Dice Game of Death

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 21 March 2016

TAK!

Semua orang di ruangan yang minim cahaya ini pun berteriak histeris tak karuan. Empat orang yang tersisa ini termasuk diriku, saling meneriakan kata-kata ‘Tidak!’, ‘Jangan!’. Lalu mata dadu yang sudah terlempar di tengah-tengah kami pun menunjukkan angka mata dadu 3.

“Elena! Tidak! Elena… tidak!” teriak Angus yang merupakan kekasih Elena. Si gadis yang baru menginjak usia 17 tahun, yang mendapatkan angka urutan 3.

SET! TEEET! BRUG!

Semua orang saling berteriak histeris sampai menangis menderu-deru. Terutama Angus sang kekasih kala melihat tubuh Elena terseret masuk ke dalam box seukuran orang dewasa yang ditakuti orang-orang di sini. “Aaaaaa…kkkkkk!” suara jerit Elena terdengar mengerikan diiringi deru mesin pembunuh yang terdapat di dalam box itu. Darah berceceran di mana-mana. Angus hanya bisa pasrah. Toh, dia akan ikut menyusul pikirnya.

Tersisa tiga orang dengan urutan nomor 1, 4, dan 6. Kebetulan aku adalah urutan ke 6. Lima menit berlalu. Di ruangan ini kian sepi. Suara dengusan napas kelelahan terdengar mengisi keheningan. Aku pandangi wajah Luanda dan Angus. Oh, mereka atau mungkin aku yang sebentar lagi tak akan saling melihat satu sama lain. Tubuh kami masing-masing dicengkeram oleh besi yang terasa sangat dingin karena di ruangan ini, kami dalam keadaan telanjang. Hanya mengenakan celana dalam dan bra bagi perempuan. Kami menangis tanpa air mata. Berteriak tanpa suara. Semua energi ini telah habis terkuras selama sejaman ini. Tuhan yang di atas sana. Mungkin sedang menangis meratapi nasib tragis kami yang harus mati dengan cara keji ini.

TAK!

Aku mohon! Aku mohon! Jangan! Jangan nomor 6.
“Angus! Angus! Anguuus!!!” teriak Luanda dengan suaranya yang sudah tak karuan lagi. Aku hanya pasrah tak berkata sepatah kata apa pun.

SRET! BRUK! TEEET!

Dentuman bunyi mesin-mesin pembunuh itu pun terdengar tak asing lagi di telingaku. Diiringi teriakan kesakitan Angus. Aku semakin pasrah dibuatnya. Tinggal aku, yang ditakdirkan bernama Glenn dan sosok perempuan yang sebenarnya aku sayangi, Luanda Woflenden.

ADVERTISEMENT

“Hey… Kau tak perlu panik. Mungkin setelah dadu itu terlempar lagi, mungkin aku yang akan mati. Kau akan selamat!” ucapku menenangkan Luanda.
“Glenn! Maafkan aku yang telah menolak cintamu. Aku benar-benar bodoh telah menyia-nyiakanmu,” sahut Luanda tertunduk menyesal.
“Tak apa! Aku sudah merasa lebih baik. Meskipun begitu kau tetap aku cintai dalam hati ini yang sebentar lagi akan hancur tercabik-cabik oleh mesin itu,”
“Aku mencintaimu Glenn. Maafkan aku!”

TAK!

“Nomor 4! Luan… Luanda!” ucapku dengan tatapan berkaca-kaca menatap raga perempuan yang sangat ku cintai yang sebentar lagi akan segera pergi selama-lamanya.
“Aku mencintaimu Glenn! Selamat tinggal…,” box itu kembali berderu hebat mencabik-cabik tubuh malang perempuan yang ku cintai itu.

Air mata yang seharusnya menetes bersama dengan perasaan ini justru tak dapat menetes. Aku hanya termenung. Merasakan kehancuran yang teramat sangat. Aku Glenn Lovehood si nomor 6 akhirnya selamat dan ke luar sebagai pemenang. Besi-besi dingin itu telah terlepas dari tubuhku. Aku tergeletak lemah di lantai yang lengket dan anyir darah. Aku mencoba berdiri sekuat tenaga yang masih ku punya.

Angus Kirrcher si nomor 1. Brad Marco si nomor 2. Elena Chow si nomor 3. Luanda Wolfenden si nomor 4. Lucas Hoelbling si nomor 5. Dan aku, Glenn Lovehood si nomor 6. Si orang yang selamat dan menang lewat keberuntungan. Sepertinya Tuhan masih menyayangiku. Dan itu terbukti saat ini. Tapi mereka. Teman-teman dekatku. Mereka telah tiada selama-lamanya. Aku tak akan bisa melihat lagi keanggunan dari sosok Elena Chow. Atau kerennya gaya Brad dan Lucas dua lelaki tampan yang selalu di elu-elukan gadis-gadis di kampus. Atau sikap ambisius Angus yang sporty dan Luanda. Ah. Perempuan yang senyumnya selalu meluluhkan hatiku ini. Gestur tubuhnya yang selalu menaikkan suhu tubuhku dan nada bicaranya yang selalu terdengar merdu.

Sebulan terlewat. Kehidupan baru telah menantiku. Semua harus ku mulai dari awal dengan bahagia walau sebenarnya terluka dan trauma. Masuk di lingkungan sekolah baru. Dan mendapat teman-teman baru. David Harz si kalem. Matteo Johannsen si penggila basket. Lohana Jovissa si seksi. Jonny Mooren si lugu dan Aleena Horrtart si penggemar komik Jepang. Sepertinya aku telah mendapat ganti dari teman-teman masa laluku yang tragis itu. Seharusnya aku akan merasa senang. Karena ini salah satu pemberian Tuhan.

“Ah… Kau serius?”
“Tentu! Permainan terseru yang dapat menguji adrenalin,”
“Aku bisa daftarkan sekarang juga,” ujarku yang sedang menuliskan nama-nama kami di atas kertas putih polos.
“Oke! Kita setuju, aku sudah tak sabar,” sahut Matteo yakin.
“Baiklah. Jonny kau nomor 1. Matteo nomor 2. Lohana nomor 3. David nomor 4. Aleena nomor 5. Dan aku nomor 6,” ucapku memberi selembaran kertas putih bertuliskan nomor peserta.

“Satu…”
“Dua…”
“Tiga…”

ZRINNG!

“Haaahh…!!”
“Apa-apaan ini?”
“Lepaskan!”

TAK!
NOMOR 5!

Cerpen Karangan: Fauzi Maulana
Facebook: Fauzi We Lah

Cerpen Dice Game of Death merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Rahasia Nenek

Oleh:
Sekujur tubuhku kaku. Seperti ada lima karung beras terisi penuh yang menimpa ragaku. Mata dan mulutku juga tak dapat kubuka, laksana ada lem yang merekatnya. Tapi aku masih bisa

Bayangan Misterius

Oleh:
Di kegelapan hamparan aspal aku langkahkan kaki. Sesekali kepalaku berkeliling dengan mata yang meraba himpitan malam. Bulu roma terasa bangkit dari tidurnya, kala aku merasakan keanehan. Seperti ada yang

Penunggu Lorong Kelas (Part 1)

Oleh:
Sekolah merupakan tempat yang penuh dengan pengalaman masa muda. Tak terkecuali pengalaman horor dan mengerikan. Banyak diantara kita sering mendengar kisah-kisah horror yang disebar melalui bibir ke bibir oleh

TK Komplek ku Seram

Oleh:
Hay Guys, Namaku Natasya Qiftiyah. Umurku 12 tahun, aku kelas 2 SMP. Aku bersekolah di SMPN 16 SURABAYA. Hari ini aku ingin menceritakan kisah nyata tentang TK di komplek

Malam Malam di Sekolah itu

Oleh:
Kupandangi sekolah yang besar dan tampak menyeramkan itu. Yap!! Hari ini aku bersekolah, di sekolah astrama, bernama Saktavia. Namaku Silvi. Aku datang bersama temanku, Jenny. Kami segera berjalan menuju

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *