan pintu kamarku tadi?” tanyaku.
“Tidak, aku sejak tadi di kamarku mengerjakan tugas kantor yang dikirim ayah, kenapa memangnya?” tanyanya heran.
Aku menatapnya menyelidik, aku yakin dia bohong, kalau bukan dia lalu siapa mengingat hanya kita berdua yang tinggal di rumah ini.
“Aku serius sejak tadi aku ada di kamar” ucapnya.
Aku mengangguk tak ingin memperpanjang masalah, lalu berjalan menjauh dari kamarnya tapi baru beberapa langkah jeritan suara Anabel membuatku mundur lagi dan menarik Andra untuk ikut denganku memeriksa keadaan Anabel.

Cerpen Karangan: Nina
Facebook: min hyu na

Cerpen Anabel (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Hyde Jekyll

Oleh:
Delora tersenyum bahagia menerima pesan berisi undangan jamuan makan malam dari seorang lelaki yang telah lama ia kagumi. Ragai seorang mahasiswa multitalenta yang aktif bergerak di bidang musik dan

Tap! Tap! Tap!

Oleh:
Semilir angin malam menerpa tubuhku seakan dinginnya menusuk kulitku sampai ke tulang-tulang. Ku letakkan tas besarku yang berisi pakaian, makanan-makanan kaleng, dan beberapa alat mandi. Ku tutup jendela kamarku

Ruangan Misterius di Rumah Citra

Oleh:
Hari ini sekolah terasa sangat membosankan, tapi aku tidak bisa membolos karena bisa bisa aku makin bodoh karena tidak memahami pelajaran. Citra menghampiriku yang sedang mencoret coret buku halaman

Dendam Siluman Tikus (Part 2)

Oleh:
Aku bersembunyi di bawah meja. Aku masih hidup. Aku menatap sebuah kaca, tergambar wajahku menyiratkan ketakutan. Aku tahu aku tidak bisa mengharapkan ampunan apa pun dari Malak. Dia sudah

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

4 responses to “Anabel (Part 1)”

  1. Dwi Lestari says:

    waahhhh…

  2. Najmah says:

    Penasaran!

  3. Khotmi Ahzami says:

    Keren ceritanya serem tapi seru
    Jadi pengin buat cerpen trus dikirimin ke cerpenmu. Tpi masih bingung caranya gimana…??

  4. aliya azura says:

    wahhh jadi pngen buat

Leave a Reply to Khotmi Ahzami Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *