Tentang Bara

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 28 October 2013

Namaku Abi. Umurku 9 tahun. Aku masih duduk di kelas 3 SD. Sekolahku tidak terlalu jauh dari rumahku. Biasanya aku berangkat sekolah dengan teman-teman. Pulang sekolah juga begitu.

Setelah pulang sekolah biasanya aku bermain dengan teman-teman. Permainan favorit kita adalah petak umpet dan kucing-kucingan. Tapi sejak di kampungku ada Game Online, kita jadi sering main kesana. Mau main Game Online juga butuh kucing-kucingan, maksudnya kucing-kucingan sama Ibu. Ibu bilang aku nggak boleh kebanyakan main game, nanti ketagihan. Itu juga yang dibilang Kak Bara, guru ngaji-ku.

Sore hari setelah puas bermain, aku dan teman-temanku pergi ke Masjid untuk berangkat ke TPA. Di TPA ada banyak juga teman-temanku. Kita tidak hanya belajar mengaji tetapi juga ada pengajian singkat dari Kak Bara.

Kak Bara itu orangnya baik. Dulu aku paling males kalau diajakin ngaji sama temen-temen. Bosen. Soalnya yang ngajarin ngaji Pak Haji Dahlan, yang ngurusin Masjid kampung kita. Ngantuk kalau diajarin Pak Haji. Udah gitu isinya ditakut-takutin mulu. Dua jam ngaji isinya cuma cerita siksa kubur. Gara-gara cerita Pak Haji aku sampai ngimpiin siksa kubur. Hiii… serem.

Lain sama Kak Bara yang gaul. Kak Bara nggak pernah cerita yang serem-serem. Kak Bara cuma selalu bilang kalau kita berbuat baik, Allah akan senang dan kita dapat pahala tapi kalau kita berbuat buruk, Allah tidak senang dan kita dapat hukuman. Kalau aku lagi males sholat, Kak Bara akan bilang nanti kalau Allah males buat sayang sama Abi gimana? Kalau Kak Bara sudah bilang gitu, aku langsung semangat lagi buat sholat. Pokoknya Kak Bara itu TOP. Kak Bara itu idolaku. Eh, aku lupa, kata Kak Bara, idola kita itu hanya Nabi Muhammad SAW.

Gue Ayu. Sumpah, Gue sebel banget sama orang itu. Siapa lagi kalau bukan Bara. Hidup gue tuh udah tentram sebelumnya tapi gara-gara ada orang itu tuh, bikin gue kesel aja.

Please deh, dia tuh bukan siapa-siapa. Orang kampung sini aja bukan. Cuma numpang tidur aja belagu sih. Cuma gara-gara tempat kerjanya deket sini aja dia mesti kayak gitu. Kalau tujuannya biar dekat sama tempat kerja, ya udah kerja aja dan nggak usah ngajar ngaji segala.

Gara-gara si Bara, adik sepupu gue, Abi, berani ngatain gue dosa. Katanya karena gue nggak pake kerudung padahal kerudung itu wajib jadi gue dosa. Ahh… gue sebel banget. Bara tuh ustadz dari desa mana sih? Kolot banget. Jangan dikira gini-gini gue nggak ngerti sama agama ya. Gue udah baca tuh tafsir dari seorang ulama terkenal di indonesia. Yang gue baca dari tafsir itu tuh, kerudung itu cuma budaya bangsa Arab. Oke? Budaya Arab doank. Sama kayak orang Jawa yang suka pake batik atau orang Papua yang suka pake koteka. Jelas gue lebih percaya sama tafsir ini daripada yang diomongin sama Bara. Bara kan cuma ustadz karbitan.

Gara-gara ustadz karbitan itu juga, Abi berani-beraninya bilang kalau pacaran itu nggak boleh. Dilarang mendekati zina katanya. Hebat… Bara emang sukses banget ya buat nyuci otak anak-anak kecil. Ya kalau nggak pacaran gimana bisa tau dia pantas nggak buat jadi suami? Blo’on banget sih. Mungkin yang dia maksud tuh ta’aruf gitu kali ya. Iya gue tau sama ta’aruf-ta’arufan gitu tapi memang apa jaminannya kita benar-benar tau tentang karakteristik calon kita? Emangnya dia nggak tau apa jaman sekarang tuh banyak banget yang namanya perceraian dan itu semua karena tidak saling mengenal pasangannya. Saking sebelnya gue, gue sampai pernah ngelabrak dia. Anehnya, dia nggak bilang apa-apa dan cuma ngeloyor pergi. Dasar sinting!

ADVERTISEMENT

Nama saya Dahlan. Alhamdulillah sepuluh tahun yang lalu saya dapat rezeki dari Allah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Makannya masyarakat kampung sini memanggil saya Pak Haji Dahlan atau cukup Pak Haji saja.

Mayarakat kampung Rambutan sangat menokohkan ke-haji-an saya meskipun sekarang juga banyak yang sudah berangkat haji. Bukan bermaksud sombong tetapi saya ini orang pertama kampung ini yang naik haji. Bukan karena saya paling punya banyak harta karena banyak juga orang disini yang bahkan berkali-kali lebih banyak hartanya dibanding saya. Tapi beginilah masyarakat kampung Rambutan.

Masyarakat disini adalah tipikal masyarakat kota. Mereka sibuk bekerja sampai lupa dengan urusan ibadah. Mereka sangat cinta dunia dan mengesampingkan akhirat. Berpuluh-puluh tahun yang lalu, masjid Ar-Rahman, masjid di kampung ini cuma sebatas bangunan saja. Paling banter juga Masjid saat itu hanya berisi adzan. Bagaimana Allah akan mengirimkan rahmat-Nya di kampung ini jika masyarakatnya saja tidak suka beribadah dan menyebut namanya?

Setelah saya pulang dari tanah suci, saya pun mulai merundingkan masalah masjid ini dengan para pejabat RW. Saya hanya mengusulkan program-program pengajian dan TPA bagi anak-anak. Subhanallah, betapa terkejutnya saya melihat respon ibu-ibu dan bapak-bapak yang suka dengan pengajian ini bahkan meminta agar dijadikan program rutin masjid. Subhanallah, betapa rahmat Allah masih ada di kampung ini. Sekarang anak-anak juga sudah mau ikut TPA. Tetapi saya sedikit kewalahan untuk mengajar ngaji anak-anak. Maklum, saya sudah tidak lagi muda. Kalau anak sekarang bilang sudah jauh frekuensinya. Saya masih bingung mau meminta siapa remaja di sini yang mau mengajar ngaji di TPA. Sudah berkali-kali saya meminta ibu-ibu dan bapak-bapak kampung ini untuk menanyakan kepada anak-anak remajanya. Sayang, tak seorangpun di antara mereka yang mau. Apalagi Ayu yang sukanya main sama anak-anak lelaki itu. Alhamdulillah itu semua terjawab dengan kehadiran Bara.

Saya masih ingat betul saat pertama kalinya Bara datang ke kampung Rambutan. Waktu itu kita sedang sholat ashar jamaah di Ar-Rahman. Saya merasa asing dengan wajahnya. Barulah saya tau kalau dia habis pindah tempat tinggal di kampung ini. Tempat kerjanya kebetulan dekat sini. Saya juga masih ingat saat Bara tiba-tiba menanyakan apakah di masjid ini ada TPA. Saya katakan bahwa ada dan saya sendiri yang mengurusnya. Bara terlihat kaget dan menanyakan apakah tidak ada remaja disini. Ketika saya jawab bahwa tidak ada remaja yang mau langsung saja dia menawarkan diri untuk membantu menjadi pengajar TPA dan akan mengajak remaja yang lain juga.

Bara benar-benar membuktikan perkataannya. Besoknya, Bara mulai mengambil alih TPA. Sosok Bara disukai oleh anak-anak. Saya jarang melihat Bara marah dengan anak-anak TPA. Tetapi anak-anak sudah nurut dengannya. Bara juga mulai mengajak remaja-remaja untuk mulai beraktivitas di masjid. Lagi-lagi, sosok Bara juga dikagumi para remaja. Baru sekali bertemu saja banyak di antara mereka yang menawarkan untuk diadakan kegiatan remaja masjid. Masya Allah… rasanya belum pernah masjid seramai ini.

Suatu ketika, beberapa warga kampung mendatangi saya di rumah. Mereka mengatakan keberatannya atas keterlibatan Bara di masjid. Mereka mengatakan sejak ada Bara di kampung ini segalanya terasa berbeda. Saya bingung dan menanyakan apanya yang berbeda karena yang saya tahu masjid menjadi ramai. Salah seorang bapak-bapak lalu menceritakan bahwa anak-anaknya jadi lebih melawan orang tua dan jadi tidak sopan. Anak-anak berani menyuruh ibunya untuk menggunakan kerudung dan bahkan sampai ngambek. Mereka juga berani memarahi siapapun yang tidak sholat padahal itu semua butuh proses. Saya pun katakan bahwa apa yang diajarkan Bara sebenarnya benar hanya saja tentu karena anak-anak yang menerima sehingga cara penyampaiannya menjadi kurang tepat. Justru itu, Pak RW menimpali, kami tidak ingin anak-anak menjadi tercemar oleh ajaran-ajarannya jadi kami ingin agar Bara tidak diizinkan untuk mengajar TPA lagi.

Apa yang Pak RW dan beberapa warga katakan benar-benar membuat saya bingung. Apa jadinya jika Bara tidak mengajar TPA lagi? Saya sendiri tahu bagaimana anak-anak sangat cocok dengan Bara. Begitu pula Bara yang sangat sayang dengan anak-anaknya. Akhirnya keputusan pun saya buat.

Besoknya, saya pun mengundang Bara ke rumah. Saya katakan kepada Bara bahwa apa yang diajarkannya berbahaya untuk warga kampung ini yang masih berproses. Apalagi untuk anak-anak yang masih polos. Oleh karena itu saya putuskan agar Bara tidak perlu lagi mengajar di TPA. Bara menunduk dan terdiam untuk beberapa lama dan mengatakan, sungguh kesempatan yang luar biasa bagi saya untuk mengajar TPA di kampung ini dan terima kasih bagi Pak Haji yang telah memberikan kepercayaan kepada saya. Dia lalu bangkit berdiri untuk pamit lalu pergi. Ternyata hari itu adalah hari terakhir saya melihat Bara di kampung ini.

Aku Bara. Sehari-hari aku bekerja di sebuah kantor advokasi. Bukan… aku masih belum berstatus pengacara tetapi baru konsultan. Beberapa hari yang lalu, remaja masjid Ar-Rahman memintaku untuk kembali lagi ke kampung Rambutan. Masjid mulai ditinggalkan lagi oleh jamaah mudanya. Tidak… tekadku sudah bulat. Aku tidak akan kembali ke tempat itu lagi.
Bagiku percuma saja aku kembali. Aku yakin akan terlalu banyak kompromi nantinya. Seperti ketika aku mengajarkan bahwa menutup aurat itu sebuah kewajiban dan ternyata tidak diterima oleh warga. Aku hanya ingin mengajarkan kepada anak-anak bahwa benar adalah benar dan salah adalah salah. Karena pada akhirnya hanya ada surga dan neraka. Tidak ada tempat pertengahan antara surga dan neraka. Aku hanya ingin meluruskan akidah yang sudah semakin rusak. Aku tidak mau menyerah pada kemunafikan meskipun itu berarti aku meninggalkan seorang yang sempat singgah di hatiku.

Aku pernah menaruh perasaan pada Ayu. Ya, ayu yang dikenal sebagai wanita yang sangat bebas. Aku masih ingat ketika pertama kali kita bertemu. Ayu memanggilku ustadz karbitan. Rupanya dia tidak terima karena gara-gara aku, abi ngatain dia dosa lantaran tidak menutup aurat. Lebih kagetnya lagi adalah ketika Ayu mengeluarkan referensi dari tafsir-tafsir tentang kewajiban berkerudung bagi wanita. Aku tidak menyangka seorang seperti Ayu mau membaca tafsir. Belakangan aku tahu kalau Ayu adalah mahasiswi filsafat. Itulah hal yang membuatku terkesan dengannya. Saking terkesannya bahkan aku sampai lupa untuk menanggapi pernyataannya.

Ayu, maaf aku belum sempat menanggapi pernyataanmu waktu itu. Seharusnya hari itu aku akan mengatakan padamu tapi sayang aku keburu pergi dari kampung. Perlu kita bedakan antara syari’at dan budaya. Perintah Allah kepada wanita untuk mengenakan kain kerudung tercantum di Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31. Aku tidak tahu apakah kamu memahami bahasa Arab atau tidak tetapi pada ayat ini digunakan kata kerja bentuk present bukan past. Artinya perintah ini terus berlaku untuk umat Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.

Aku mengerti keputusan Pak Haji untuk menuruti kemauan warga. Pak Haji menghormati warga yang selama ini sudah membantunya dalam urusan keuangan masjid. Meskipun itu artinya Pak Haji mengorbankan semangat anak muda yang ingin meramaikan masjid juga. Bagiku, remaja dan anak-anak adalah aset yang paling berharga demi kelangsungan kegiatan masjid. Setidaknya sepuluh tahun kedepan mereka masih ada di kampung ini sementara para sesepuh mungkin sudah dipanggil oleh-Nya. Sayang, sekarang aku tidak punya kesempatan lagi untuk mengkader mereka. Semoga kampung Rambutan selalu dalam lindungan Allah. Amiin.

Yogyakarta, 31 Juli 2013

Cerpen Karangan: Khoirunnisa Istiqomah
Blog: nisabiologi2011.tumblr.com

Cerpen Tentang Bara merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Sebuah Elegi

Oleh:
Seseorang melambaikan tangan ke arahku sambil setengah meneriakkan namaku. Aku menoleh dan melihatnya duduk santai di bawah pohon mangga, tepatnya di atas sebuah kursi kecil setengah jadi. Aku menyebutnya

Pemuda Idaman Islam

Oleh:
Mengkilat kartu memancar ketika seorang pemuda menunjukan kartu pelajar. “AKU kini sudah resmi menjadi murid sekolah menengah atas” katanya, sambil memperlihatkan kartu pelajar yang baru diperolehnya dari ruang tata

Pengemis Itu Ternyata…

Oleh:
Minggu pagi yang cerah. Ku bangun dari tidurku yang lelap. “Whhooahhm,” kuregangkan tubuhku. Angin sejuk menerpa tubuh ini. Ah iya, aku hampir lupa, aku harus menjemput kakak sepupuku dan

Nyanyian Cinta

Oleh:
Kembali berkisah…. Tentang sebuah cinta… Udara panas di siang hari menambah buliran-buliran keringat di keningnya. Jilbab biru yang dikenakannya terus berkibar tertiup angin sedari tadi. Wajahnya terlihat lelah. Namun

Tabularasa Sidenreng-Rappang

Oleh:
Muhammad Syukkuri begitulah lengkap namanya, Pegawai Negeri Sipil golongan IV B atau bisa disejajarkan dalam dunia militer sebagai Jenderal Bintang Dua. Dengan sigaret yang dihisapnya dan asap menyembul di

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *