Dua Dunia

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 26 June 2016

“Malam sayang. Lagi ngapain?” Begitulah kalimat pembuka yang aku tulis di pesan singkat yang aku kirimkan kepada kekasihku yang nun jauh disana. Hampir dua tahun ini kami menjalani LDR (hubungan jarak jauh) dikarenakan aku melanjutkan studiku di luar negeri. Keira tambah cantik nggak ya? Aku kangen banget sama si bawel yang satu itu. Kataku dalam hati. Kulihat kalender di meja samping tempat tidurku. “Yes. Besok aku pulang ke Indonesia. Oleh-oleh lengkap. “Ini buat mama, buat papa, buat Satria adikku, dan yang terakhir buat Keira. Sipp.” Kataku sambil mengecek semua oleh-oleh yang akan aku bawa besok. Lalu aku segera tidur dan berharap mentari segera menemui dunia.

Hari ini aku akan pulang ke Indonesia. Sudah satu jam lebih aku menunggu di bandara. Pesawatku delay. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan orang tuaku terlebih pada Keira pacarku. Tak lama pesawatku datang. Aku segera masuk ke dalam kabin pesawat lalu duduk manis di kursi dekat jendela. Tepat jam satu siang aku mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Pak Yanto sudah menungguku di depan pintu kedatangan. Ia memasukkan barang-barangku ke dalam bagasi sedangkan aku masuk ke dalam mobil. Setelah itu ia membawaku pulang menuju ke rumah yang sudah aku tinggalkan selama hampir dua tahun itu.

“Assalamualaikum.” “Waalaikum salam.” Kata sebuah suara dari dalam rumah. Wanita paruh baya yang paling aku cintai keluar dengan senyum mengembang di bibirnya. “Mama!” Aku langsung memeluk wanita yang ada di hadapanku ini. “Anak mama makin ganteng aja. Ayo masuk.” Kami bercerita tentang segala hal. Mulai dari tempat kuliahku, tentang teman-temanku yang jail, dan juga betapa sulitnya aku mencari masjid untuk mengetahui datangnya waktu sholat. “Tapi kamu betah kan disana?” Tanya mamaku tiba-tiba. “Ya betah sih ma. Tapi makanan disana nggak seenak masakan mama.” Ia merona. “Kamu nih.” Memang di London aku sulit menemukan makanan khas Indonesia. Dan lidahku ini sepertinya sudah sangat cocok dengan masakan Indonesia. Jadi tak jarang jika aku lebih memilih makan dengan lauk telor dadar saja dari pada terus-terus memakan pasta. “Oiya ma aku sekalian izin mau keluar.” “Mau kemana?” “Ada deh. Urusan anak muda.” “Kamu ini. Ya udah tapi jangan sampai malam. Kamu baru dateng. Harus istirahat.” “Siap bos.” Kataku sambil melakukan gerakan hormat.

Setelah acara makan-makan selesai aku langsung menuju ke rumah Keira menggunakan motor kesayanganku. Aku membunyikan bel beberapa kali namun tak seorangpun muncul dari balik pintu. Kutekan lagi bel yang ada di dekat pagar besi setinggi dua meter itu. Kemudian kulihat seorang wanita keluar dari dalam rumah. “Nyari siapa mas?” Tanyanya. “Mmm mbak Keiranya ada?” “Non Keira..” Kalimatnya terhenti. “Non Keira nggak ada mas.” “Kalau boleh tahu dia pergi kemana ya?” “Maaf mas saya masih banyak kerjaan. Permisi.” Ia lalu pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku. Aku tak kehilangan akal. Kulajukan motorku menuju SMA Harapan 1 tempat Keira bersekolah. Namun saat motorku sudah sampai di depan gerbang sekolah kulihat hanya ada seorang satpam disana. Aku lalu menunggu di bawah pohon dekat gerbang sekolah.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. “Maaf mas ada perlu apa disini?” Tanya pak satpam yang bernama Saiful itu. “Saya lagi nunggu pacar saya pak. Dia sekolah disini.” “Maaf mas. Tapi murid-murid sudah pulang semua.” “Sudah pulang?” Dia mengangguk. Ku lihat jam yang menempel di tangan kananku. Jam setengah tiga. Ya ampun kenapa bisa bego gini sih aku. Pantesan aja sekolah udah sepi kayak kuburan. “Ya udah pak. Makasih ya pak.” Aku lalu meninggalkan tempat itu. Keira pasti main sama teman-temannya. Kataku dalam hati. Haduh gimana ini. Masa aku harus nelfon Keira. Gagal dong rencanaku. Aku memikirkan bagaimana caranya agar rencana ku berhasil tapi sepertinya tak ada cara lain selain menelfon Keira untuk menanyakan dimana dia berada. Segera kuambil handphone ku lalu ku tekan nama pacarku yang muncul di layar handphoneku. “Halo.” “Sayang kamu ada dimana?” “Lagi ada di rumah. Kenapa?” “Tadi kata pembantumu kamu lagi keluar.” “Oh iya aku baru aja dateng. Kamu tadi kesini?” “Iya.” “Berarti kamu udah balik dari London?” “He’ em.” “Ih kok nggak bilang sih.” “Tadinya tuh mau kasih surprise tapi berhubung kamu nggak ada di rumah dan aku udah ke sekolah kamu ternyata udah pada pulang jadi terpaksa surprisenya gagal deh.” Kataku panjang lebar. “Ya udah nggak apa-apa yang penting kamu udah ada disini. Itu udah buat aku seneng kok.” “Sayang aku ke rumah kamu ya.” “Jangan! Eh maksud aku eh jangan sekarang.” “Loh kenapa?” “Mama papaku lagi ke luar kota. Kan nggak enak kalau aku masukin cowok ke dalam rumah. Apa kata orang nantinya.” “Oh gitu. Ya udah kita ketemuan di luar aja gimana. Aku kangen tau sama kamu.” “Oke. Entar aku smsin alamatnya ke kamu ya.” “Oke sayang.”

Sehabis maghrib aku langsung menuju cafe yang sudah Keira pilih untuk menjadi tempat pertemuan kami setelah hampir dua tahun kami dipisahkan oleh jarak dan waktu. Saat aku sampai cafe ini terlihat sepi. Aku langsung masuk ke dalam. Ternyata Keira sudah menungguku di ruang terbuka di belakang cafe. Ia sangat cantik malam ini. Dengan dress berwarna peach dan rambut yang di cepol ke belakang dengan sisa sedikit rambut yang tergerai di sisi kiri dan kanan. Ia langsung memelukku dengan erat. Kami berpelukan cukup lama. Akhirnya kami pun duduk. “Maaf ya sayang tadi macet.” “Iya nggak apa-apa kok.” Katanya seraya tersenyum. Manis sekali. “Ini cafe baru ya?” “Iya. Baru kemarin lusa dibuka.” “Pantes aku baru liat kalau ada cafe disini.” “Ya iya lah. Kamu aja udah ninggalin Indonesia hampir dua tahun. Ya jelas banyak yang udah berubah.” “Iya. Jalanan tambah macet aja. Terus tambah banyak gedung. Makin sempit aja Jakarta ini.” “Iya. Capek. Macet mulu.” Katanya singkat. “Tapi kok sepi banget ya. Kan padahal baru buka.” Kataku seraya mengedarkan pandangan ke seluruh cafe. “Aku sengaja ngebooking cafe ini cuma buat kita.” Aku terkejut mendengarnya. “Hah? Ya ampun Keira. Kan seharusnya yang ngelakuin hal itu kan aku. Kok jadi ke balik. Malah kamu yang romantis sekarang. Kayaknya pacarku udah dewasa deh.” Ia hanya tersipu malu. “Ada-ada aja kamu.”

Sepanjang malam itu kami menghabiskan malam berdua. Mengobrol, bercanda, berdansa, dan berselfie ria. Jam di tanganku sudah menuju ke angka sepuluh malam. Aku mengantar Keira pulang. “Kamu hati-hati ya.” Pesannya padaku. “Oke. Aku pulang dulu ya. Dah.” Kataku seraya meninggalkan tempat itu. Malam ini benar-benar malam yang indah. Benar kata orang kalau sudah cinta dunia serasa milik berdua.

Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya aku selalu menjemput Keira di sekolah. Hingga suatu malam aku menelfonnya untuk mengajaknya jalan. Tapi lagi-lagi ia menolak untuk dijemput di rumahnya. “Kan aku udah kelas tiga mama ngelarang aku buat hang out atau sekedar main sama temen-temen. Soalnya mama nggak mau waktu yang seharusnya dipake buat belajar malah hilang dipake buat main sama temen-temen.” Katanya saat itu. Aku baru ingat kalau sekarang ia sudah kelas tiga dan sebentar lagi ia akan menghadapi UN. Aku bisa mengerti kegelisahan orangtuanya akan masa depan putri semata wayangnya. Akhirnya sejak saat itu aku selalu main kucing-kucingan jika ingin bertemu. Hingga suatu hari aku mengajaknya jalan. Dan di tempat biasa di perempatan jalan menuju rumahnya ia sudah berdiri menungguku. Ia tampak cantik dengan kaos putih yang dibungkus dengan jaket jins berwarna kelabu dan celana jins hitam serta sepatu kets berwarna putih. Tampilannya kali ini sangat tomboy namun itu tak mengurangi kesan manis di wajahnya. Ia langsung naik ke jok belakang motorku. Aku lalu membawanya ke sebuah taman di pinggiran kota. Ia duduk manis di bangku taman ketika aku membelikannya es krim rasa coklat kesukaannya. Matanya menatap anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran tak jauh darinya. Selama ini ia ingin mempunyai seorang adik. Karena ia selalu merasa kesepian. Aku kembali sambil membawa dua es krim dengan rasa yang berbeda. Coklat untuknya vanilla untukku. “Kamu sakit?” Tanyaku padanya ketika ia sedang melahap es krim yang ada ditangannya. “Hm apa?” Sepertinya ia baru tersadar dari kegiatan melamunnya. “Kamu pucet banget. Kamu sakit ya?” “Eh enggak kok. Aku baik- baik aja.” Katanya sambil terus melahap es krim yang kali ini tinggal setengah. “Kita ke dokter yuk.” Ajakku. “Ngapain? Aku baik-baik aja. Serius.” Katanya berusaha meyakinkanku. Keira terkadang memang sedikit menyebalkan. Dia orang yang keras kepala. Namun aku tak mungkin membiarkan Keira berada di luar dalam keadaan tubuh yang seperti ini. Akhirnya aku mengantarkannya pulang. Aku tak tahu ia tadi berbohong kepadaku atau tidak tapi yang jelas aku tak ingin ia jatuh sakit.

Keesokan harinya aku menelfon Keira untuk menanyakan kabarnya. Namun telfonnya tidak aktif. Ku coba sekali lagi. Namun hanya suara operator yang menjawab telfonku. Aku khawatir akan keadaannya. Akhirnya aku memutuskan untuk menjenguknya. Toh aku tidak mengajaknya jalan. Pasti kali ini orangtuanya tidak akan memarahiku. Jujur baru satu kali aku bertemu dengan mama papanya. Kebetulan mereka sedang ada di rumah. Karena kedua orangtuanya orang yang super sibuk. Ibunya sibuk jalan-jalan dengan teman-teman sosialitanya dan juga sibuk menjadi wanita karir. Papanya juga orang yang workaholic (gila kerja). Maka dari itu Keira sering merasa kesepian. Sehingga tak jarang ia menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Aku sudah sampai di depan rumah Keira. Seperti hari kemarin tak ada seorangpun yang muncul dari balik pintu hingga jariku pegal karena memencet-mencet bel rumah secara terus-menerus. Aku terus menunggu. Menunggu dan menunggu sambil terus memencet-mencet bel. Akhirnya seseorang keluar. Namun kali ini bukan wanita yang waktu itu aku temui. Ini mama Keira. Ya benar. Aku bisa mengenal dari wajahnya walaupun baru satu kali bertemu. Wajahnya terlihat sinis saat menatapku dari balik pagar. “Maaf tante Keiranya ada?” Tanyaku. “Keira nggak ada.” Jawabnya ketus. Ia hendak pergi meninggalkanku namun langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaanku. “Tapi Keira baik-baik aja kan tante?” Ia berbalik menatapku. Tatapannya tajam bak belati yang siap untuk membelahmu menjadi dua bagian. Ia lalu pergi meninggalkanku begitu saja tanpa sepatah katapun. “Tante! Tante! Keira nggak apa-apa kan tante?” Kataku sedikit berteriak. Namun ia terus melanjutkan langkahnya hingga tubuhnya menghikang dari balik pintu. Memang mama Keira tidak begitu suka padaku. Sepertinya dia tidak setuju anaknya berpacaran denganku entah aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Sedangkan papa Keira terlihat cuek-cuek saja dengan hubungan asmara anaknya.

Keesokan harinya aku menelfon Keira. Lagi-lagi handphonenya tidak aktif. Aku harus tahu keadaan Keira yang sebenarnya. Tapi bagaimana caranya. Aku tidak mengenal teman-teman Keira. Aku juga tak mungkin datang lagi ke rumahnya setelah perlakuan mamanya padaku kemarin. Tapi tak ada pilihan lain. Satu-satunya cara ya aku harus ke rumahnya. Aku harus bisa memastikan bahwa ia baik-baik saja. Lima belas menit kemudian aku sudah berada di depan rumah Keira dan dengan kegiatan yang sama. Memencet bel. Namun kali ini tak butuh waktu lama bagiku untuk melihat orang yang keluar dari dalam rumah. Kali ini wanita yang waktu itu aku temui. “Ada apa mas?” Tanyanya ramah. “Mbak, Keira ada nggak?” Ia tak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya dariku seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia menggeleng. “Maksudnya?” Tanyaku tak mengerti. “Maaf mas saya masih banyak kerjaan.” Sebelum ia menghilang dari pandanganku ku pegang tangannya. “Mbak sebenernya ada apa sih sama Keira? Keira baik-baik aja kan mbak?” Ia tak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya. Aku tak mengerti sebenarnya apa yang telah terjadi pada Keira. Perasaanku tak enak. Lalu wanita itu melepaskan tangannya dari genggamanku. Ia berhasil kabur dariku. Aku tak bisa berbuat apa- apa karena aku masih berada di luar. Aku tak bisa masuk ke dalam karena pagar di hadapanku masih terkunci rapat. Akhirnya aku pulang dengan tangan kosong. Aku tak mendapatkan satu pun kabar tentang Keira. Namun aku tak menyerah. Aku terus saja datang ke rumah Keira dengan menanyakan hal yang sama setiap harinya. Hingga suatu hari pembantu rumah Keira melarangku untuk datang lagi ke rumah majikannya. “Loh memangnya kenapa? Toh saya nggak berbuat anarki disini. Saya cuma pengen tahu keadaan Keira. Itu saja.” Ia menghela nafas panjang. “Baiklah. Kalau itu mau mu. Mari ikut saya.” Ia lalu membukakan ku pintu pagar besi setinggi dua meter di hadapanku. Aku mengikutinya masuk. Ini adalah kali kedua aku memasuki rumah ini. Rumah ini masih sama seperti saat aku mengunjunginya kala itu. Warna catnya, tata letak perabotannya tak ada yang berubah. Wanita itu menyuruhku untuk menunggu di ruang tamu rumah ini.

ADVERTISEMENT

Tak lama keluarlah wanita paruh baya yang aku temui kala itu. Namun kali ini pandangannya tak lagi tajam padaku. Matanya sembab seperti habis menangis semalaman. “Tante.” Kataku bangkit seraya mencium tangannya. Ia lalu duduk di depanku. Tatapannya kosong. “Mm tante maaf kalau saya ganggu. Saya kesini cuma mau ketemu sama Keira. Saya nggak mau ngajak dia jalan kok. Saya juga minta maaf karena selama ini saya sering mengajak Keira jalan tanpa seizin tante. Karena dia bilang tante akan marah jika ia masih bermain-main padahal UN sudah dekat. Maafkan saya tante.” Ketika mendengar penjelasanku matanya langsung menatapku lekat-lekat. Sepertinya ia benar-benar marah padaku. Dan aku, aku sudah siap menerima segala resikonya. Aku hanya menunduk tak berani menatapnya. Ia lalu mendekatiku perasaanku mulai tak enak. Aku memejamkan mataku saat ia berada di sampingku. Aku yakin kali ini aku akan keluar dalam keadaan babak belur karena dihajar oleh calon mertuaku. Namun aku salah mama Keira malah duduk di sampingku tanpa mengatakan sepatah katapun. Aku membuka mata dan kulihat kali ini matanya sudah basah karena menangis. Kok malah nangis bukannya marah. Tanyaku dalam hatiku. Matanya menatap lurus ke depan. Air matanya terus menetes membasahi wajahnya yang aku akui dengan umur yang tak lagi muda ia masih terlihat cantik. Baru kali ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. “Setahun yang lalu Keira meminta izin kepada tante untuk berangkat ke London. Ia mengatakan ingin membuat surprise dengan datang menemuimu tepat saat kamu ulang tahun. Tante tidak mengizinkannya pergi. Tante kunci pintu kamarnya. Tante tak ingin ia pergi. Namun dia memang anak yang keras kepala. Mungkin kamu sudah tahu akan itu. Ia kabur dari rumah lewat jendela kamarnya. Ia turun dari balkon kamarnya menggunakan sprei yang ia sambung hingga menyentuh tanah. Ia berhasil kabur pergi menemuimu. Tapi naas pesawat yang ia tumpangi jatuh dan tak ada korban yang selamat. Seluruh korban hancur berkeping-keping. Anak saya mati gara-gara kamu. Kalau saja anak saya tidak berpacaran dengan kamu dia pasti masih hidup. Ini semua gara-gara kamu.” Aku terkejut mendengarnya. Mama Keira bangkit dan langsung memukuliku. Ia terus saja mengatakan bahwa kematian anaknya adalah salahku. “Nggak mungkin tante. Seminggu yang lalu Keira masih jalan dengan saya. Bahkan kami sempat berfoto bersama. Oiya sebentar-sebentar saya tunjukan hasil fotonya pada tante biar tante percaya. Keira tuh belum mati tante.” Kataku seraya mengeluarkan handphone dari saku celanaku. Segera kubuka galeri namun jariku terhenti saat melihat fotoku dan foto Keira. yang ada disana hanya gambarku. “Nggak. Ini nggak mungkin tante. Keira tuh nggak mati. Keira masih hidup. Keira belum mati tante. Nggak. Tante bohong.” Badanku seketika lemas tak berdaya. Kakiku serasa tak mampu menopang berat tubuhku. Aku jatuh di lantai di dekat kaki mama Keira. Kami sama-sama menangis. Kami sama-sama terguncang jiwanya. Kami sama-sama tak bisa menerima kenyataan bahwa Keira sudah meninggalkan kita semua. Aku tak percaya Keira telah meninggalkanku. Padahal seminggu yang lalu aku bertemu dengannya, masih bisa melihatnya. Aku masih bisa mendengar suaranya. Tidak. Aku pasti sedang bermimpi. Ku cubit tanganku dan rasanya sakit. Ternyata ini bukan mimpi. Tapi aku berharap semua ini hanya bunga tidurku dan sebentar lagi aku terbangun. Namun sialnya semua ini nyata. Aku tidak sedang bermimpi. Aku sedang ada di rumah Keira pacarku yang katanya sudah meninggal. Aku tak bisa menerima ini. Tidak sama sekali. “Keiraaa!!”

Seorang wanita berjas putih masuk ke dalam sebuah ruangan berukuran 2×3 m. Ia mendekati seorang pria yang sedang meringkuk di pojokan. Tangannya terikat ke belakang. Tatapannya kosong menghadap dinding di hadapannya. “Selamat pagi Dion.” Sapa wanita itu lembut. Pria itu menoleh. Matanya membelalak. “Keira. Ini… ini kamu?” Wanita itu hanya tersenyum. Pria itu bangkit. “Saya periksa dulu ya.” Kata wanita itu seraya menepelkan stetoskopnya pada dada pria itu. “Keira. Kamu datang. Aku udah bilang sama mama kamu kalau kamu itu belum mati. Tapi dia nggak percaya. Tapi aku yakin kamu nggak mungkin ninggalin aku. Ya kan?” Pria itu tersenyum manja pada wanita yang ada di hadapannya. Si wanita hanya tersenyum tanpa ada perasaan risih sedikitpun. Tiba-tiba pria itu mencium pipi wanita yang ada di hadapannya itu. Si wanita terkejut. Namun ia tak marah sedikitpun. “Ya sudah saya harus pergi. Dion cepat sembuh ya.” Wanita itu lalu beranjak dari tempatnya berdiri lalu pergi meninggalkan pria itu seorang diri. “Keira! Keira jangan pergi dong! Aku masih kangen tahu. Keira! Keira!” Pria itu mulai menangis merengek seperti anak kecil yang ngambek karena tidak dibelikan mainan. Ia terus memanggil nama Keira. Namun tak ada seorang pun yang menanggapinya karena mereka sibuk dengan aktivitasnya masing- masing. Ada yang sedang bermain di taman, menari, dan juga berakting. Namun dari kejauhan tanpa ada seorang pun yang menyadari akan kehadirannya seorang wanita sedang menatap pria yang bernama Dion itu dengan penuh iba. “Maafkan aku Dion. Aku nggak bisa berada di sisimu selamanya. Dunia kita sudah berbeda. Tapi aku yakin cinta kita satu. Maafkan aku karena aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu lagi. Selamat tinggal.”

Cerpen Karangan: Nungki Dianita
Facebook: Dianita Nungki

Cerpen Dua Dunia merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Weird

Oleh:
Namaku Doni. Umur 17 tahun, 2 SMA. Hari ini, hari yang sangat ku tunggu. Akhirnya aku dapat menghirup udara dengan bebas tanpa mendengar getaran pintu besi penjara. Sidang dimulai

Kini Dia Bukan AKu

Oleh:
20 JANUARI 2013 Semuanya berakhir hari ini! tak pernah terfikir di pikiran ku jika kau akan menggucap “SELAMAT TINGGAL” pada ku. Kata “MAAF” mu tak bisa membuat sakit hati

Guru Magang

Oleh:
Di sebuah Taman tepatnya Di SMA jeguk tampak seorang gadis berhijab sedang memejamkan matanya, dia tampak menikmati udara yang amat segar saat jam istirahat pertama di SMA jeguk “Hei

Pengorbanan Cinta Sejati

Oleh:
Aku termenung di kamarku. Menangisi keadaanku saat ini. Bagaimana tidak, seorang yang aku cintai pergi meninggalkanku. Aku mengambil sebuah figura dan ku lihat foto di dalamnya. Aku mengingat bagaimana

Arti Cinta Karena Allah

Oleh:
Hari ini begitu indah, mungkin karena cuaca atau memang ada sesuatu yang mempengaruhi sehingga hari ini begitu indah. Sepoy anginya pagi ini dan pancaran mentari pagi entah kenapa begitu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Dua Dunia”

  1. Salasiah Maya says:

    Siapa yg naruh bawang disamping gue?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *