Horor Mencekam 2
Cerpen Karangan: Alfred PandieKategori: Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 30 June 2013
Thata masih mengutak-atik laptop pemberian papanya. Jaman modern seperti ini bukan hal baru anak muda seperti thata sudah menikmati teknologi masa kini. Sementara adik tirinya novita yang masih kecil sedang bermain dengan psp hadiah ulang tahunnya yang ke-13 kemarin.
Thata tertawa mengembangkan senyumnya sambil mengolok-olok dan mengatai teman fb mereka dengan coment’nya yang sedikit nakal. Menyebarkan status di wall temannya tanpa merasa peduli temannya terganggu atau tidak
Thata menutup facebooknya kala cacing di perutnya demo sambil teriak pakai toa mesjid minta makan. Thata bangkit berdiri menuju dapur berharap makanan ringan 2 minggu lalu di kulkasnya masih ada. Ketika melewati gudang yang berjarak beberapa meter dari dapur. Terdengar suara ribut seperti benda jatuh dari dalam gudang. Thata menempelkan kupingnya ke pintu gudang dan mendengar jelas suara benda jatuh beberapa kali.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kepala thata menempel di pintu dengan cepat, membuatnya kaget dan meronta sampai tangan itu lepas dengan sendirinya.
Thata mengucek mata dan melihat pintu di depannya beberapa kali seakan tak percaya.
Cacing di perutnya mengetuk mengingatkannya akan lapar yang kian mendera, thata berlari ke dapur dan membuka pintu kulkas, melihat empat buah apel dan makanan ringan dua minggu lalu. Thata mengambil semuanya, empat buat apel yang di apit di tangannya beserta makanan ringan.
Ketika melewati gudang, thata terjatuh dan tersandung psp adiknya novita yang tergeletak di lantai. Dan salah satu buah apelnya mengelinding ke dalam gudang yang entah kapan terbuka sendiri.
Tanpa sadar thata telah berada dalam gudang, memperhatikan sekeliling, sambil melirik kiri kanan seperti penjahat dengan mata mencari sekeliling.
Sebuah benda jatuh lagi, thata mendekat dan meraih benda itu.
Sebuah kotak kardus jatuh berserakan di lantai, sebuah novel dan sebuah kaset tape. Thata berlari keluar membawa kaset di tangannya, saat gorden tertiup angin dan melambai-lambai.
Thata termenung di atas sofa,
Di lihatnya kaset di tangan sebentar dan memasukan kaset itu ke dalam tape recorder di sampingnya.
Alunan musik jawa, tak terlalu jelas namun lembut dengan suara yang sedikit serak parau bernyanyi mengiringi tidurnya. Ketika matanya sedikit lagi tertutup membawa jiwanya ke alam mimpi, adiknya novita menguncang tubuhnya hebat.
“kak dimana psp ku?” novita mengguncang tubuh thata sampai thata akhirnya jatuh dari tempat tidur.
Ia bangkit sambil marah-marah pada adiknya dan pindah tempat tidur melanjutkan tidurnya yang tertunda,
—
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku
Terhanyut aku akan dirimu
Saat kau bisikan cinta
Merintih sendiri dalam gelut doa
Untukmu disana.
Aku merindukanmu disini
Temani sepiku
Nikmati bersama senja
Seiring hatiku merindukanmu
Bila hati mulai sepi
Tanpa bisa terobati
Saat kau tak disini
—
Terdengar suara seorang wanita berpuisi dengan sedihnya di antara lagu lingsir wengi yang di putar. Musik angklung bertalu-talu di ikuti melodi khas jawa mengiringi lagu dari tape recorder.
Novita mencari pspnya kesana sini, saat lagu itu mulai mengusiknya, tanpa komando tubuhnya bergerak sendiri ke arah gudang yang terbuka, sementara thata masih terlelap dengan mimpinya. Membiarkan air liurnya jatuh menetes di sofa.
Novita mulai menikmati alunan musik jawa sambil sesekali mencari di setiap sudut gudang.
Sedang asiknya thata dengan mimpinya, ketika matanya yang tinggal 2 wat ingin terlelap. Suara pintu di buka keras seperti di banting, membuat thata kaget dan jatuh dari tempat tidur untuk yang kedua kalinya. Lampu tiba-tiba saja mati hidup dan terdengar novita menangis kencang memanggil thata kakanya dari arah gudang.
—
Di tarik koper di tangannya menyeret lantai, wanita tua itu menahan beribu beban, sementara di depannya suaminya sedang berdiri menantang dengan emosi, dia adalah dhea, istri pertama tuan tanaka, sementara wanita di samping tuan tanaka dan seorang anak, itu adalah novita anaknya yang di ancam tuan tanaka, jika ia tak mau tinggal bersamanya ia akan di usir juga sementara orang yang berdiri di samping tuan tanaka adalah cindy selingkuhan tuan tanaka, cindy menggandeng erat thata anaknya. Dhea hanya bisa menangis karena di ceraikan begitu saja, setelah sekian lamanya perkimp*ian rumah tangga mereka berjalan mulus seperti tol sampai hadirnya cindy pihak kedua.
Cindy hanya bisa memeluk novita kecil yang sesekali menahan tangisnya, ketika dengan amarah tuan tanaka mengusir dhea yang selama hampir 20 tahun menemani hidupnya, kala suka dan duka, kekayaan dan martabat telah merengut kepribadian tuan tanaka yang dulu.
Dhea berlalu di gelap tanpa sepatah kata, wanita yang selalu terlihat menawan dengan suara khasnya di acara tv “sinden jawa”, memang selalu dikenal luar biasa canti secara fisik maupun suara merdunya setia menghibur pengemar setiannya ketika malam minggu tiba.
Tuan tanaka masih bertolak pinggang dengan angkuh, tante cindy menghampiri tuan tanaka perlahan dan….”dooorrr..!” hanya suara itu yang terdengar.
Dhea duduk termenung pada pinggiran jembatan, sambil sesekali melirik riak air sungai yang mengalir pelan, pantulan bayangan lusuh pada permukaan air, membutikan rasa sakit, dendam yang tak bisa dimaknai dengan kata-kata indah.
Sore hari nan sepi, burung malam mulai terbang ke sarang membawa hasil buruan untuk anaknya,
Dhea masih berdiri di taman menantang senja yang masih menyisahkan kilau jingga.
Seorang pria duduk di sampingnya entah kapan, sambil sesekali memperhatikan lekuk tubuh dhea.
“ini masalah yang sulit dhea..? Bulan depan akan ada program baru, dan anda di butuhkan disana, masihkah kamu berminat..?” kata pria yang ternyata adalah paidi manager dhea. “pergilah, aku bukan lagi sinden, aku hanya wanita yang tak seharusnya ada di dunia ini, mungkin?. Bisakah kita ke cafe terdekat pak?” dhea melanjutkan katanya dan mengajak manager di sampingnya untuk sedikit menikmati coffe hangat malam ini.
Sebuah tempat yang cukup romantis, nyala lilin sederhana tanpa lampu penerang dan hiasan lampu kecil kelap kelip di setiap sudut ruangan, manager itu datang dan membawa temannya yang mengenakan jaket hitam dan kacamata hitam, pria itu memberikan salam tangannya, yang tak di gubris sedikitpun oleh dhea. Manager segera memecahkan keheningan itu dengan menawari sahabatnya itu teh hangat.
Malam ini dhea terpaksa melayani pria hidung belang itu, karena hanya itu syarat untuk ia bisa tampil di show acaranya nanti, setelah puas dengan apa yang ia mau, pria berdasi itu menandatangi kontrak yang sedari tadi di meja bundar berwarna hitam. Dhea tersenyum kecut pada pria itu dan mencium manja sebelum akhirnya pentas minggu malam itu di lakukan.
Dhea telah siap sedia dengan cover make up ala sinden jawa, kecantikannya dan kehadirannya di sambut teputangan meriah oleh penonton, pengemar setianya.
Pada saat lagu “lingsir wengi” di bawakan oleh dhea berulang kali lampu mati sendiri. Dan tanpa alasan yang jelas alat yang tak seharusnya di mainkan bunyi sendiri dan jatuh, penonton yang mengira itu sebagian dari aksi malam ini malah bertepuk tangan meriah tanpa mengetahui ada bahaya mengincar.
Kabel penghubung mic turun dan melilit leher dhea yang tengah bernyanyi. Semua terjadi begitu saja. Dhea tewas di malam itu di tengah lagu “lingsir wengi” yang perlahan menghadirkan aroma kematian. Sampai ambulan datang membawa mayat dhea pergi di tengah malam itu.
“semua berjalan sesuai rencana bos…!” seorang pria bertopeng menelepon.
“sekarang tugasmu menghabisi manager bodoh itu, jangan sampai gagal atau kamu yang akan ku habisi.” ancam sebuah suara dari seberang.
Pria bertopeg itu membetulkan dasinya dan mengambil pistol di celananya sambil berjalan ke arah keramaian dan membuang puntung rokoknya ke tempat sampah dengan senyum licik.
Manager yang bernama paidi itu, menikmati kopi hangat di ruang kerjanya. Senyumnya semakin lebar memandang koper berisi uang lembar seratus ribuan banyaknya. “dhea… Dhea… Bodoh betul kau itu, harusnya kau tahu, dari awal, ya sudahlah, aku puas menjualmu pada sahabatku sendiri” suara paidi bicara sendiri penuh kemenangan. Lampu di kamarnya tiba-tiba mati, diikuti nyanyian sinden khas dhea, “lingsir wengi”
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno… Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Samar-samar suara langkah kaki merayap di atas plafon, di ikuti nyanyian jawa yang membuat paidi terdiam sejenak, tak bicara, seperti hawa dingin menyerangnya tiba-tiba membuatnya terdiam, rokok di mulutnya terjatuh mengenai sosok yang sudah berada di kakinya. Dan…?
Suara kematian terdengar jelas
Penuh aroma dendam
Pintu di dobrak, pria berdasi itu menyembunyikan pistol di sela kaos kakinya dan mendobrak pintu.
Sebelum sempat membuka pintu, sebuah tali telah menggantung lehernya. Ia meronta namun tak berdaya, tali itu semakin keras dan memutuskan kepalanya, menggelinding bagai bola di lantai.
Sahabat paidi mengenakan dasinya dan meraih pistol di lacinya saat mendengar suara keributan di pintunya. Ketika ia membuka pintu lampu tiba-tiba menyala kembali dan kepala orang yang di percayainya menggelinding di kakinya di ikuti darah yang mengalir perlahan di sela-sela sepatunya. Ia ketakutan berteriak menutup kembali pintu, saat ia memutar badan, sosok dhea telah berdiri tepat di wajahnya, sambil menjilat kuping dan menancapkan jari-jari yang panjang ke kening pria itu,
Tante cindy tersenyum puas melihat sosok tuan tanaka yang tak bernyawa, bersimbah darah yang mengalir perlahan di sela-sela kakinya. Ia tersenyum puas dan mengarahkan pistolnya ke arah thata yang meringkuk ketakutan di lantai
“aaachhh” thata terbangun dengan keringat menggumpal di sekujur tubuhnya. Keadaan hening, tape recorder terjatuh berantakan di lantai namun suara lagu kini terdengar dari arah gudang, thata bangun dan melihat sekelilingnya yang terasa membuatnya merinding tanpa sebab, ia terjatuh tersandung psp novita dan tubuhnya telentang di lantai, pada saat itu ia melihat dengan jelas dhea, sedang merangkak bergelayut di plafon dengan rambut panjang, dengan sekuat tenaga ia berlari ke arah pintu gudang yang terbuka, setelah thata di dalam gudang ia terdiam melihat novita sedang memandangi sebuah lukisan sambil bernyanyi.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno… Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Thata berjalan pelan menghampiri novita, tiba-tiba saja novita membalik wajahnya dengan tatapan kosong dan menatap tajam ke arah thata beberapa saat.
Dan thata histeris melihat novita sang adik tiba-tiba sudah tergantung tali tambang dengan lidah menjulur keluar di hadapannya. Thata tak bisa bergerak. Di depannya sebuah lukisan yang seakan bercahaya memancarkan sinarnya.
Lukisan yang menggambarkan seorang ibu ingin meraih anaknya yang terjebak di dalam kaca, sementara tangan-tangan dari dalam kaca menarik tubuh anaknya kuat. Thata histeris kala lukisan ibu itu berputar wajah dan mengalihkannya padanya yang berdiri tak bergerak dan air hangat sudah membanjiri kedua kakinya perlahan.Thata kencing di celana. “siaaapaaa sajaaa…Tolooong aku kalau ini mimpi…!” suara thata melolong ketakutan di dalam gudang.
Suara thata terhenti seketika di ikuti lampu yang menyala satu-persatu.
Cindy masuk mendobrak pintu dengan senter di tangan,
“apa yang terjadi thata…?!” ibu cindy ikut panik dengan anaknya yang tak bergerak dengan keringat penuh ketakutan, bola matanya kosong seakan ingin loncat keluar.
Belum sempat cindy mendapatkan jawabannya. Suara lagu terdengar dimana-mana. Cindy ketakutan dan menopang anaknya berlari keluar, suara lagu semakin kencang meski pelan dan lembut. Mengalun mesra merobek jiwa.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno.. Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
“siapa kamu…!?” tante cindy berteriak ketakutan di ikuti kedua kakinya yang tak bisa bergerak. Matanya melotot saat tangan halus menaiki tubuhnya perlahan menaiki setiap inchi tubuhnya
“disini…!?” tuan tanaka, disebelahnya dhea dan novita, mereka berjalan pelan dengan tubuh bergetar-getar, mulut mereka keluar darah dan air liur membasahi lantai. Mereka berjalan perlahan sekali. Suara tante cindy dan thata menghilang seiring bunyi suara kertakan gigi dan darah menyembur di ikuti lampu yang padam seketika
Tamat
Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Facebook: alfredpandie[-at-]yahoo.com
Cerpen Horor Mencekam 2 merupakan cerita pendek karangan Alfred Pandie, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Kutunggu di Pintu Akhirat (Part 1)
Oleh: Ari IrawanPagi itu langit cerah. Gumpalan awan putih nampak bertebar membentuk suatu formasi yang indah jika dilihat lebih seksama. Namun tidak seperti kemarin, jika pandangan diarahkan jauh ke utara, puncak
Lost in the Dark (Part 2)
Oleh: Loli Asmara dewiTes! Tes! Titik air hujan mulai jatuh satu persatu menghempas tanah hitam. Sesekali petir menggelegar. Kania berjalan dengan cepat. Hujan semakin lama semakin menderas. Kania merapatkan topi yang menutupi
Uji Nyali di Malam Jumat
Oleh: Ardi Setiawan JordiNamaku jodi, aku berumur 13 tahun dan aku sudah sampai di kelas 2 smp. Kata orang-orang di jam 12 sampai jam 3 pagi adalah jam yang mengerikan. Tetapi aku
Cermin Salsabila
Oleh: Kinaryochi WMalam itu, aku benar-benar gelisah dan tidak bisa tidur. Aku memilih untuk keluar kamar dan berada di luar villa. Malam ini, angin terasa sangat dingin dan merasuk ke dalam
Dice Game of Death
Oleh: Fauzi MaulanaTAK! Semua orang di ruangan yang minim cahaya ini pun berteriak histeris tak karuan. Empat orang yang tersisa ini termasuk diriku, saling meneriakan kata-kata ‘Tidak!’, ‘Jangan!’. Lalu mata dadu
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Hufff,, tegang, merinding dan TaKUT menghantui diriku saat membacanya. Lanjut terus untk penulis nya ya…
Takut
nih,
merinding bacanya.. :s