My Hero
Cerpen Karangan: Mei PurpleKategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Islami (Religi)
Lolos moderasi pada: 12 July 2018
“La, pake jilbabmu kalau ingin keluar, sayang.” Ucapan Ibu yang samar terdengar dari dalam rumah.
“Nanti aja, Bu. Kapan-kapan.” Melanjutkan langkahku menuju mobil xenia berwarna silver. Menyalakan mesin, dan melaju dengan sempurna.
Pagi yang cerah ini, menjadi pagi yang muram ketika Ibu sudah menyuruh lagi, dan lagi untuk berjilbab. Aku ini sudah besar tentu saja akan menentukan jalan mana yang akan aku pilih. Ibu selalu saja mengaturku seperti anak kecil.
Kampus terlihat masih lengang, hanya terlihat satu atau dua mahasiswa yang lalu lalang. Lorong demi lorong terlewati menuju ruanganku yang berada di sudut gedung ini.
Tiba-tiba, langkahku terhenti. Hatiku seakan tercabik-cabik, lidahku kelu, melihat Renia -sahabatku mengenakan jilbab. Aku menatap tajamnya tidak percaya.
“La, ini buat lo. Pake yak, untuk tutup aurat. Sebelum kain kafan yang menutupnya.” Jilbab berwarna magenta diberikan, dengan manut aku menerimanya tanpa sempat bertanya Renia pergi ke dalam ruangan.
Entah, perasaan apa ini. Hanya sepatah kata yang ungkapkan Renia tadi membuatku tidak dapat menolaknya. Bahkan, Ibu yang setiap saat mengeluarkan celotehannya agar aku menutup aurat selalu saja tak kuacuhkan.
Langkah kaki ini berputar menuju toilet. Aku mulai memakai jilbab untuk menutupi helaian rambut yang begitu indah. Aku terpana menatap cermin, perasaan apa ini? Mengapa terasa begitu nyaman aku mengenakannya?
Setelah, terasa nyaman aku mengenakannya. Aku berjalan, dengan pikiran yang melayang. Seperti masih tak menyangka bahwa semudah ini aku melakukannya. Dan perasaan nyaman, tenang menyelimuti jiwa. ‘Kalau saja rasanya senyaman ini, mungkin dari dulu aku akan memakainya.’ batinku.
Ibu selalu, dan tidak pernah lelah memberitahukan ayat ayat-Nya seorang gadis yang seumuranku sudah menjadi kewajiban menutup aurat. Selangkah aku keluar pintu tanpa mengenakan jilbab, sama saja selangkah membuat Ayah menuju Neraka. Sewaktu Ibu berceramah seperti itu, hanya bagaikan angin yang lewat sekejap. Setiap Ibu memberitahu itu selalu kudengarkan, karena tidak ingin membuat hati Ibu malah terluka hanya karena sikap yang masih belum cocok mengenakan jilbab.
Tanpa kusadari, aku melangkahkan kaki ini ke Jalan Raya. Dan mobil sedan berwarna hitam melaju cepat ke arahku. Brakk. Kemudian gelap.
Aku terbangun terasa pegal mengerubungi tubuh ini. Di dalam ruangan yang berdinding serba putih. Bau obat-obatan yang menyelusup ke hidung membuatku tidak sanggup berlama-lama di ruangan ini dan bergegas keluar. Aku tidak tahu pasti di mana sekarang. yang pasti harus secepatnya mencari pintu keluar dari ruangan yang menyesakkan ini.
Mataku menatap liar, malam terlihat sudah pekat. Namun, ada beberapa temanku yang masih menetap. Meraka terduduk di sebuah deretan bangku besi, hening, dan telapak tangan Renia menutupi wajahnya. ‘Mungkin Renia tengah kelelahan, biarkanlah.’ batinku. Aku memutuskan untuk kembali ke Rumah, walau pun sebenarnya tidak tahu arah pulang. Langkah demi langkah. Perasaan aneh menelusup ke hati.
“Hai, Za.” Sapaku terhadap Reza -teman sekelasku, yang tengah berpangkuan dagunya dengan kedua tangannya. Tetapi, ia hening tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. Aku ayunkan telapak tangan ini ke kanan dan kiri, nihil. Ia tetap fokus pada pikirannya sendiri. ‘Sudahlah, Mungkin dia tidak mengenaliku, karena tengah mengenakan jilbab’ batinku.
Aku berusaha menghilangkan rasa yang mengganjal hati ini.
Ketika hendak melanjutkan langkahku, terhenti. Melihat Ibu yang berlari dengan tergopoh-gopoh dan rasa panik dan kesedihan mendalam yang tergambarkan dari raut wajahnya. ‘Ada apa?’
“Ibu, ini Della.” Hening, Ibu melaju masuk ke dalam ruangan, menggubrisku.
Aku berbalik, mengikuti Ibu.
Temanku yang terduduk di bangku besi, semua serentak bangkit mengekor di belakang Ibu. ‘Ada apa ini?’
Perasaan buruk, aneh menikam hatiku. aku terhenti di depan pintu ruangan terdengar isak tangis semua orang terutama Ibu yang amat sangat kukenal.
Aku mulai memasuki ruangan, dan mendekati Ibu yang tengah membuka selimut seseorang yang terselimuti oleh kain putih sekujur tubuhnya. Terbuka, wajahnya mulai terlihat. Seseorang yang terbaring di kasur adalah aku. ‘Bagaimana mungkin? Ini tidak mungkin’ lirihku menahan tangis, menoleh ke arah Ibu yang terisak.
“Ibu, ini aku. Aku baik-baik saja, Bu.” Nihil, Ibu tidak menoleh ke arahku sedikit pun.
Ibu berusaha menghentikan tangisannya, “Alhamdulillah, sayang. Kamu mengakhiri hidupmu dalam keadaan menutup aurat. Ibu bangga padamu, Nak.” Ucapan Ibu dengan terbata-bata kemudian menutupi mulut dengan telapaknya menahan isak tangisnya.
Aku limbung. Tidak kuat lagi kaki ini berperan, “Maafkan aku, Ibu. Maafkan aku…” Aku menangis sesenggukan, merasakan sebuah yang menyesakkan. Kalut. Tiba-tiba tanganku seperti ada seseorang yang menarik. Aku meronta-ronta, namun tidak menghasilkan apa pun. Orang yang menarikku begitu kuat. Hingga akhirnya menjauh dari keramaian orang di ruangan, suaranya tangisan itu mengecil.
“Lepaskan aku… Kumohon lepaskan aku….” Seorang yang menarikku tak mengacuhkanku. Ia begitu kuat dan cepat. Sehingga tidak ada yang dapat kulihat kecuali bayangan hitam.
Cerpen Karangan: Mei Purple
Blog / Facebook: meipurple.blogspot.com / @MeiLanyputrii
seorang wanita kelahiran di Jakarta 26 mei 1999, pecinta warna ungu. dan menyukai menulis, dan bahagia bisa berkutat dalam tumpukan buku.
Cerpen My Hero merupakan cerita pendek karangan Mei Purple, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Bulan Sastra itu Matiku
Oleh: Azizah Farichatul MusyafirohSuara deruman mesin mobil dengan suasana panas yang sampai di balkon rumah. Membuat sosok penulis terkenal ini semangat menulis novelnya yang hampir selesai. Sosok ini menulis dengan sangat serius
Kisah Pemburu Dan Anjingnya
Oleh: Wira Arya YudhayanaHidup seorang pemburu dengan anjingnya yang setia bernama Berto. Anjing tersebut sangat setia kepada tuannya senang maupun susah. Pada pagi hari yang cerah, sang pemburu pergi ke hutan dengan
Matematika
Oleh: Imanuela A. RPelajaran itu lagi. Ya Matematika adalah pelajaran ke tiga hari ini, Bu shan menjelaskan tentang peluang secara panjang dan lebar. Kepalaku rasanya mulai pusing dan nyut-nyutan mendengarnya, semakin lama
Migla (Part 1)
Oleh: M. Riyanton, Rizqi Pambudi KurniawanLangit malam yang tanpa awan membuat bulan purnama bersinar semakin terang di tengah malam. Cahaya redup yang terpancar menerangi segala yang ada di bawah naungannya. Tak terkecuali, sebuah pengunungan
Keduanya Satu
Oleh: Johannes LouisPernahkah kalian membayangkan hidup di dua dimensi berbeda, hidup dengan dua keluarga berbeda, dan hidup tanpa arah yang jelas. Singkatnya itu hal yang mustahil terjadi bagi setiap orang. Tapi,
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply