Missing (Part 5)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Misteri, Cerpen Thriller (Aksi)
Lolos moderasi pada: 15 September 2017

Salah seorang warga, tepatnya tetua Kampung Batok yang juga ada di sana bersama kami akhirnya membuka mulut.
“sebenarnya…” katanya, namun langsung dipotong oleh Dicky.
“oh ternyata ada yang bisa bicara di antara kalian” kata Dicky sambil tertawa dengan wajah yang sangat menyebalkan.
“kau sebaiknya diam!” kata Davi membentak Dicky.
“lanjutkan saja pak” kata Pak Ardi.
Kedua orang polisi yang ada bersama kami di bantu oleh beberapa warga memasukan mayat Dina, Hulfah, dan Shiva ke dalam kantung jenazah. Sementara tetua Kampung Batok mulai bercerita.
Jadi begini ceritanya.

Sekitar 17 tahun yang lalu, ada seorang gadis bernama Silvia, Silvia Devi Kharisma Putri. Dia adalah putri dari tetua Kampung Batok. Di usianya yang ke 17 tahun, dia meminta kepada ayahnya untuk dinikahi dengan kekasihnya yang berusia 32 tahun. Ayahnya menolak karena perbedaan umur mereka yang terlalu jauh dan karena alasan bahwa usia Silvia masih terlalu muda untuk menikah.
Setelah permintaannya ditolak oleh ayahnya, Silvia mengurung diri di kamarnya selama 2 bulan. Dia hanya keluar kamar untuk makan, dan tidak pernah berbicara pada siapapun. Setelah dua bulan mengurung diri di kamar, kekasihnya membobol rumah dan mengajak Silvia untuk kabur dari rumah.
Setelah berhasil keluar dari rumah, ayah Silvia memergoki mereka lantas mereka langsung lari. Ayah Silvia yang merupakan tetua kampung pada saat itu mengumpulkan seluruh warga untuk mengejar mereka berdua.

Semula hutan Batok setengahnya dijadikan taman pariwisata. Dan setengahnya lagi merupakan hutan liar yang langsung berbatasan dengan Kampung Batok. Hutan liar ini tidak terlalu berbahaya karena tidak ada binatang buas, sehingga warga kampung biasa mencari kayu di hutan.
Setelah dua hari menghilang, Silvia dan kekasihnya tidak sengaja ditemukan sedang berhubungan badan di sebuah gubuk tua di tengah hutan oleh seorang warga yang sedang mencari kayu bakar. Lalu orang tersebut melapor pada tetua kampung.

Seluruh warga baik perempuan maupun laki-laki beserta anak-anak mereka pergi menuju hutan untuk mencari Silvia dan menangkap kekasihnya.
Pencarian yang dipimpin oleh tetua kampung akhirnya berhasil menemukan Silvia dan kekasihnya. Kekasih Silvia dengan tidak sengaja terbunuh dalam proses pengejaran. Saat itu Silvia mengutuk seluruh warga kampung Batok.

“aku mengutuk kalian semua. Siapapun yang akan menikah, maka matilah dia. Siapapun yang menginjakan kakinya di hutan ini, maka matilah dia. Aku mengutuk kalian semua atas matinya kekasihku. Kalian semua akan merana dalam ketakutan. Matilah siapa yang menikah di kampung ini!”.
Setelah kutukannya di lontarkan, lalu halilintar menggelegar, angin kencang tiba-tiba datang entah dari mana, membuat takut semua warga kampung Batok yang segera pulang berlari-larian. Silvia memungut sebuah ranting kayu, lalu menusuk dirinya sendiri tepat di dada sebelah kirinya. Mayatnya jatuh ke jurang yang tidak teralu dalam tapi tidak ada yang berani mencarinya. Sejak saat itu tetua kampung mengundurkan diri lalu digantikan oleh adiknya.

Dua bulan kemudian ada sepasang warga kampung akan menikah. Perhelatan besar sudah disiapkan. Namun pada malam pertama, sang mempelai wanita tewas akibat serangan jantung. Lalu empat bulan setelah itu, sepasang lagi akan menikah. Setelah ijab Kabul selesai, mulut mempelai wanita berbusa.
Sejak saat itu, kutukan Silvia mulai dipercaya oleh orang-orang. Tidak pernah ada perkawinan lagi di kampung Batok. Siapapun yang ingin menikah, harus diusir dari kampung dan tidak boleh kembali lagi. Setengah dari penduduknya sudah pergi meninggalkan kampung. Beberapa masih bertahan sebagai perawan tua dan bujangan tua.

Beberapa bulan kemudian, taman pariwisata yang ada di sebelah hutan Batok ditutup. Banyak pengunjung yang mengeluhkan penampakan mahluk astral dan gangguan-gangguan dari mahluk halus. Setelah taman pariwisata itu ditutup kehidupan warga jadi memburuk. Pendapatan berkurang. Sudah sangat banyak warga yang hilang di hutan saat mencari kayu bakar. Oleh sebab itu kami menutup diri dengan dunia luar. Dan hutan tidak boleh dimasuki oleh orang luar. Terlebih saat malam.

Aku, aku sudah diperingati akan hal itu. Sehari sebelum kami berangkat, saat aku dan bayu mengunjungi hutan ini untuk pertama kalinya. Tapi aku, aku tetap membiarkan teman-temanku datang ke sini. Datang menemui malapetaka ini.
Terdiam aku sejenak memandangi kantung-kantung jenazah yang di dalamnya tubuh temanku terbujur kaku dan berlumuran darah, sangat mengenaskan. Aku agak terkejut seakan ada sesuatu yang mengetuk pikiranku.
Aku ingat kalimat terakhir Anty “jangan tidur terlalu lelap” katanya saat itu, saat aku baru akan masuk ke dalam tendaku.
Sekilas terbayang perkemahan. Aku sontak bangun dari dudukku.

“Dian? Lina? Apa yang menjamin mereka aman di perkemahan?” tanyaku pada semua orang di sekelilingku.
Mereka saling memandang satu sama lain. Tampak tidak ada keyakinan di wajah mereka semua.
“ayo Davi!” kataku sambil meraih senterku.

Saat itu sudah pukul 6 namun cahaya senja tak mampu menerangi jalan kami. Aku, Davi dan Bayu berlari menelusuri jalan yang telah kami lewati sebelumnya. Kami berlari kembali menuju ke perkemahan. Di belakang kami, Pak Ardi, dua orang polisi, dan beberapa orang warga serta tetua kampung batok mengikuti kami. Sesampaiku di perkemahan bersama Davi, apa yang kami temui?
Semuanya berantakan. Kedua tenda roboh, darah berceceran di mana-mana. Bau busuk yang menyengat. Potongan-potongan daging berserakan. Mayat temanku tergeletak tak karuan. Semuanya tewas tak terkecuali empat orang warga kampung Batok yang bersamanya di sana.
Mengerikan sekali, aku merinding tak bisa bergerak. Mataku terbelalak dengan pemandangan ini

ADVERTISEMENT

Pukul 7 kurang saat Pak Ardi dan yang lainnya sampai di perkemahan. Suasana sudah agak terang. Mereka melihat dengan jelas kekacauan yang ada di sana. Semuanya terkejut dan ketakutan. Mia dan Fitri tak henti-hentinya menangis. Mereka berdua berpelukan dan rubuh bahkan hampir pingsan.

Pukul 8 tepat saat suasana sudah lebih terang di dalam hutan dan jalan-jalan kecil mulai terlihat jelas. Aku, Davi, dua orang polisi, tetua kampung Batok, seorang warga kampung Batok, dan Pak Ardi kembali mengelilingi hutan untuk mencari Anty. Berjam-jam kami menelusuri setiap celah hutan sampai ke dasar-dasar jurang yang memang dangkal. Tapi tidak ada hasil.

Davi tak sengaja menemukan tulang belulang. Sebuah kerangka manusia yang tidak utuh dan sudah agak rapuh.
“sial, apa ini?” seru Davi.
“jangan-jangan itu kerangka teman kalian yang kita cari?!” kata seorang warga kampung Batok yang ikut bersama kami.
“tidak mungkin, walaupun ini terlihat seperti kerangka seorang wanita usia belasan tahun, tapi tetap saja sangat jelas bahwa kerangka ini sudah di sini selama bertahun-tahun” jawabku.
“jangan-jangan ini” kata tetua kampung Batok “adalah kerangka Silvia, dulu mayatnya tidak pernah ditemukan” tambahnya.

Polisi itu mulai mengumpulkan kerangka yang kami temui dan memasukannya ke dalam kantung jenazah.
Dan akhirnya kami memutuskan kembali ke perkemahan. Pak polisi dengan dibantu para warga mebereskan tempat itu dan mengumpulkan semua mayat yang ada. jejeran kantung-kantung jenazah yang semakin banyak mengiris hatiku. Dipandu tetua kampung Batok, kami berjalan beriringan keluar dari hutan.

Setengah jam berjalan, kami mulai bisa melihat cahaya yang silau di depan sana. Dan saat kami keluar dari jejeran pohon pinus bersama kantung-kantung jenazah yang kami bawa, hamparan padang rumput dengan ilalang yang hampir setinggi paha menghiasi perjalanan kami. Sedikit memanjakan lelahnya mata kami yang telah muak dengan darah.
Aku yang saat itu berjalan di deretan paling belakang bersama Davi berhenti sejenak. Aku menoleh ke belakang, terlintas kenangan pahit yang baru saja berlalu. Dan syukurlah, sudah berakhir. Tapi Anty? Di mana kamu? Kami sudah mencarimu sampai ke celah terkecil hutan ini tapi kami tidak menemukan petunjuk apapun tentangmu.
Saat aku berupaya sekuat tenaga menemukanmu, dan pada akhirnya masih saja tidak menemukan apapun. Sepertinya aku telah menemukan apa yang aku cari, yaitu kenyataan, kenyataan yang harus aku terima, sepahit apapun keadaannya.

Sesampainya kami di luar hutan. Banyak polisi berdatangan dan mengamankan area hutan. Kami di rawat dengan sangat baik lalu setelah semuanya selesai kami diantar pulang ke rumah masing-masing. Pak Ardi masih harus ke kantor polisi untuk menjelaskan segala yang telah terjadi.

Akhirnya aku pulang, aku sampai di rumah. Kubersihkan diriku sebersih-bersihnya. Cukup lama aku melamun di dalam ‘bathtube’ kamar mandiku. Sedikit memanjaku tubuhku setelah melewati malam yang snagat berat, bahkan hampir terlalu berat.
Sehabis mandi, kurebahkan badanku sedikit di kasurku. Tanpa sadar aku terlelap dan tidur dengan pulas.

Pukul 5 sore aku baru bangun. Kubuat secangkir kopi hangat lalu duduk santai di halaman depan rumahku. Masih bergeming di pikiranku apa yang telah terjadi. Saat aku sedang melamun di atas sebuah kursi malas di bawah pohon di depan rumahku. Sore yang sunyi karena penghuni rumah yang lain sedang di luar kota dalam urusan bisnis. Kuhabiskan secangkir kopi sambil membaca sebuah novel Sherlock Holmes serial terbaru ‘His Last Bow’ dan ‘the casebook of Sherloock Holmes’ yang mengisahkan kasus-kasus terakhir dalam hidupnya sebelum ia memutuskan untuk pensiun.

Aku masuk sebentar ke dalam rumah mengambil beberapa potong kue untuk menemaniku di sore yang indah sehabis hujan. Dari dalam dapur, terdengar suara decitan pintu gerbang seperti seseorang sedang membukanya. Tak terlalu kuhiraukan karena aku juga akan segera keluar.

Begitu aku ke luar dari rumah, terjatuh piring kue yang ada di tangan kiriku. Tanganku lemas melihat di hadapanku berdiri seorang wanita mungil dengan wajah lembut yang sangat kurindukan, Anty.
Dia langsung memelukku, lalu “ahhh…” aku tertusuk sebuah pisau yang ditancapkan olehnya tepat di perutku. Setelah itu dilepaskan pelukannya diiringi dengan senyum manis di wajahnya.

“kenapa?” tanyaku sambil menahan sakit yang sangat hebat.
“karena aku snagat ingin melakukannya” jawabnya santai sambil mengelus-elus tangannya sendiri.
“asal kau tahu, aku yang membunuh mereka semua” katanya lagi dengan tatapan yang sangat menyeramkan.
Aku terkejut mendengarnya. Aku tidak memeprcayainya, sama sekali tidak percaya. Tapi sesuatu yang pasti, dia telah benar-benar menusukku dengan sebuah pisau.

Sejenak aku teringat masa lalu bersamanya. Di sebuah taman saat kami duduk berdua menikmati secangkir teh hangat di sebuah sore yang mendung. Aku bertanya padanya waktu itu “apa yang sangat ingin kau lakukan tapi belum kau lakukan?”. Dia menjawab “menusukmu dengan sebuah pisau yang tajam”. Lalu tawa kami pecah dan dia memelukku. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa dia benar-benar akan melakukannya.

“tapi… tapi bagaimana? Bagaimana bisa kamu yang membunuh mereka semua” tanyaku dengan mata yang melotot tak tahan dengan sakit yang kurasa.
“bagaimana?” katanya sambil menaikan alis kanannya.
Dia langsung mencabut pisau yang menancap di perutku. Rasanya sangat nyilu sekali, tak tertahankan hingga aku hampir pingsan.
“perhatikan baik-baik pisau ini” katanya dengan tatapan yang masih tajam.
“pisau itu… itu pisau yang kuberikan pada Hulfah” kataku sambil terengah-engah.
“benar sekali, sangat cermat sekali” katanya dengan senyum tipisnya.

Ternyata Dicky benar soal deduksiku yang keliru mengenai luka yang ia dapat. Ternyata itu benar-benar bukan hasil perlawanan yang dilakukan oleh Hulfah, melainkan Anty lah yang melukainya tanpa Dicky tahu bahwa itu Anty. Aku benar-benar tidak menyangka hal ini.

“apa kau ingat dengan pesanku pagi itu di hari kita akan berangkat?” katanya “aku akan menejelaskannya padamu, agar nanti kau tidak mati penasaran” sambungnya sambil tertawa.
“apa maksudnya? Kenapa mengundangku untuk menggagalkan rencana yang kamu buat sendiri?” tanyaku dengan agak kebingungan.
“oh tentu saja tidak, kamu tidak diundang untuk menggagalkan rencanaku. Tapi untuk menyempurnakannya. Dan kamu berhasil, kamu berhasil memojokan Dicky dengan segala fakta yang kamu ungkap. Membuat dia menjadi gila karena semuanya ternyata diluar kendalinya. Kamu membuat dia ketakutan akan Silvia. Silvia? Hahaha itu hanya cerita lama yang membosankan. Tidak ada hantu di dunia ini Deq, tidak ada. Kalaupun mereka dibunuh oleh hantu, maka akulah hantu itu” Anty menuturkan segalanya dengan agak rinci.
Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya mengiris-iris hatiku. Rasanya aku ingin percepat kematianku. Terbayang wajah teman-temanku. Tak tertahankan lagi, perihnya hatiku melebihi perih di perutku.
Aku hanya terdiam mendengar penuturannya yang mengerikan. Dia bukan Anty, bukan Anty yang aku kenal selama ini. Dia adalah monster.

“tapi bagaimana bisa kamu menjalankan rencana ini? Sehebat ini?” tanyaku lagi dengan nada yang semakin tinggi.
“aku dibantu oleh perasaan. Perasaan Mia terhadap Dicky, betapa mudahnya membuat Mia mendukung Dicky sepenuhnya atas ide berkemahnya. Dan juga perasaanmu padaku” sesaat kalimatnya terhenti oleh tawanya “perasaan itu adalah hal yang sangat menjijikan, seperti nada goresan di alat musik yang sensitif, retakan pada lensa, virus di dalam data” sambungnya.
“kalimat itu?” kataku agak heran.
“ya aku mengutipnya dari buku yang kamu baca, itu kutipan kesukaanmu ‘kan?” katanya sambil tersenyum

Pikiranku melayang entah kemana. Terhenti lamunanku mendengar kalimat Anty, kalimat-kalimat terakhirnya “tenang saja, aku akan mencari jalan menemukan Dicky. Dia lah yang berikutnya”. “lalu setelah itu Bayu, Davi dan …” kalimatnya terpotong oleh tawanya sendiri.
“Selamat tinggal!” katanya “selamat tinggal Erdinsyah Mahendra ku” lalu ia menusukku tepat di jantungku. Hingga jantungku berhenti berdetak, nafasku berhenti berhembus, darahku bercucuran keluar hingga tak ada sisanya lagi, hingga darahku berhenti mengalir. Kalimat terakhir yang begitu menyakitkan dan begitulah kisah ini berakhir.

THE END

Cerpen Karangan: Erdinsyah Mahendra
Facebook: facebook.com/erdinsyah.mahendra.3

Cerpen Missing (Part 5) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pulau Yang Menakutkan

Oleh:
Namaku Paul. Umurku 20 tahun. Aku berkerja di kantor papaku. Ayahku seorang pengusaha. Ibuku seorang ibu rumah tangga. Aku memiliki satu kakak dan satu adik. Saat kuliah aku mengambil

She

Oleh:
Langit malam ini begitu hitam pekat. Hanya ada bulan dengan cahayanya yang samar tertutup hujan lebat sejak tadi sore. Zack menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Bocah lelaki itu begitu

There’s Something in Dieng (Part 1)

Oleh:
“Tuut.. Tuut,” Suara tiupan peluit kereta yang sedikit memekakkan telinga berbunyi dengan nyaringnya menandakan bahwa kereta akan segera berangkat. Tepat pukul tiga sore kereta ekonomi jurusan Jakarta–Pekalongan yang aku

Pamali

Oleh:
Aku mundur alon-alon mergo sadar aku sopo~ Mung digoleki— Lantunan lagu milik Didi Kempot mendadak terhenti dari bibir Gerhan begitu terdengat suara ketukan dari arah pintu. “Heh! Kalau mandi

Penyesalan

Oleh:
Matahari telah keluar dari sarangnya, burung-burung pun mulai berkicauan. Menandakan pagi telah tiba. Hari ini adalah hari minggu. Biasanya orang-orang bersantai dan berkumpul bersama keluarga. Tapi, tidak bagi Arga,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

9 responses to “Missing (Part 5)”

  1. Riska Rizkiyani says:

    Aku suka banget sama cerita ini. Sempet kekeh kalo si tokoh A yang salah, tapi ujungnya bukan. Malah orang yang ngga disangka-sangka, ya! Semoga cerita karangan kaka selanjutnya lebih bagus & menarik dari ini. Hehe.

  2. yacinta artha prasanti says:

    Kerenn

  3. nd says:

    alasan anti ngebunuh apa coba?
    .
    kurang jelas nih.. btw ceritanya bagus kok.

  4. nd says:

    oiyA kan alasanya itu karna “perasaan” kan ya :v hehe

  5. N.S says:

    Sorry baru baca. Tapi jujur, cerita kaka bagus banget. Kata-katanya enak dibaca, adegannya bikin tegang, sempet juga ngeduga-duga sendiri siapa pelakunya. Plot-twisnya keren, suka deh! Ditunggu cerita yang lainnya ya, ka ^-^

  6. siti nurhidayaj says:

    Motif anty membunuh itu apa? Aku masih penasaran

  7. aprie says:

    Wow…spectacular…

  8. Langit says:

    Keren kak. Tapi masih kurang jelas alasan ngebunuhnya. Dan dipercakapan masa lalu si pelaku punya keinginan untuk menusuk si pemeran utama pakai pisau. Memang ada masalah apa sebelumnya antara kedua orang itu? Apa hanya karena masalah perasaan?

Leave a Reply to nana Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *