Dari Belakang Jendela

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 24 November 2016

Rumah ini terlalu besar untukku, dulu aku menempati sebuah bangunan yang lebih cocok disebut kandang daripada rumah tinggal. Sejak saat itu ruangan ini aku nyatakan sebagai kamarku, dan segala perkakas di dalamya adalah milikku. Dari atas sini, aku dapat melihat anak-anak kecil bermain di taman sebelah rumah ini setiap sore. Malam harinya, aku dapat melihat sepasang kekasih yang menghabiskan malam-malam mereka di ayunan yang sejak lama berada di taman tersebut.

Aku tidak dapat mengingat kapan aku mulai tinggal di kamar ini, bahkan aku tidak ingat kapan aku menempati rumah ini. Kemarin, dari kamar ini aku berteriak karena frustasi. Tapi percuma saja, anak-anak itu tidak dapat mendengar suaraku.

Rumah ini berbeda dengan rumah-rumah yang lain di kompleks ini. Aku pernah menguping percakapan dua orang tua yang membicarakan tentang kamar-kamar di rumah ini. Mereka, orang-orang tua itu bercerita tentang kebakaran hebat lima belas tahun yang lau.
“Sungkowo benar-benar seorang yang memiliki jiwa seni yang matang, rumah ini dibangunnya dengan perencanaan yang baik.” ujar salah satu orang tua itu. Dari suaranya, orang tua ini pasti laki-laki tua yang banyak minum minuman keras. Perkiraanku memprediksikan usia orang tua itu adalah delapan puluhan atau lebih.
“ya, dia merencanakan dengan baik, bahkan sampai merencanakan kebakaran yang menimpa rumah ini. Kudengar, dia menyembunyikan sesuatu di sebuah kamar di rumah ini. Semacam buku catatan. Polisi-polisi itu putus asa dan mengira catatan itu lenyap akibat kebakaran. Sayang, dia harus berakhir seperti itu” ujar orang tua yang lain.

Aku telah menjelajah di semua kamar, tapi aku pun tidak menemukan buku catatan yang diceritakan kedua orang tua itu.
Rumah ini terdiri atas dua bagian besar, ruangan bawah dan ruangan atas. Ruangan bawah adalah garasi mobil, ruangan luas yang bagi banyak orang dinamakan ruang tamu, kamar Sungkowo, dapur dan kamar tamu. Ruangan bagian atas terdiri dari kamar perlengkapan kerja Sungkowo yang terbakar dan kamarku.

Tentang Sungkowo, tidak banyak yang dapat aku ceritakan. Dia adalah pria yang baik, sayangnya kematian istrinya telah membuatnya sedikit gila. Aku sendiri ragu, dia yang gila atau aku yang gila. Kepadaku, dia selalu bercerita tentang kebaikan hatinya yang menolong seorang anak dan mengadopsinya. Tentu saja, dia bercerita seperti itu untuk membuatku berterima kasih padanya.

Namaku Dharma, jasadku membusuk di kamar mandi sejak lima belas tahun yang lalu di kamar mandi di lantai bawah. Tentu saja, kematian itu direncanakan oleh Sungkowo. Kematianku, bahkan tidak pernah dikenang oleh siapapun, karena aku tidak pernah memiliki siapapun.

Kelahiran tidak diinginkan adalah awal kehidupanku, kedua orangtuaku membuangku ke panti asuhan. Aku hanya tiga tahun hidup di panti asuhan yang aku tidak tau namanya. Selanjutnya, Sungkowo dan istrinya mengadopsiku karena kasihan. Alasan sebenarnya adalah karena Sungkowo tidak akan pernah memiliki keturunan. Mengadopsiku hanyalah alasan agar tetangganya menganggap Keluarga Sungkowo adalah keluarga yang normal.

Beranjak dewasa, Sungkowo menceritakan semuanya kepadaku. Sejak saat itu, aku mengurung diri di rumah ini.
Istri Sungkowo, sebenarnya adalah wanita baik. Hanya saja, karena peristiwa pagi itu dia harus meregang nyawa. Pagi itu seperti pagi biasa, istri Sungkowo mempersiapkan sarapan untukku. Kita berdua makan bersama karena Sungkowo telah meninggalkan rumah sejak subuh tadi karena urusan pekerjaan.
Istri Sungkowo, terlalu banyak bicara sehingga aku marah dan mendorongnya ke belakang. Kepalanya menghantam lantai dan tewas seketika. Tidak kusangka Sungkowo pulang cepat, Sungkowo berteriak karena mengetahui istrinya mati dengan kepala yang berlumuran darah. “Dia banyak bicara, aku hanya mendorongnya” kataku datar.

Aku berlari ke lantai atas, dan kemudian mengunci pintu kamarku. Sungkowo mendobrak pintu dan memarahiku atas semuanya. Aku pun membela diri. Aku tidak ingat sampai kemudian Sungkowo terjatuh dari jendela lantai dua. Aku menutup jendela, membiarkan mayat Sungkowo tersungkur di jalan di samping rumah ini.
Aku takut, aku berharap dapat ke luar dan berlari. Tapi kakiku serasa terikat, dari ventilasi kamarku tiba-tiba berhembus asap. Baunya busuk, sebusuk telur ayam yang gagal menetas. Aku keluar kamar dan melihat api telah membakar dapur, rupanya istri Sungkowo lupa mematikan kompor.
Aku semakin panik, tidak lama separuh rumah ini telah terbakar. Aku tercekik karena tidak dapat bernafas. Udara telah dipenuhi asap dan gas elpiji.

Dengan susah payah, aku berusaha berlari ke kamar mandi di lantai bawah. Sesampainya di kamar mandi, aku mengunci rapat pintu kamar mandi dan menunggu pertolongan datang. Sayangnya, sampai hari ini tidak ada satu pun pertolongan yang datang.

ADVERTISEMENT

Malam demi malam kuhabiskan di kamarku. Tanpa siapapun, hanya sesekali melihat anak-anak bermain di taman dan sepasang kekasih itu. Aku tidak pernah serius mencari catatan-catatan itu, aku rasa aku sependapat dengan cerita orang-orang. Catatan itu hilang bersama dengan kebakaran yang terjadi.

Kematianku, hanya terjadi sekali. Namun setiap sore dan malam tiba, aku merasa aku telah merasakan kematian berulang-ulang. Aku merindukan teman bermain yang bahkan tidak kumiliki. Sore ini dan selanjutnya, aku hanya akan melihat wajah-wajah gembira dari anak-anak yang bermain di taman. Dan anak-anak itu, tidak pernah sadar aku selalu melihat mereka dari balik jendela.

Cerpen Karangan: Septi Eka Pratiwi
Facebook: Septieka Pratiwi
Nama Septi Eka Pratiwi
Ig septieka22
Fb SeptiEka Pratiwi
Line septiiekapratiwi

Cerpen Dari Belakang Jendela merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Kuntilanak Penguji Iman

Oleh:
Malam itu jam menunjukkan pukul 09.00 malam. Risty masih berkutat di meja belajarnya. Buku-buku pelajaran terlihat berserakan di mana-mana. “Huaahhh, udah jam segini tapi materi pelajarannya masih banyak. Mana

Tersesat Di Kehidupan Lain

Oleh:
“Meskipun kau tidak bisa melihatnya, tapi bukan berarti mereka tidak bisa melihatmu, mungkin setiap saat mereka mengawasimu.” Masalah, hidup memang tak pernah lepas dari yang namanya masalah. Mencoba terlepas

Bangku Terkutuk

Oleh:
Pagi ini hari pertamaku masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Tidak ada satupun teman yang kukenal di sekolahan baruku ini. Jam weker yang selama ini selalu membangunkanku, kini mulai tidak

Sendirian Di Kamar

Oleh:
“blugg!” dengan cepat aku menutup rapat pintu kamarku dan ku kunci pintunya supaya aku dapat menyendiri dengan leluasa. Aku baru saja bertengkar dengan Ibuku. Masalahnya karena dia tak mengizinkanku

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *